KAG Guncang Fujian, Lir Ilir Bawa Nuansa Nusantara ke Panggung Musik Dunia
adainfo.id – Suara gamelan berpadu dengan nuansa jazz dan blues menggema di Fujian, China. Dari panggung megah Asia Pacific Music Festival (APMF) 2025, tembang legendaris Lir Ilir yang berasal dari tanah Jawa mengguncang ribuan penonton internasional.
Musik yang biasa terdengar di surau dan panggung tradisional itu kini menembus batas budaya, menggaung di tengah festival musik dunia.
Tembang tersebut dibawakan oleh Sanggar Ki Ageng Ganjur (KAG), kelompok musik akulturatif asal Yogyakarta yang selama ini dikenal karena eksperimennya memadukan musik tradisional Nusantara dengan warna modern dunia.
Mereka tampil pada hari pertama sesi kedua festival yang berlangsung di Mazu Meizhou Square, Fujian, pada 4–6 Oktober 2025.
Festival musik internasional ini digelar oleh China International Communication Group (CICC) melalui divisi Center for Asia Pacific Culture, dengan dukungan pemerintah lokal Fujian.
Tahun ini, 20 kelompok musik dari berbagai negara Asia Pasifik hadir memeriahkan panggung besar dan megah tersebut.
APMF sendiri bukan festival tahunan, melainkan diselenggarakan berdasarkan keputusan panitia penyelenggara dan antusiasme global terhadap pertukaran budaya Asia Pasifik.
Meski begitu, setiap kali digelar, festival ini selalu menjadi magnet bagi pecinta musik lintas budaya. Penampilan KAG menjadi salah satu yang paling ditunggu.
Grup ini membuka aksinya dengan komposisi Sound of Peace karya Dwiki Dharmawan, yang menggambarkan dialog harmoni antara Barat dan Timur, tradisional dan modern.
Spirit perdamaian ini yang terkandung dalam komposisi ini sehingga dinamai Sound of Peace.
Tembang Lir Ilir Membius Ribuan Penonton
Ketika tembang Lir Ilir mulai dimainkan, ribuan penonton dari berbagai negara tampak tertegun.
Mereka bergoyang pelan, meski tak memahami makna lirik yang dinyanyikan dalam bahasa Jawa.
Suara vokal khas berpadu dengan irama gamelan Bali, petikan gitar elektrik, serta denting saxophone menciptakan atmosfer yang memukau.
Pengunjung yang memenuhi arena terbuka di Fujian larut dalam keindahan musikalitas khas Nusantara.
Suasana berubah hangat ketika KAG juga membawakan medley lagu-lagu daerah Indonesia.
Seperti Yamko Rambe Yamko, Anging Mammiri, dan Ampar-Ampar Pisang, dalam aransemen modern penuh warna.
Perpaduan Musik Nusantara dan Dunia
Tidak berhenti pada tembang tradisional, KAG juga membawakan beberapa lagu populer dunia dengan aransemen etnik Nusantara.
Lagu Wind of Change, Sweet Child O’ Mine, dan Heal The World dibawakan dengan kolaborasi unik antara lead gitar, keyboard, saxophone, dan alat musik tradisional seperti gamelan, suling bambu, serta angklung.
Penonton semakin antusias saat KAG menyanyikan dua lagu Mandarin terkenal, Yue Liang Dai dan Tian Mi Mi, yang diaransemen dengan nuansa musik etnik Indonesia.
Semua penonton berdiri, bernyanyi, dan menari bersama di bawah cahaya lampu panggung yang megah.
Apresiasi dari Panitia dan Penonton Internasional
Usai tampil, tepuk tangan panjang menggema. Liu, salah satu supervisor APMF, turun langsung ke panggung menyambut para musisi KAG.
Liu menyalami satu per satu personel sambil mengucapkan terima kasih atas penampilan luar biasa mereka. Tanggapan positif juga datang dari Tao, manajer promosi festival.
“Penampilan KAG kali ini memberikan warna lain dari festival musik tahun ini. Sentuhan nuansa etnik-tradisional dalam komposisi musik modern membuat warna musik menjadi semakin unik dan menarik,” ujar Tao dalam keterangan sanggar KAG, Senin (06/10/2025).
Sementara itu, Li Pei Feng dari Cheng Ho Museum, yang menjadi inisiator dan sponsor kehadiran KAG di ajang ini, turut memberikan apresiasi tinggi.
Li Pei Feng menyebut kehadiran KAG sebagai jembatan kebudayaan antara Indonesia dan China.
“Melalui event ini, KAG telah memperkenalkan musik dan budaya Indonesia kepada masyarakat dunia, khususnya masyarakat China. Saya akan terus memperkenalkan KAG dan budaya Islam Nusantara kepada masyarakat China,” ucap Li kepada Ngatawi Al Zastrouw, Ketua Tim Misi Kebudayaan KAG.
Kebanggaan Musik Tradisional Indonesia di Mata Dunia
Rasa haru dan bangga juga disampaikan oleh Zastrouw. Ia mengaku tak menyangka tembang-tembang tradisional mendapat sambutan sehangat itu di luar negeri.
“Kami tidak mengira akan mendapat respon dan apresiasi sebesar ini saat kami membawakan lagu daerah Nusantara. Ini benar-benar kejutan bagi kami,” kata Zastrouw.
Bagi Zastrouw. sambutan meriah dari publik internasional menjadi bukti nyata bahwa musik tradisional Indonesia memiliki daya saing tinggi di panggung dunia.
“Musik etnik Nusantara dapat bergema di panggung internasional dan diterima masyarakat dunia. Saya bersyukur misi kebudayaan yang dibawa Ki Ageng Ganjur kali ini dapat terlaksana dengan sukses,” ungkap Zastrouw.
Fenomena Lir Ilir di APMF 2025 bukan sekadar penampilan musik, melainkan momentum penting bagi diplomasi budaya Indonesia.
Lagu itu menunjukkan bahwa musik tradisional tak lekang oleh waktu dan mampu beradaptasi dengan selera global.
Komposisi musik kreatif yang dikemas secara inovatif membuat tembang Jawa ini berdiri sejajar dengan karya-karya modern dunia.
Dari Yogyakarta ke Fujian, Lir Ilir kini bukan hanya tembang religi penuh makna, melainkan simbol bahwa budaya Nusantara mampu berbicara dengan bahasa universal yaitu musik.