3 Kecamatan Audiensi Dengan BBWS Cimanis Terkait Sungai Singaraja
adainfo.id – Langkah kolektif ditempuh oleh Forum Lembaga 3 Kecamatan—Lemahabang, Astanajapura, dan Pangenan—dalam mendorong percepatan normalisasi Sungai Singaraja secara menyeluruh.
Audiensi resmi digelar bersama Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimancis pada Rabu (18/6/2025), menandai babak baru dalam perjuangan warga enam desa yang selama ini menjadi saksi langsung dari dampak sedimentasi, banjir musiman, hingga kerusakan infrastruktur akibat aliran sungai yang tak tertata.
Di tengah ancaman ekologis dan keluhan masyarakat, seruan normalisasi total bukan hanya sebatas permintaan teknis, melainkan panggilan mendesak atas kebutuhan nyata di lapangan.
Sungai Singaraja, yang mengalir membelah desa-desa padat penduduk dan kawasan pertanian produktif, kian tercekik oleh endapan lumpur dan sempadan yang tak tertangani secara sistematis.
Syafii: Normalisasi Parsial Hanya Akan Jadi Formalitas
Syafii, sebagai Ketua Forum Lembaga 3 Kecamatan, menegaskan bahwa pengerukan parsial yang selama ini dilakukan belum menjawab persoalan utama.
Ia mengapresiasi upaya BBWS Cimancis di beberapa titik, namun memperingatkan bahwa pendekatan parsial justru bisa menjadi sia-sia dalam jangka panjang.
“Kalau hanya dikeruk di titik tertentu, air tetap akan meluap karena pendangkalan di bagian lain tidak disentuh. Ini seperti membersihkan pipa air yang mampet, tapi hanya di satu sisi,” ujar Syafii usai audiensi bersama BBWS Cimancis.
Ia menegaskan bahwa satu-satunya jalan keluar ialah normalisasi dari hulu hingga hilir.
Ini termasuk pengerukan material endapan, pembenahan struktur tepian sungai, dan pembangunan bronjong atau tanggul penahan di beberapa bagian rawan longsor dan abrasi.
Konsolidasi Enam Desa untuk Kepentingan Bersama
Forum ini merupakan hasil konsolidasi enam desa yang tersebar di tiga kecamatan yaitu; Lemahabang (Desa Lemahabang dan Karangsuwung), Astanajapura (Japurabakti dan Japura Kidul, serta Pangenan (Desa Astanamukti dan Pengarengan).
Enam desa ini memiliki kesamaan nasib sebagai wilayah yang dilintasi langsung oleh Sungai Singaraja.
Kekompakan lintas wilayah ini menjadi kekuatan moral dan politis tersendiri. Forum ini menandai kebangkitan gerakan masyarakat yang tidak hanya reaktif terhadap bencana, tetapi juga proaktif dalam merumuskan solusi teknis dan strategis.
“Dulu masing-masing desa berjalan sendiri-sendiri. Tapi kami sadar, masalah Sungai Singaraja ini tak bisa diselesaikan secara parsial. Harus ada gerakan bersama. Karena alirannya satu, maka suaranya pun harus satu,” tambah Syafii.
BBWS Cimancis Menyambut, Tapi Masih Terbatas
Kepala BBWS Cimancis, Dwi Agus Kuncoro, dalam kesempatan yang sama mengapresiasi kedatangan Forum 3 Kecamatan.
Ia menilai langkah forum sebagai bentuk kepedulian yang konstruktif terhadap isu lingkungan dan infrastruktur sungai. Ia pun membuka pintu bagi usulan normalisasi total.
“Prinsipnya kami dukung. Usulan ini akan kami ajukan dalam program ke depan. Namun, untuk realisasinya, ada proses yang harus ditempuh. Kami juga harus mempertimbangkan aspek anggaran dan teknis lapangan,” jelasnya di hadapan para kuwu yang hadir.
Lebih jauh, Dwi Agus meminta kerjasama masyarakat untuk memastikan kelancaran saat alat berat BBWS diturunkan ke lokasi. Salah satu hambatan yang kerap terjadi, menurutnya, adalah kesulitan akses menuju titik sungai yang akan dinormalisasi.
“Kalau alat berat kami sudah sampai tapi aksesnya ditutup atau terganggu, itu akan menghambat.
Jadi kami harap masyarakat bisa membantu sosialisasi dan membuka akses ke titik-titik sungai yang akan kami tangani,” tegasnya.
Permasalahan Sungai Singaraja: Bukan Sekadar Lumpur
Permasalahan Sungai Singaraja tidak berhenti pada pendangkalan. Berbagai titik mengalami penyempitan karena aktivitas manusia di bantaran sungai, pembiaran endapan selama bertahun-tahun, serta minimnya intervensi struktural dari pemerintah.
Akibatnya, kawasan pertanian sering terendam saat musim hujan, saluran irigasi terganggu, dan akses jalan desa pun rusak akibat aliran air yang tidak terkendali.
Ini belum termasuk potensi kerugian ekonomi yang ditanggung petani dan masyarakat sekitar akibat gangguan aktivitas sehari-hari.
Normalisasi total bukan hanya soal pengerukan, tetapi mencakup upaya integratif dari sisi teknis, lingkungan, dan sosial.
Termasuk dalam hal ini adalah pembangunan bronjong yang dapat menjaga kestabilan tebing sungai, mencegah longsor, dan mempertahankan sempadan agar tidak terus terkikis.
Forum Lembaga: Kami Akan Kawal Hingga Tuntas
Kekompakan Forum Lembaga 3 Kecamatan bukan hanya berhenti di audiensi.
Mereka berkomitmen untuk terus mengawal proses pengajuan program ini ke tahapan lebih lanjut, termasuk pengawalan di DPRD, provinsi, dan kementerian teknis.
Syafii menyatakan, pihaknya tidak akan diam jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan tindak lanjut dari pihak BBWS Cimancis.
“Kami akan menyusun petisi rakyat, melakukan kajian hukum, bahkan audiensi hingga ke Jakarta jika perlu.
Ini bukan kepentingan politik, ini soal air, soal hidup orang banyak,” ujarnya dengan nada tegas.
Menurut dia, transparansi program, peta jalan pengerjaan, dan pelibatan masyarakat lokal akan menjadi indikator utama dalam menilai keseriusan pemerintah.
Suara Masyarakat: “Kami Butuh Sungai, Bukan Ancaman”
Dari bantaran Sungai Singaraja, suara-suara warga menguatkan urgensi normalisasi. Sari, seorang petani dari Desa Japurabakti, menyebut bahwa setiap hujan besar, sawahnya selalu terendam dan merusak panen.
“Kalau air dari sungai tidak lancar, pasti air hujan numpuk di sawah. Tanaman saya mati semua,” keluhnya.
Senada dengan itu, Kuwu Desa Tuk Karangsuwung, Hendra Suparman, menyatakan bahwa dalam 10 tahun terakhir, tidak ada upaya normalisasi yang menyentuh daerahnya secara utuh.
Ia berharap kali ini, langkah forum bisa menggugah perhatian pemerintah pusat.