Rencana Stadion Internasional di Depok Terancam Batal, Konflik Lahan Tanah Merah Memanas di Pengadilan
adainfo.id – Proyek ambisius pembangunan stadion bertaraf internasional di kawasan Tanah Merah, Kelurahan Cipayung Jaya, Kota Depok, menghadapi ancaman serius.
Pasalnya, perseteruan hukum terkait status lahan di lokasi tersebut kembali memanas dalam sidang perkara perbuatan melawan hukum (PMH) di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Kamis (31/7/2025).
Perkara yang menyeret ahli waris Nji Mas Siti Aminah alias Nji Mas Ent Jeh alias Osah sebagai penggugat dan 7 pihak tergugat – terdiri dari perusahaan swasta, instansi pemerintah, hingga perorangan – serta 11 instansi sebagai turut tergugat, kini memasuki babak keterangan saksi dari pihak tergugat.
Saksi Tergugat Ditolak Hakim
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ira Rosalin, dengan anggota Zainul Hakim Zainuddin dan Hj Ultry Meilizayeni, sempat memanas ketika saksi dari PT Tjitajam (Tergugat II) yang bernama Antonius Edwin dihadirkan ke ruang sidang.
Namun, setelah identitas saksi diklarifikasi, majelis hakim menolak untuk mengambil sumpah karena yang bersangkutan merupakan pemegang saham mayoritas di PT Tjitajam melalui perusahaannya, PT Surya Megah Cakrawala.
“Karena saksi ini merupakan salah satu pemegang saham mayoritas di PT Tjitajam, maka kami menilai ada konflik kepentingan. Bila keterangannya tetap didengar, saksi tidak akan diambil sumpah,” tegas Ira Rosalin di ruang sidang.
Sementara itu, di luar ruang sidang, kuasa hukum PT Tjitajam, Reynold Thonak, menegaskan bahwa kliennya memiliki sertifikat hak guna bangunan (SHGB) No. 257/Cipayung Jaya atas lahan seluas 53,8 hektare yang kerap disebut Tanah Merah.
Ia menyebut, PT Tjitajam telah memenangkan 10 putusan pengadilan yang inkrah (berkekuatan hukum tetap), bahkan telah dieksekusi oleh pengadilan.
“Kami tidak mau berdebat soal penilaian hakim terhadap saksi. Namun kami tegaskan bahwa tanah ini telah kami menangkan berkali-kali di pengadilan.
Sertifikat kami sah, tidak ada hak tanggungan apapun selain catatan sita jaminan oleh PN Jakarta Timur sejak 1999,” jelas Reynold.
Ia juga menuding adanya oknum yang ‘mengondisikan’ pengakuan lahan oleh Satgas BLBI pada 2023 lewat perjanjian di bawah tangan, dan mempertanyakan dasar legalitas Satgas terhadap objek tanah yang diklaim.
Satgas BLBI Tak Lagi Diperpanjang, Kuasa Hukum Soroti Pemerintah
Reynold menyebut bahwa masa kerja Satgas BLBI sudah tidak diperpanjang lagi oleh Presiden Prabowo Subianto sejak Desember 2024.
Ia mempertanyakan keabsahan kuasa Satgas dalam perkara ini karena surat kuasa diterima Agustus 2024, padahal keberadaan Satgas berakhir di akhir tahun.
“Kalau memang negara serius memberantas mafia tanah, mulai dari kasus ini saja.
Bagaimana mungkin pemerintah melalui Pemkot Depok tetap ngotot membangun stadion di atas tanah milik pihak lain, padahal sudah ada putusan pengadilan yang inkrah?” sindirnya.
Reynold juga menyinggung peran instansi pemerintah seperti Dirjen AHU Kemenkumham dan ATR/BPN, yang menurutnya menjadi bagian dari masalah karena tidak konsisten menjalankan keputusan hukum yang sah.
Peringatan Keras untuk Pemkot Depok: Jangan Rampas Hak Orang
Lebih jauh, kuasa hukum PT Tjitajam memperingatkan Pemerintah Kota Depok, yang menurutnya ikut mempersulit penegakan hukum.
Ia menuding Pemkot Depok justru mengabaikan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dan tetap melanjutkan rencana pembangunan stadion.
“Kami tidak menghalangi pembangunan. Tapi jangan mengorbankan hak milik sah yang sudah diakui hukum. Jangan dengan semangat pembangunan, justru merampas hak rakyat,” ujar Reynold tegas.
Ia juga mengingatkan bahwa PN Depok sudah melakukan konstatering (pencocokan objek) dan menyusun berita acara eksekusi atas lahan tersebut sejak 2021.
Karena itu, ia meminta agar semua pihak duduk bersama menyelesaikan polemik ini secara hukum dan terbuka.
“Ayo duduk bersama. Jangan buat negara tampak lemah. Apakah kita mau membangun stadion megah di atas konflik tanah yang belum tuntas?” pungkasnya.