Eks Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis Resmi Jadi Tersangka Kasus Korupsi
adainfo.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon menetapkan eks Wali Kota Cirebon, Nashrudin Azis (NA) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Sekretariat Daerah (Setda) Kota Cirebon tahun anggaran 2016–2018.
Penetapan tersebut diumumkan pada Senin (08/09/2025), setelah penyidik menyatakan telah mengantongi minimal dua alat bukti sah.
Kepala Kejari Kota Cirebon, Muhamad Hamdan, menjelaskan bahwa keputusan menetapkan NA sebagai tersangka bukan langkah gegabah.
Penyidik telah mengumpulkan keterangan saksi, ahli, dokumen surat, hingga rekaman yang menguatkan keterlibatan tersangka.
“Peran tersangka NA adalah memerintahkan tim teknis kegiatan dan panitia penerima hasil pekerjaan untuk menandatangani berita acara penyerahan lapangan dan serah terima pada 19 November 2018. Dokumen itu menyatakan pekerjaan telah selesai 100 persen, padahal hingga Desember 2018 pekerjaan tersebut belum rampung,” tegas Hamdan.
Tindakan manipulatif tersebut diyakini menjadi pintu masuk terjadinya pencairan anggaran yang tidak semestinya.
Kerugian Negara Rp26,52 Miliar
Dari hasil audit investigasi, perbuatan tersangka menimbulkan kerugian negara yang fantastis, yakni mencapai Rp26,52 miliar.
Angka tersebut menjadi bukti nyata betapa proyek pembangunan yang seharusnya memberi manfaat besar justru berubah menjadi ladang praktik rasuah.
Atas tindakannya, Nashrudin Azis dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Hamdan menambahkan, status tersangka juga diikuti dengan penahanan. “Tersangka NA langsung ditahan di Rutan Kelas I Cirebon untuk 20 hari ke depan, guna memperlancar proses penyidikan,” ujarnya.
Peran Pihak Lain Masih Didalami
Meski sudah menetapkan tersangka utama, Kejari Kota Cirebon menegaskan bahwa penyidikan belum selesai.
Pihaknya masih mendalami kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain yang ikut menikmati atau memuluskan praktik korupsi tersebut.
“Kalau tidak ada penandatanganan, tidak mungkin ada pencairan anggaran selanjutnya. Jadi siapapun yang terlibat, insya Allah harus ikut bertanggung jawab,” jelas Hamdan.
Ia bahkan berharap tersangka NA mau membuka peran pihak lain.
“Harapan saya pada tersangka, berani buka-bukaan. Dalam pengembangan nanti, kalau memang ada indikasi dan alat bukti, siapapun harus ikut bertanggung jawab,” tambahnya.
Pernyataan itu membuka ruang bahwa bukan tidak mungkin ada nama pejabat lain, baik di level teknis maupun politis, yang ikut terseret dalam kasus korupsi gedung prestisius tersebut.
Modus Manipulasi Proyek Pembangunan
Kasus pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon bukan sekadar masalah administrasi.
Dari hasil penyidikan, modus yang dijalankan cukup sistematis.
Tersangka NA diduga secara sadar memberikan instruksi kepada tim teknis agar menandatangani dokumen fiktif yang menyatakan proyek rampung 100 persen.
Padahal, pada kenyataannya hingga akhir Desember 2018, banyak item pekerjaan belum selesai sesuai kontrak.
Akibat rekayasa dokumen tersebut, pencairan anggaran tetap berjalan tanpa hambatan.
Tidak hanya itu, penggunaan material pembangunan juga diduga tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang disepakati dalam kontrak.
Hal ini menyebabkan kualitas gedung jauh dari standar yang seharusnya, sehingga berpotensi menimbulkan kerugian jangka panjang bagi keuangan daerah dan masyarakat Cirebon.
Kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon menjadi perhatian luas masyarakat.
Bukan hanya karena nilai kerugian negara yang besar, tetapi juga karena figur Nashrudin Azis yang pernah menjabat sebagai orang nomor satu di Kota Udang.
Bagi publik, penetapan ini menjadi ujian besar bagi Kejari Kota Cirebon dalam menunjukkan konsistensi pemberantasan korupsi.
Apalagi, kasus ini menambah panjang daftar pejabat Cirebon yang tersandung kasus hukum.
Warga berharap Kejaksaan tidak berhenti pada penetapan tersangka semata, tetapi juga mampu mengusut hingga tuntas siapa pun yang terlibat.
Transparansi dan keberanian menindak pejabat tinggi diyakini akan memulihkan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
Pesan Tegas Kajari Cirebon
Di akhir konferensi pers, Kajari Hamdan menegaskan kembali komitmen institusinya.
“Kami tidak akan pandang bulu dalam menangani perkara korupsi. Siapa pun yang terbukti bersalah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum,” tegasnya.
Baginya, kasus Gedung Setda bukan sekadar perkara hukum, melainkan juga momentum untuk mengingatkan bahwa penyalahgunaan kewenangan pejabat publik membawa dampak buruk bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.