Warga Desa Hulubanteng Tuntut Kepala Desa Dicopot
adainfo.id – Ratusan warga Desa Hulubanteng, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon, menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran pada Rabu (16/7/2025). Aksi ini merupakan puncak kekecewaan masyarakat terhadap kinerja Kepala Desa yang dinilai gagal menjalankan tata kelola pemerintahan desa secara transparan, akuntabel, dan berpihak kepada warga.
Dengan membentangkan spanduk, membakar ban, hingga memajang salinan surat peringatan resmi dari Bupati Cirebon, massa mendesak Kepala Desa dicopot dari jabatannya. Mereka menilai situasi di Desa Hulubanteng sudah sangat memprihatinkan dan menghambat pembangunan serta kesejahteraan warga.
Koordinator aksi, Kartika Eka Andriyuda, menyampaikan bahwa ada delapan poin tuntutan yang dilayangkan masyarakat. Salah satu yang paling menonjol adalah janji politik Kepala Desa untuk mundur apabila tidak mampu menjalankan amanah.
“Salah satu janji yang diingat masyarakat adalah kesediaan mundur jika gagal memimpin. Sekarang, warga hanya menagih komitmen itu,” ujar Kartika dalam orasinya.
Dugaan Pungli dalam Program PTSL
Isu yang paling mencolok dalam aksi ini adalah dugaan pungutan liar (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Warga menilai bahwa tarif yang dikenakan melebihi ketentuan resmi.
“Seharusnya biaya maksimal PTSL hanya Rp150 ribu. Tapi fakta di lapangan, warga diminta membayar hingga Rp1 juta. Ini sangat membebani, terutama bagi warga kurang mampu,” tegas Kartika.
LPJ Dana Desa Mandek, Bantuan BLT Tidak Cair
Sorotan tajam lainnya adalah soal Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Dana Desa tahun 2022 yang tak kunjung diselesaikan, meski sudah diaudit dan ditemukan adanya indikasi kerugian negara.
“Karena LPJ belum rampung, Dana Desa sejak 2022 hingga 2024 tertahan. Akibatnya, pembangunan terhenti, dan bantuan sosial seperti BLT tidak bisa disalurkan,” ujarnya.
Salah satu warga lansia, Dukim (67), menyampaikan kekecewaannya karena sudah dua tahun tidak lagi menerima BLT tanpa penjelasan yang jelas.
“Dulu rutin saya dapat BLT, sekarang sudah dua tahun tidak. Setiap tanya ke perangkat desa, jawabannya cuma ‘nanti juga cair’,” keluh Dukim.
Masalah Desa Lainnya yang Jadi Sorotan
Kinerja internal pemerintah desa juga mendapat sorotan. Dari total 11 perangkat desa, hanya 5 yang hadir dalam forum evaluasi terakhir. Bahkan, posisi Sekretaris Desa (Sekdes) tercatat empat kali berganti dalam empat tahun terakhir.
“Ini menunjukkan instabilitas yang serius. Bagaimana mungkin program desa bisa berjalan kalau internalnya saja tak beres,” kata Kartika.
Masalah lain yang diangkat warga adalah soal kerusakan sistem irigasi akibat sodetan air yang dilakukan oleh oknum pemerintah desa. Akibatnya, produktivitas pertanian warga menurun drastis.
“Sawah kami kekurangan air. Sodetan ini sangat merugikan petani. Desa ini hidup dari pertanian, tapi justru petani yang dikorbankan,” ujar warga lainnya.
Pemkab Sudah Beri 3 Surat Peringatan
Menurut Kartika, Bupati Cirebon telah mengeluarkan tiga surat peringatan resmi kepada Kepala Desa Hulubanteng. Namun, hingga aksi berlangsung, belum ada keputusan tegas yang diambil.
“Tiga surat peringatan sudah keluar. Itu artinya secara regulasi, Bupati bisa memberhentikan kepala desa sementara. Tapi tidak juga dilakukan. Warga jadi bertanya, ada apa sebenarnya?” ungkapnya.
Aksi ini, lanjut Kartika, bukan sekadar bentuk kemarahan, melainkan seruan terakhir kepada Pemkab Cirebon agar segera bertindak menyelamatkan Desa Hulubanteng dari krisis kepemimpinan.
“Jika dibiarkan, bukan hanya hak warga yang diabaikan, tapi juga masa depan pembangunan desa. Kami tidak ingin desa ini makin terpuruk,” tutup Kartika dalam pernyataan akhir aksinya.