Eks Pabrik Gula Karangsuwung Siap Disulap Jadi Wisata Heritage

KIM
Eks Pabrik Gula Karangsuwung (Foto: adainfo.id)

adainfo.id – Eks Pabrik Gula (PG) Karangsuwung yang terletak di Desa Karangsuwung, Kecamatan Karangsembung, Kabupaten Cirebon, bersiap menjadi destinasi wisata heritage unggulan.

Kawasan bersejarah ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Cirebon, dan kini tengah menunggu finalisasi master plan pengembangan kawasan.

Penetapan ini menjadi bagian dari langkah strategis Pemkab Cirebon untuk mengangkat kembali nilai-nilai sejarah dan budaya lokal sebagai penggerak ekonomi kreatif serta daya tarik pariwisata baru.

Eks PG Karangsuwung, yang dulu berperan penting sebagai pusat produksi gula, kini akan bertransformasi menjadi ruang edukasi dan rekreasi sejarah yang inklusif bagi masyarakat luas.

Kawasan Bersejarah Bernilai Tinggi

Kuwu Desa Karangsuwung, Arif Nurdiansyah, mengungkapkan bahwa kawasan eks pabrik gula tersebut memiliki nilai historis dan arsitektural yang tinggi.

Dalam prosesnya, pihak desa turut berkolaborasi dengan Disparbud dan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan pengembangan dilakukan sesuai rencana tata kelola berkelanjutan.

“Kami masih menunggu rampungnya penyusunan master plan. Itu jadi acuan penting untuk menata kawasan eks PG Karangsuwung agar bisa menjadi wisata heritage yang representatif,” ujar Arif, Kamis (31/7/2025).

Arif menegaskan, selain keindahan bangunan bersejarahnya yang ikonik, lokasi ini menyimpan narasi panjang tentang dinamika perdagangan, perindustrian, dan migrasi lintas etnis di wilayah Cirebon pada masa kolonial.

PG Karangsuwung dulunya menjadi sentra pengolahan tebu sekaligus titik pertemuan antara komunitas lokal dan pendatang dari berbagai daerah.

“Eks PG Karangsuwung menyimpan jejak peradaban dan keberagaman. Nilai historisnya luar biasa, dan sangat layak dijadikan ikon budaya Kabupaten Cirebon,” tambahnya.

Kolaborasi dan Keadilan Sosial Jadi Prioritas

Pengembangan destinasi wisata ini tidak hanya menitikberatkan pada aspek infrastruktur, namun juga memperhatikan keterlibatan masyarakat lokal. Kuwu Arif menekankan pentingnya inklusi sosial dalam penataan kawasan wisata.

“Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) harus diperhatikan. Mereka bagian dari denyut ekonomi lokal. Kita ingin mereka tetap punya tempat, tapi dengan sistem penataan yang baik dan estetis,” tegas Arif.

Menurutnya, keberadaan PKL bisa menjadi nilai tambah jika ditata secara profesional dan estetis, terutama dalam menyajikan kuliner khas Karangsuwung maupun produk kerajinan yang bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) pun akan turut dilibatkan dalam pengelolaan kawasan, khususnya dalam penyediaan fasilitas umum, pengelolaan parkir, pengembangan produk UMKM, serta pelayanan wisata lainnya.

“BUMDes akan menjadi motor ekonomi desa. Kita juga siapkan pelatihan pengelolaan destinasi wisata agar masyarakat punya kemampuan dan bisa bersaing,” ujar Arif.

Desain Modern Tanpa Hilangkan Nilai Historis

Dalam penyusunan master plan, perhatian besar juga diberikan pada aspek desain interior dan eksterior, termasuk tata ruang pedagang, pengelolaan lalu lintas pengunjung, ruang terbuka hijau, serta penataan parkir dan sanitasi.

“Desainnya harus modern tapi tetap mempertahankan bentuk dan atmosfer bangunan aslinya. Identitas sejarahnya jangan sampai hilang. Justru itu nilai jualnya,” terang Arif.

Arsitektur khas kolonial yang masih tampak di bangunan utama pabrik akan dipertahankan dan menjadi elemen sentral dari destinasi ini.

Sementara ruang-ruang penunjang seperti galeri sejarah, pusat informasi budaya, dan amphitheater terbuka akan dibangun dengan pendekatan adaptif terhadap bangunan lama.

Potensi Ekonomi dan Edukasi Sekaligus

Pengembangan eks PG Karangsuwung sebagai destinasi heritage tidak hanya difokuskan pada peningkatan jumlah wisatawan, namun juga diharapkan mampu menggerakkan roda ekonomi lokal dan menjadi pusat edukasi sejarah.

Arif menyebutkan bahwa sejumlah komunitas sejarah dan akademisi telah menyatakan ketertarikannya untuk melakukan kajian dan riset di lokasi tersebut.

Hal ini menjadi peluang besar untuk menumbuhkan destinasi edukatif berbasis partisipasi masyarakat.

“Kita bisa kerja sama dengan kampus, komunitas, hingga pelajar untuk mengenalkan sejarah industri gula. Nantinya bisa jadi rujukan wisata edukasi tingkat nasional,” tuturnya.

Pengembangan juga akan disinergikan dengan pelestarian budaya lokal lainnya seperti kesenian tradisional, kegiatan adat, hingga kuliner khas Cirebon, yang akan dikemas dalam paket wisata terpadu.

Sementara itu, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Cirebon melalui kepala bidangnya menyatakan komitmen penuh untuk mendorong percepatan revitalisasi kawasan PG Karangsuwung.

Selain alokasi APBD, Disparbud juga membuka peluang kerja sama dengan investor swasta, khususnya di sektor hospitality dan konservasi bangunan bersejarah.

Saat ini, proses penyusunan master plan sudah mencapai 70 persen dan ditargetkan selesai dalam waktu dekat. Setelah itu, tahapan pembangunan fisik awal akan segera dimulai dengan mengutamakan prinsip sustainable tourism.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *