Fenomena La Nina 2025, BMKG Ungkap Ini
adainfo.id – Fenomena iklim global La Nina yang dikenal sebagai pemicu meningkatnya curah hujan diperkirakan akan kembali memengaruhi Indonesia pada akhir tahun 2025.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut, tanda-tanda awal kemunculan La Nina mulai terdeteksi berdasarkan hasil pemantauan dan model iklim terbaru.
Dalam laporan resmi bertajuk Prediksi Musim Hujan 2025/2026 di Indonesia, BMKG mengungkap bahwa secara umum kondisi El Nino Southern Oscillation (ENSO) diproyeksikan berada dalam fase Netral sepanjang tahun 2025.
Namun, sebagian kecil model iklim global menunjukkan potensi munculnya La Nina lemah menjelang akhir tahun.
“Namun demikian, terdapat sebagian kecil model iklim global yang memprediksi akan datangnya La Nina lemah di akhir tahun 2025,” ungkap BMKG dalam laporan tersebut, dikutip melalui laman resminya, Selasa (07/10/2025).
La Nina dan Dampaknya terhadap Cuaca Indonesia
La Nina merupakan fenomena iklim yang ditandai oleh suhu permukaan laut yang lebih rendah dari normal di wilayah Samudra Pasifik bagian tengah dan timur.
Kondisi ini berlawanan dengan fenomena El Nino, yang ditandai dengan peningkatan suhu permukaan laut.
Dampak dari La Nina bagi Indonesia umumnya berupa peningkatan curah hujan yang signifikan di berbagai wilayah.
Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya aktivitas konveksi awan hujan akibat suhu laut yang lebih dingin.
Kemudian tekanan udara yang lebih rendah di sekitar wilayah Indonesia bagian barat dan tengah.
BMKG menjelaskan, kondisi La Nina lemah di akhir 2025 dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan curah hujan di sejumlah daerah, terutama di wilayah barat Indonesia.
Sementara itu, fenomena lain yang turut memengaruhi cuaca di Tanah Air, yakni Indian Ocean Dipole (IOD), saat ini berada pada fase negatif dan diperkirakan akan bertahan hingga November 2025.
Kombinasi antara potensi La Nina dan IOD negatif ini, menurut BMKG, dapat menyebabkan peningkatan curah hujan di atas normal pada periode transisi menuju musim hujan di beberapa wilayah Indonesia.
Musim Hujan Diprediksi Datang Lebih Awal dan Lebih Panjang
BMKG juga memprediksi bahwa musim hujan 2025/2026 akan datang lebih awal dibandingkan kondisi normalnya.
Dalam laporan tersebut dijelaskan, puncak musim hujan diperkirakan terjadi pada November hingga Desember 2025 untuk wilayah Indonesia bagian barat, serta Januari hingga Februari 2026 untuk wilayah bagian selatan dan timur.
“Puncak musim hujan 2025/2026 diprediksi banyak terjadi pada bulan November hingga Desember 2025 di Indonesia bagian barat, dan bulan Januari hingga Februari 2026 di Indonesia bagian selatan dan timur. Puncak musim hujan diprediksi sama hingga maju (terjadi lebih awal) dibandingkan dengan kondisi biasanya,” tulis BMKG dalam laporan tersebut.
Selain datang lebih cepat, durasi musim hujan kali ini juga diperkirakan akan berlangsung lebih panjang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Kondisi ini berpotensi memengaruhi sektor pertanian, perkebunan, serta aktivitas ekonomi yang bergantung pada cuaca.
Sebaran Wilayah yang Terpengaruh
Menurut BMKG, awal musim hujan di Indonesia tidak terjadi secara serentak.
Sebanyak 333 Zona Musim (ZOM), atau sekitar 47,6 persen wilayah Indonesia, diprediksi akan memasuki musim hujan antara September hingga November 2025.
Sebagian wilayah di Sumatera dan Kalimantan bahkan telah lebih dulu mengalami peningkatan curah hujan sebelum September.
Setelah itu, musim hujan akan meluas secara bertahap ke wilayah selatan dan timur Indonesia, seperti Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Maluku.
Dibandingkan dengan rata-rata klimatologisnya, musim hujan kali ini diperkirakan maju lebih awal di sebagian besar wilayah Indonesia.
Sebanyak 294 ZOM atau 42,1 persen wilayah diperkirakan akan mengalami pergeseran awal musim hujan menuju waktu yang lebih cepat.
Sementara itu, kategori sifat musim hujan 2025/2026 umumnya diprediksi berada pada kategori normal.
Artinya curah hujan tidak terlalu ekstrem, meski beberapa daerah berpotensi mengalami peningkatan intensitas hujan di atas rata-rata.