Operasi SAR Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Masuki Hari Keempat, Tim Kerahkan Crane
adainfo.id – Memasuki hari keempat operasi pencarian dan pertolongan (SAR) korban runtuhnya bangunan di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Kabupaten Sidoarjo, pada Kamis (2/10/2025), tim SAR gabungan mulai mengerahkan alat berat berupa crane. Langkah ini diambil setelah serangkaian assessment menyatakan nihil tanda-tanda kehidupan di bawah reruntuhan.
SAR Mission Coordinator (SMC), Laksamana Pertama TNI Yudhi Bramantyo, menjelaskan bahwa penggunaan crane menjadi opsi setelah tim rescue BASARNAS melaksanakan tiga fase assessment secara berlapis pada Rabu (1/10/2025) malam.
“Keputusan ini bukan diambil tergesa-gesa, melainkan berdasarkan hasil pemeriksaan menyeluruh menggunakan berbagai metode dan peralatan. Kami pastikan proses evakuasi berjalan aman, meskipun situasi di lapangan sangat menantang,” ujar Bramantyo.
Tiga Fase Assessment SAR
Fase pertama yang dilakukan tim rescue BASARNAS ialah pengecekan tanda-tanda kehidupan secara manual di Site A1, A2, dan A3. Tim memanggil korban secara bergantian, berharap ada respons suara atau pergerakan dari balik reruntuhan. Namun, hasilnya nihil.
Selanjutnya, pada fase kedua, tim memanfaatkan search camera yang dimasukkan ke dalam celah reruntuhan hingga kedalaman lima meter. Hasil pemantauan kamera juga tidak menunjukkan adanya tanda kehidupan.
Fase ketiga dilanjutkan dengan wall scan suffer 400, alat pemindai yang dapat mendeteksi keberadaan manusia di balik dinding beton. Alat ini mampu merekam pernapasan maupun denyut nadi jika ada korban hidup di balik material padat. Namun, hasil pemeriksaan kembali menunjukkan ketiadaan respons.
Gunakan Seismic Scanner dan Drone Thermal
Tidak berhenti pada tiga fase tersebut, tim rescue BASARNAS memperkuat pencarian dengan multi search seismic scanner, peralatan canggih yang berfungsi menangkap getaran maupun suara kecil dari dalam reruntuhan. Seismic scanner ini dirancang untuk mengidentifikasi keberadaan manusia yang mungkin masih hidup di bawah puing-puing.
“Selama assessment dan reassessment, area lokasi reruntuhan disterilisasi total. Tidak boleh ada suara tambahan yang bisa mengganggu akurasi deteksi. Semua personel kami arahkan untuk menjaga ketenangan penuh,” jelas Bramantyo.
Secara paralel, tim dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga mengerahkan drone thermal. Drone ini membantu memperluas area pencarian dari udara dengan mendeteksi sumber panas tubuh manusia. Namun, drone thermal juga tidak mendapati tanda-tanda kehidupan.
Crane Mulai Dikerahkan
Dengan hasil pemeriksaan yang konsisten menunjukkan nihil korban hidup, tim SAR gabungan bersama pihak keluarga akhirnya menyepakati penggunaan crane untuk memindahkan material reruntuhan dari bagian atas bangunan.
Penggunaan crane dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan aspek keselamatan tim di lapangan. Setiap material besar yang diangkat harus melalui koordinasi ketat agar tidak menimbulkan longsoran tambahan.
Selain crane, tim gabungan juga memasang shoring atau penyangga di titik rawan. Langkah ini penting untuk menjaga kestabilan sisa bangunan, mencegah potensi runtuhan susulan yang bisa membahayakan para petugas SAR.
“Keselamatan tim menjadi prioritas utama. Setiap gerakan crane selalu diawasi ketat oleh personel teknis dan rescue untuk memastikan tidak ada risiko tambahan,” kata Bramantyo.
Operasi SAR ini melibatkan ratusan personel dari berbagai unsur, termasuk BASARNAS, TNI, Polri, BNPB, relawan, hingga unsur pemerintah daerah. Masing-masing memiliki peran khusus, mulai dari pengoperasian alat berat, pencarian manual, logistik, hingga layanan kesehatan darurat.
Menurut laporan lapangan, medan yang dihadapi cukup kompleks. Struktur bangunan pondok pesantren terdiri dari beton bertulang, membuat proses evakuasi tidak bisa dilakukan dengan cepat. Selain itu, kondisi cuaca yang sempat hujan juga memperlambat proses evakuasi.
Meski demikian, koordinasi antarinstansi berjalan relatif lancar. Komando operasi selalu mengedepankan prinsip keselamatan, efektivitas, dan transparansi informasi kepada keluarga korban maupun publik.
Dukungan Keluarga dan Masyarakat
Pihak keluarga korban turut mendukung keputusan tim SAR untuk menggunakan crane. Mereka menyadari bahwa peluang menemukan korban dalam kondisi hidup semakin kecil setelah empat hari berlalu tanpa tanda kehidupan.
Sejumlah keluarga yang menunggu di posko pengungsian menyampaikan apresiasi terhadap upaya tanpa lelah yang dilakukan tim gabungan. Doa dan dukungan moral terus diberikan agar evakuasi berjalan lancar.
Sementara itu, masyarakat sekitar pondok pesantren juga bahu-membahu memberikan bantuan logistik seperti makanan, minuman, hingga perlengkapan medis sederhana. Hal ini mencerminkan solidaritas warga Sidoarjo dalam menghadapi tragedi kemanusiaan tersebut.
Tim SAR menegaskan bahwa proses evakuasi tidak semata-mata berorientasi pada kecepatan, melainkan pada keselamatan tim dan penghormatan terhadap korban.
“Setiap tindakan yang kami lakukan mempertimbangkan risiko yang ada. Tidak bisa terburu-buru. Reruntuhan pondok pesantren ini cukup berat dan berlapis. Salah langkah bisa membahayakan puluhan orang di lapangan,” tegas Bramantyo.
Ke depan, setelah proses evakuasi material atas selesai, tim akan melanjutkan pencarian ke lapisan lebih dalam. Semua kemungkinan masih terbuka, meskipun peluang menemukan korban hidup semakin tipis.