Kemenkes: Jumlah Perokok Anak Tembus 5,9 Juta
adainfo.id – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kembali mengangkat alarm peringatan terhadap meningkatnya jumlah perokok anak dan remaja di Indonesia.
Berdasarkan data resmi yang disampaikan dalam konferensi pers Indonesian Youth Council For Tactical Changes pada Kamis (17/7/2025) kemarin, terungkap bahwa sebanyak 5,9 juta anak berusia 10–18 tahun kini tercatat sebagai perokok aktif.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi.
Ia menegaskan bahwa lonjakan jumlah ini menjadi ancaman serius bagi masa depan generasi muda bangsa.
“Kita khawatir karena trennya meningkat, terutama pada anak-anak. Kalau dilihat secara persentase memang menurun, tetapi secara jumlah justru naik,” ujar dr. Nadia dikutip Jumat (18/7/2025).
Angka Perokok Aktif di Indonesia Meningkat Pesat
Secara umum, Indonesia masih menduduki posisi tinggi dalam hal konsumsi tembakau global.
Dari 70,2 juta penduduk dewasa pengguna tembakau, sebanyak 68,9 juta di antaranya adalah perokok aktif.
Ini menjadi tantangan berat di tengah upaya pemerintah menurunkan angka prevalensi perokok nasional.
Data Kemenkes menunjukkan lonjakan drastis jumlah perokok dari tahun 2013 ke 2023.
Dalam satu dekade, jumlah perokok bertambah 5 juta orang, dari 57,2 juta menjadi 63,1 juta jiwa.
Angka ini setara atau bahkan melebihi jumlah penduduk negara seperti Singapura, yang hanya sekitar 5,9 juta jiwa.
Perokok Anak Usia Dini Meningkat: Alarm Bahaya Dimulai dari Usia 4 Tahun
Lebih memprihatinkan, temuan terbaru dari Survei Kesehatan Indonesia 2023 mengungkap pergeseran usia perokok pemula yang semakin dini.
Usia persentase perokok tersebut di antaranya 4 – 9 tahun 2,6%, 10 – 14 tahun 44,7%, dan 15 – 19 tahun 52,8%.
Artinya, hampir setengah dari perokok anak memulai kebiasaan ini saat duduk di bangku SD hingga SMP.
Jika dibiarkan, hal ini tak hanya berisiko pada kesehatan individu tapi juga akan memperburuk beban sistem kesehatan nasional dalam jangka panjang.
Minimnya Pengawasan di Lapangan Jadi Penyebab Utama
Meskipun Indonesia telah memiliki aturan tegas yang melarang penjualan rokok kepada anak di bawah usia tertentu, dr. Nadia menegaskan bahwa pengawasan di tingkat akar rumput masih sangat lemah.
“Harusnya, kalau kita mau tegas, tidak ada lagi penjual yang memberikan rokok ke anak di bawah umur, apalagi di bawah 21 tahun,” ujarnya.
Namun dalam praktiknya, rokok masih bisa diperoleh anak-anak dengan mudah di warung-warung kecil, minimarket, bahkan lewat penjualan daring.
Penjual sering kali mengabaikan usia pembeli dan tidak meminta identifikasi, sehingga aturan hanya berlaku di atas kertas.