Agustus Jadi Puncak Kemarau, BMKG Sebut Riau dan Kalimantan Paling Rawan Karhutla
adainfo.id – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan keras terkait potensi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang meningkat drastis selama puncak musim kemarau, yang diprediksi terjadi pada Agustus hingga September 2025.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan hal ini dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanganan Karhutla yang digelar oleh BNPB secara daring.
Menurut Dwikorita, kondisi meteorologis di sebagian besar wilayah Sumatera dan Kalimantan menunjukkan tingkat kerawanan yang sangat tinggi.
Terutama di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
“Musim hujan belum datang. OMC bukan jaminan. Kuncinya adalah patroli ketat, deteksi dini, dan pemadaman cepat,” tegas Dwikorita dikutip Rabu (30/7/2025).
Peta FDRS Dominasi Warna Merah: Kebakaran Bisa Terjadi Secara Alami
Data terbaru dari Fire Danger Rating System (FDRS) menunjukkan dominasi warna merah di wilayah-wilayah prioritas.
Menandakan kondisi lahan sangat mudah terbakar, bahkan tanpa adanya pemantik eksternal seperti api terbuka atau pembakaran liar.
BMKG mencatat bahwa curah hujan di wilayah seperti Riau dan Jambi masih berada dalam kategori rendah hingga awal Agustus, berdasarkan analisis dasarian (10 harian).
Situasi ini mengindikasikan bahwa fase kritis masih akan berlangsung selama dua bulan ke depan, sebelum hujan diperkirakan datang pada Oktober 2025.
Efektivitas OMC Mulai Melemah, Awan Hujan Tak Lagi Terbentuk Maksimal
Meskipun Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) berhasil memicu hujan dalam beberapa pekan terakhir, Dwikorita menegaskan bahwa efek tersebut tidak bertahan lama.
“Warna merah kembali muncul. Artinya, efek OMC sudah mulai menurun, dan kondisi cuaca aslinya kembali mendominasi,” ujar Dwikorita.
Visualisasi prakiraan pembentukan awan menunjukkan mayoritas wilayah Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan berada dalam zona kuning dan oranye, yang mengindikasikan rendahnya pertumbuhan awan hujan secara alami.
Seruan BMKG: Gubernur Harus Gunakan Data Cuaca sebagai Dasar Kebijakan
Dwikorita mengimbau kepada para gubernur dan kepala daerah untuk mengoptimalkan data iklim dan prediksi cuaca ekstrem yang dirilis BMKG sebagai rujukan dalam membuat keputusan.
Termasuk untuk pelaksanaan OMC, pengerahan pasukan darat, pengaktifan posko siaga karhutla, edukasi masyarakat soal pencegahan.
Dukungan Menteri Kehutanan: OMC Bukan Eksperimen, Tapi Strategi Berbasis Data
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, dalam forum yang sama mengapresiasi sinergi antara BMKG dan BNPB dalam operasi OMC.
Raja Juli menekankan bahwa OMC kini menjadi instrumen penting berbasis sains, bukan sekadar pendekatan coba-coba.
“Kita punya OMC yang semakin baik di bawah arahan Ibu Kepala BMKG untuk menentukan kapan dan di mana OMC dilakukan,” ujar Raja Juli.
278 Kejadian Karhutla Terjadi hingga Pertengahan Tahun, Riau Masih Siaga
Laporan dari BNPB menyebutkan, sebanyak 278 kejadian karhutla tercatat di Indonesia hingga pertengahan tahun ini.
Wilayah Riau menjadi perhatian utama dengan dilaksanakannya operasi terpadu melibatkan TNI, Polri, relawan, serta OMC dan helikopter water bombing.
Meskipun situasi saat ini relatif terkendali, kondisi lapangan masih dinilai rawan dan belum aman sepenuhnya.
BNPB: Penanganan Karhutla Harus Serempak dan Terorganisir
Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, menegaskan bahwa koordinasi lintas lembaga menjadi faktor kunci dalam keberhasilan penanganan karhutla.
Suharyanto mengingatkan bahwa jumlah personel atau alat bukanlah satu-satunya faktor utama, kerja sama dan kecepatan gerak jauh lebih penting.
“Walaupun sudah ada kebakaran di mana-mana, kalau kita bekerja bersatu padu, saya kira itu bisa segera diatasi. Contohnya seperti di Riau kemarin, semua unsur bergerak serentak. Langkah-langkahnya tak perlu saya uraikan satu per satu, namun pendekatan itu akan kita terapkan juga di wilayah lain jika kondisinya serupa,” tegas Suharyanto.