Wali Kota Cirebon dan Maruarar Sirait Kompak Dorong Akselerasi Rumah Layak untuk Warga
adainfo.id – Dikenal sebagai kota kecil dengan luas hanya 39,398 kilometer persegi, Cirebon menyimpan persoalan besar dalam sektor perumahan.
Di tengah kepadatan penduduk, kebutuhan akan hunian layak menjadi tantangan utama bagi pemerintah daerah.
Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, mengakui bahwa penyediaan rumah di wilayah yang terbatas memerlukan strategi dan sinergi lintas sektor.
“Ini adalah pekerjaan yang membutuhkan sinergi luar biasa,” ujar Effendi Edo dalam sambutannya saat menerima kunjungan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait di Kantor Gubernur Jabar Bale Jaya Dewata, Kamis (30/10/2025) sore.
Edo menyebut, pembangunan perumahan rakyat bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga soal martabat warga dan keadilan sosial.
12 Persen Warga Cirebon Belum Memiliki Rumah
Data Pemerintah Kota Cirebon mencatat, dari 90.749 Kepala Keluarga (KK) yang terdaftar, 11.179 KK atau 12,31 persen di antaranya belum memiliki rumah tetap.
Kebutuhan rumah baru juga meningkat setiap tahun seiring pertumbuhan penduduk usia produktif.
“Perjuangan menyediakan rumah layak bukan hanya soal pembangunan fisik, tetapi soal komitmen dan tanggung jawab moral untuk mewujudkan Kota Cirebon yang Setara dan Berkelanjutan,” ujar Edo.
Pemkot Dukung Program Nasional 3 Juta Rumah
Untuk menjawab tantangan itu, Pemerintah Kota Cirebon menyatakan dukungan penuh terhadap Program Nasional 3 Juta Rumah yang digagas pemerintah pusat. Hingga 2025, telah berdiri 23 proyek perumahan subsidi yang menambah 3.239 unit hunian baru di wilayah Cirebon.
Selain membangun fisik, Pemkot juga memperkuat kebijakan pendukung, seperti pembebasan PBB dan BPHTB bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sesuai dengan ketentuan SKB Tiga Menteri.
Di Perumahan Kiandra Pak Tahap 2, misalnya, dengan total 538 unit rumah MBR, Pemkot telah menyetujui 13 permohonan pembebasan BPHTB dengan nilai keringanan mencapai Rp55,9 juta.
Edo menegaskan bahwa kolaborasi antara pemerintah daerah dan pengembang sangat penting untuk menjaga kesinambungan program ini.
Fokus pada Penanganan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH)
Selain pembangunan rumah baru, Pemkot juga menaruh perhatian besar terhadap rumah tidak layak huni (RTLH).
Sejumlah program dijalankan melalui berbagai sumber pendanaan.
Dari APBN, ada 49 unit rumah yang mendapat bantuan stimulan masing-masing senilai Rp20 juta. Dari APBD Provinsi, terdapat 60 unit rumah yang mendapatkan bantuan dengan nilai serupa.
Sementara dari APBD Kota Cirebon, dialokasikan dana untuk 162 unit rumah, dengan 117 unit telah terealisasi hingga Agustus 2025.
Edo menyebut bahwa upaya ini tidak bisa berdiri sendiri. Karena itu, Pemkot juga mendorong kerja sama antara bank penyalur dan pengembang agar pembiayaan FLPP dan KUR perumahan bisa diakses lebih mudah oleh masyarakat kecil.
Masalah PSU Masih Jadi Pekerjaan Rumah Besar
Meski capaian pembangunan terus meningkat, masih ada masalah klasik yang belum terselesaikan, yakni Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) yang belum diserahkan pengembang kepada pemerintah.
“Kami mencatat, dari 147 perumahan di Kota Cirebon, 128 di antaranya belum menyerahkan aset PSU kepada pemerintah daerah,” jelas Edo.
Ia menegaskan, penyerahan PSU penting untuk menjamin keberlanjutan lingkungan dan hak publik atas fasilitas umum seperti jalan, drainase, taman, serta ruang sosial.
“Kami berharap dukungan pemerintah pusat agar persoalan PSU ini bisa segera terselesaikan,” tambahnya.
Maruarar Sirait: Rumah untuk Rakyat, Penggerak Ekonomi Nasional
Dalam kesempatan yang sama, Menteri PKP Maruarar Sirait memberikan apresiasi atas keseriusan Pemkot Cirebon dalam mendukung program perumahan rakyat.
Menurutnya, sektor perumahan bukan hanya menjawab kebutuhan dasar, tapi juga menggerakkan roda ekonomi nasional.
“Program perumahan rakyat bukan hanya soal rumah, tapi juga membuka lapangan kerja dan menumbuhkan ekonomi rakyat,” ujar Bang Ara, sapaan akrabnya.
Ia menyoroti pentingnya akses pembiayaan yang adil bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Maruarar menekankan agar rakyat kecil tidak lagi terjerat pinjaman dengan bunga tinggi.
“Kita ingin ibu-ibu tidak lagi meminjam uang kepada rentenir yang bunganya mencekik. Dengan kolaborasi bersama SMF dan PNM, pembiayaan perumahan bisa lebih ringan dan adil,” ucapnya.
Bang Ara juga mengapresiasi langkah sejumlah bank daerah dan swasta yang ikut menyalurkan pembiayaan KPR FLPP, sehingga manfaat rumah subsidi semakin luas dirasakan masyarakat.
“Ini bukti bahwa rumah subsidi bukan hanya program sosial, tapi juga bagian dari sektor ekonomi yang produktif,” tambahnya.
Kuota Rumah Subsidi Nasional Naik Signifikan
Dalam kunjungannya ke Cirebon, Maruarar juga mengumumkan peningkatan kuota rumah subsidi nasional dari 220 ribu menjadi 350 ribu unit.
Kenaikan ini dimungkinkan berkat penurunan suku bunga kewajiban dari 5 persen menjadi 4 persen.
“Ini adalah capaian besar dalam sejarah program perumahan rakyat. Dan kami ingin Jawa Barat, termasuk Cirebon, menjadi salah satu penerima manfaat utama,” jelas Maruarar Sirait.
Menutup kegiatan tersebut, Wali Kota Effendi Edo menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor dalam mewujudkan hunian layak bagi seluruh warga Kota Cirebon.
Ia mengajak seluruh pihak untuk berkolaborasi mendukung program pemerintah pusat.
“Mari kita kuatkan sinergi antara pusat, provinsi, dan daerah. Semoga kunjungan Menteri hari ini membawa inspirasi dan solusi nyata bagi kemajuan perumahan di Kota Cirebon,” ujarnya.
Bagi Edo, setiap rumah yang berdiri bukan sekadar bangunan, tetapi simbol martabat dan harapan warga Cirebon menuju kota yang setara dan berkelanjutan.


 
											 
											
 
							    					

 
							    					


 
											


 
								            											
																					 
								            										 
								            										 
								            										 
								            										