TBM Pado Maco: Pelita Literasi yang Tetap Menyala di Era Gawai

KIM
Warkina, saat sedang membuka lapak baca keliling. (foto: adainfo.id)

adainfo.id – Di tengah maraknya gadget dan informasi instan, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Pado Maco muncul sebagai oase literasi di Desa Sinapsar, Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon. Sejak berdiri lima belas tahun silam, pagi hingga sore TBM ini tetap aktif membawa buku ke tangan pembaca, sebagai bentuk jawaban atas tantangan kebudayaan baca yang mulai meredup.

Didirikan pada 2004 oleh Warkina, guru SMP yang juga relawan literasi, TBM Pado Maco telah menjadi pusat gerakan baca rakyat. “Kami ingin masyarakat kembali dekat dengan buku. Tidak harus di tempat sepi atau formal, tapi bisa di mana saja, bahkan di tengah keramaian,” ujar Warkina saat ditemui di lapak baca keliling di pasar malam setempat, Minggu (20/7/2025).

Berbeda dengan perpustakaan konvensional, TBM Pado Maco memilih jalur aktif. Setiap akhir pekan, mereka menyusuri titik-titik strategis, mulai pasar malam, lapangan umum, hingga lingkungan sekolah. Puluhan buku disusun rapi di meja dan karpet; warga bisa membaca langsung, meminjam, atau sekadar sekilas membuka halaman—tanpa tekanan.

“Kalau kita menunggu, tidak akan ada yang datang. Kami yang harus datang ke masyarakat,” jelas Warkina.

Format lapak keliling ini mampu mendekatkan buku kepada semua kalangan, terutama yang selama ini minim akses bacaan. Aktivitas tersebut juga mendobrak stereotype bahwa literasi hanya milik kalangan tertentu.

TBM Pado Maco menyediakan ragam genre buku yang luas: sosial, sains, politik, agama, ekonomi, hingga sastra. Keanekaragaman ini sengaja disiapkan agar tiap pembaca dapat memilih bacaan sesuai minat dan kebutuhan.

Menurut Warkina, kemarahan terhadap gawai bukan berarti meninggalkan buku cetak. Sebaliknya, buku diposisikan sebagai pelengkap literasi digital. Ia menyebut bahwa buku memberikan pengalaman baca penuh — dari struktur naratif hingga informasi yang lebih mendalam.

“Buku memberikan arah yang jelas dalam berpikir. Kami ingin membentuk mindset masyarakat yang lebih kuat dan sehat melalui literasi,” ungkapnya.

Program Inovatif untuk Semua Kalangan

Tak puas dengan sekadar penyediaan buku, TBM Pado Maco juga mengembangkan sejumlah program literasi kreatif:

  • Gerakan Sadar Baca: mengajak masyarakat aktif membaca setiap hari.
  • Read Aloud: sesi membacakan buku untuk anak-anak di taman dan sekolah dasar.
  • Gerakan Literasi Rakyat: menumbuhkan minat baca orang dewasa, terutama ibu-ibu dan perangkat desa.
  • Gerbu Membaca: klub santai membaca sambil ngemil dan bercengkrama.

Model inisiatif ini berhasil menciptakan atmosfer baca yang menyenangkan, bukan beban tugas atau kewajiban.

Warkina bahkan sering meletakkan buku di tempat tak terduga: kios makanan, tempat cukur rambut, atau sebagai hadiah pernikahan. Ia pernah menyisipkan buku parenting di bawah popok bayi saat menjenguk, lengkap dengan catatan motivasi singkat. Semua ini dilakukan agar literasi hadir dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya di ruangan formal.

Operasional TBM didukung oleh sekitar 10 relawan tetap dan puluhan relawan tidak tetap. Mereka turun lapangan 3–4 kali seminggu. Koordinasi dilakukan melalui grup WA dan musyawarah kecil tiap awal pekan.

Salah satu relawan, Dewi, mengakui bahwa meski terkadang lelah, hatinya terpacu setiap melihat warga membuka halaman buku. Ia bercerita, “Anak-anak yang sebelumnya lebih suka main game, kini antusias mencari buku cerita dan sains. Perubahan kecil seperti itu yang kami cari.”

Perubahan Mindset dan Tantangan Digital

Meski hasilnya belum spektakuler, Warkina tetap optimis. Ia melihat perubahan pola pikir masyarakat secara perlahan. Misalnya, keluarga yang dulu hanya membiarkan anak-anak bermain gadget, kini menyediakan waktu khusus membaca di rumah.

“Tidak semua langsung membaca, tapi perubahan arah sudah terlihat. Dan itu sangat berarti bagi kami,” ujarnya.

TBM ini juga sudah melibatkan siswa SMP dan SMA sebagai pelatih membaca. Mereka membantu mengisi waktu baca dan membacakan cerita untuk anak-anak. Program ini tak hanya meningkatkan literasi, tapi juga mengasah keterampilan komunikasi dan kepemimpinan generasi muda.

Dominasi gadget dan media sosial menuntut TBM untuk inovatif. Warkina menyatakan belum ada agenda menerapkan buku digital, meski tak menutup kemungkinan untuk pengembangan di masa depan. Saat ini, mereka masih fokus pada buku fisik sebagai media utama.

“Kita tetap harus beradaptasi. Namun yang penting, esensi literasi tetap di tangan dan pikiran pembaca,” tuturnya.

Sejak 2004, ketika TBM pertama kali dirintis dengan modal buku pinjaman dan uang pribadi, TBM ini terus bertumbuh. Pemerintah desa kini mendukung dengan fasilitas ruangan kecil di balai desa. Beberapa donatur juga memberikan bantuan berupa rak buku guna menambah kapasitas penyimpanan.

Perubahan signifikan terjadi di kalangan tokoh masyarakat. Beberapa ibu-ibu PKK kini menggabungkan buku anak ke dalam jadwal posyandu; sarana edukasi gizi dan kesehatan semakin berwarna.

Menurut Warkina, TBM Pado Maco bukan sekadar proyek sosial, melainkan investasi jangka panjang. Buku menjadi jembatan menuju pengetahuan, daya kritis, dan kesejahteraan.

Ia menegaskan, kemajuan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari kualitas kepemimpinannya. Tokoh desa yang literat akan lebih peka terhadap kebutuhan warga dan mampu mengambil kebijakan yang bermanfaat.

“Melalui literasi, kami ingin membentuk desa yang tak hanya cerdas, tapi juga mandiri dan sejahtera,” paparnya.

Inspirasi dari Sudut Kecil Desa

TBM Pado Maco menunjukkan bahwa gerakan besar sering kali dimulai dari hal kecil. Dari buku-buku di lapak keliling hingga garda depan perubahan mindset, semua bermula dari niat dan ketulusan.

“Selama masih ada niat dan ketulusan, membaca akan tetap hidup di hati masyarakat,” katanya mengakhiri.

Melalui langkah konsisten dan inovatif, TBM Pado Maco membuktikan bahwa literasi tetap relevan bahkan di era digital. Keberadaannya adalah bukti bahwa budaya baca dapat tumbuh meskipun di tengah tantangan gadget. Tubuhnya sederhana, tetapi gerak dan nilai-nilai yang dikobarkan sangat besar dan memiliki potensi mengubah paradigma komunitas.

 

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *