Layanan Adminduk Digital Cirebon Dikeluhkan, Tidak Ramah untuk Lansia dan Warga Miskin

KIM
Antrian warga di Disdukcapil Kabupaten Cirebon (foto: adainfo.id)

adainfo.id – Ambisi Pemerintah Kabupaten Cirebon untuk mempercepat layanan administrasi kependudukan (adminduk) melalui digitalisasi rupanya belum diimbangi dengan kesiapan infrastruktur dan pemahaman masyarakat.

Sejumlah warga justru mengeluhkan sistem pelayanan digital yang dinilai menyulitkan, khususnya bagi kelompok rentan seperti pelajar, lansia, dan warga kurang mampu.

Keluhan tersebut mencuat dari berbagai wilayah, seperti Dukupuntang dan Pangenan, di mana warga harus menghadapi berbagai kendala teknis dan persyaratan yang dianggap tidak inklusif.

Pelajar Terhambat Proses Perekaman dan IKD

Seruni Diningrum, pelajar asal Desa Cangkoak, Kecamatan Dukupuntang, menjadi salah satu yang terdampak.

Ia harus beberapa kali izin dari sekolah demi menyelesaikan proses perekaman dan pengambilan KTP elektronik serta aktivasi Identitas Kependudukan Digital (IKD).

“Saya harus ke kecamatan dua kali. Pertama server-nya error, disuruh balik hari Senin. Sebelumnya juga sempat ke Kecamatan Depok karena Dukupuntang tidak bisa melayani. Ini terlalu ribet untuk urusan satu KTP,” keluhnya, Minggu (27/7/2025).

Ia berharap, proses perekaman dan input data IKD bisa dilakukan sekaligus dalam satu kunjungan agar lebih efisien.

“Harusnya satu kali proses saja. Sekalian perekaman, sekalian input IKD,” tambahnya.

Tidak Punya Smartphone, KTP Tak Bisa Dicetak

Keluhan serupa datang dari pasangan lansia Dasiin dan Juju, warga Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan.

Mereka bermaksud mencetak ulang KTP yang hilang di Mal Pelayanan Publik (MPP) Kecamatan Sumber.

Namun prosesnya terhambat karena mereka tidak memiliki smartphone berbasis Android.

“Kami sudah buat surat kehilangan dari polisi, tapi malah disuruh download aplikasi dulu. Kami tidak punya HP Android. Masa cuma mau cetak KTP saja jadi susah begini?” ujar Dasiin.

Mereka kemudian diarahkan ke kantor Kecamatan Pangenan yang lebih dekat.

Namun tetap saja, syarat penggunaan aplikasi IKD menjadi hambatan utama bagi mereka.

Digitalisasi Tak Menyentuh Warga Kecil

Program transformasi digital pelayanan publik yang digencarkan pemerintah pusat hingga ke daerah, sejatinya bertujuan untuk mempercepat dan mempermudah proses layanan.

Namun dalam praktiknya, digitalisasi justru menjadi penghalang baru bagi sebagian warga Cirebon yang belum tersentuh teknologi.

“Kebanyakan aplikasi justru menyulitkan bagi masyarakat yang tidak paham teknologi atau tidak punya perangkat,” keluh Seruni lagi.

Camat Dukupuntang, Adang Suryana, menyampaikan bahwa pihaknya sering mengalami gangguan teknis.

“Kami hanya menjalankan tugas dari Disdukcapil. Kalau server bermasalah, kami sudah berkali-kali sampaikan ke Capil dan Kominfo,” katanya.

Camat Pangenan, Deni, pun mengakui bahwa prosedur baru saat ini memang mewajibkan warga memiliki smartphone Android.

“Kalau semua syarat lengkap, bisa langsung jadi. Tapi ya harus bawa HP Android, download IKD, dan scan wajah,” jelasnya.

Desakan Evaluasi Digitalisasi Disdukcapil

Sekretaris Diskominfo Kabupaten Cirebon, Fajar Sutrisno, membenarkan bahwa server IKD sering mengalami gangguan karena terkoneksi langsung dengan server pusat.

“Kalau beban tinggi, server error. Tapi biasanya kembali normal kalau pengguna menurun,” ucapnya.

Kondisi ini menimbulkan desakan dari masyarakat dan pemerhati pelayanan publik agar Pemkab Cirebon segera mengevaluasi sistem digital yang digunakan Disdukcapil.

Menurut mereka, digitalisasi harusnya mempersempit kesenjangan, bukan malah menciptakan ketimpangan baru.

Seorang tokoh masyarakat Kecamatan Sumber, M. Zainuddin, mengatakan bahwa digitalisasi seharusnya mempertimbangkan kenyataan di lapangan, di mana tidak semua warga memiliki perangkat digital atau kemampuan mengoperasikan aplikasi.

“Ini bukan Jakarta. Banyak warga desa yang belum terbiasa dengan aplikasi. Kalau semua harus berbasis digital tanpa pendampingan dan tanpa solusi alternatif, ya namanya bukan pelayanan, tapi pemaksaan,” tegasnya.

Perlunya Solusi Alternatif

Sejumlah pengamat kebijakan publik menyarankan agar Pemkab Cirebon menyediakan solusi alternatif bagi warga yang tidak mampu mengakses layanan digital.

Misalnya, menyediakan loket layanan manual khusus bagi lansia, penyandang disabilitas, dan masyarakat miskin.

“Digitalisasi boleh, bahkan bagus. Tapi jangan jadikan satu-satunya pintu. Harus ada jalur layanan konvensional yang tetap berjalan,” ujar Yuni Dwi Lestari, peneliti kebijakan publik dari LPKM Unswagati.

Ia menambahkan bahwa keberhasilan sistem digital justru terletak pada kemampuannya untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi teknologi.

Masyarakat Minta Bupati Turun Tangan

Tidak sedikit warga yang berharap Bupati Cirebon dan para pejabat daerah lebih aktif menyerap aspirasi dan keluhan masyarakat mengenai layanan publik, khususnya terkait adminduk.

“Pemerintah harus hadir dan mendengarkan langsung keluhan masyarakat kecil. Jangan hanya puas dengan laporan sukses digitalisasi di atas kertas, tapi realitanya menyulitkan warga,” kata Hartono, warga Kecamatan Sumber.

Sampai hari ini, pelayanan adminduk digital memang masih menyisakan berbagai persoalan.

Di tengah dorongan pemerintah pusat untuk membangun pemerintahan berbasis elektronik, harapan warga Cirebon tetap sederhana: mudah mengurus KTP tanpa harus punya ponsel mahal.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *