Kenapa Siang Panas Terik tapi Malam Hujan? BMKG Jelaskan Fenomenanya
adainfo.id – Beberapa pekan terakhir, masyarakat di berbagai wilayah Indonesia merasakan suhu panas menyengat pada siang hari dan hujan deras pada malam hari.
Fenomena cuaca yang terasa kontras ini memunculkan banyak pertanyaan di kalangan publik.
Terutama terkait penyebab di balik suhu ekstrem yang mencapai 37 derajat Celsius.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa fenomena tersebut merupakan kondisi alamiah akibat peralihan musim dan dinamika atmosfer yang kompleks.
Bukan karena gelombang panas sebagaimana yang terjadi di negara-negara subtropis.
Menurut penjelasan BMKG, suhu udara tinggi yang dirasakan masyarakat masih dalam batas normal untuk wilayah tropis seperti Indonesia, meski terasa tidak nyaman.
Bukan Gelombang Panas, Ini Penjelasan BMKG
BMKG menegaskan, cuaca panas yang terjadi saat ini bukanlah gelombang panas (heatwave).
Fenomena heatwave biasanya terjadi di wilayah subtropis dengan ciri suhu meningkat ekstrem dan bertahan lebih dari lima hari berturut-turut tanpa penurunan signifikan pada malam hari.
Indonesia, dengan karakter iklim tropisnya, mengalami fluktuasi suhu siang dan malam yang cukup besar.
Hal inilah yang membuat suhu panas di siang hari sering kali disusul oleh hujan deras menjelang malam.
“Meski panas dominan, BMKG memprakirakan potensi hujan lokal akibat aktivitas konvektif masih dapat terjadi pada sore hingga malam hari di sejumlah wilayah,” tulis BMKG dalam akun Instagram resminya, dikutip Sabtu (18/10/2025).
BMKG mencatat, suhu udara di beberapa wilayah perkotaan besar di kisaran 34 hingga 37 derajat Celsius.
Sedangkan di Majalengka dan Boven Digoel, suhu maksimum bahkan mencapai 37,6 derajat Celsius.
Posisi Semu Matahari Jadi Faktor Utama
Salah satu penyebab utama meningkatnya suhu udara saat ini adalah posisi semu Matahari.
BMKG menjelaskan bahwa posisi semu Matahari kini sedang berada sedikit di selatan ekuator.
Yang artinya sinar Matahari jatuh lebih tegak lurus ke wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan.
Kondisi ini menyebabkan radiasi sinar Matahari yang diterima permukaan bumi menjadi lebih intens.
Sehingga suhu terasa lebih panas terutama pada siang hari.
Selain itu, BMKG memperkirakan fenomena ini masih akan berlangsung hingga akhir Oktober atau awal November 2025.
Hal tersebut tergantung pada waktu masuknya musim hujan di masing-masing daerah.
Pengaruh Angin Kering dari Australia
Selain faktor posisi Matahari, BMKG juga menyebut adanya pengaruh angin timuran dari Benua Australia.
Angin ini membawa massa udara kering yang membuat pembentukan awan berkurang.
Udara yang kering menyebabkan langit menjadi cerah dan intensitas penyinaran Matahari meningkat.
Karena awan berfungsi sebagai penghalang alami sinar Matahari, minimnya tutupan awan membuat suhu di permukaan bumi meningkat secara signifikan.
Angin dari Australia yang membawa udara kering membuat awan sulit terbentuk.
Sehingga sinar Matahari langsung mengenai permukaan bumi dan menimbulkan efek panas terik.











