Pemerintah Fokus Pulihkan Kondisi Anak Pasca Insiden Ledakan SMAN 72 Jakarta

ARY
Ilustrasi Menteri PPPA Arifah Fauzi tegaskan keselamatan dan pemulihan anak usai ledakan di SMAN 72 Jakarta. (Foto: Kementerian PPPA)

adainfo.id – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menaruh perhatian serius terhadap tragedi ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta.

Menteri PPPA, Arifah Fauzi, menegaskan bahwa keselamatan dan pemulihan anak-anak menjadi prioritas utama pemerintah dalam menangani dampak insiden tersebut.

“Kami menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas insiden tersebut dan korbannya adalah anak-anak di lingkungan sekolah yang harusnya mereka merasa aman. Ini adalah peristiwa yang mengejutkan kita semua,” kata Menteri PPPA dalam keterangannya dikutip Minggu (09/11/2025).

Menurut Arifah, sekolah sejatinya merupakan tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk tumbuh, belajar, dan berkembang.

Ia menekankan bahwa setiap pihak memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan lingkungan pendidikan benar-benar bebas dari ancaman.

“Keselamatan anak harus menjadi perhatian utama semua pihak. Sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi ruang aman bagi tumbuh kembang anak,” jelasnya.

Kementerian PPPA Koordinasi dengan Pemprov DKI dan Lembaga Terkait

Dalam waktu singkat setelah kejadian, Kementerian PPPA langsung melakukan koordinasi intensif dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP).

Langkah cepat ini dilakukan untuk memastikan seluruh kebutuhan korban, baik medis maupun psikososial, dapat tertangani dengan baik.

Tim layanan dan UPTD PPA bersama jejaring psikolog serta tenaga pendamping profesional telah dikerahkan untuk memberikan dukungan psikososial kepada para siswa yang mengalami trauma.

Selain itu, Kementerian PPPA juga memastikan bahwa informasi dan kebutuhan medis bagi keluarga korban dapat disalurkan secara cepat dan tepat.

“Kami juga terus menjalin koordinasi dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, aparat keamanan, serta pihak sekolah untuk memastikan penanganan berjalan cepat, terarah, dan berorientasi pada kepentingan terbaik bagi anak,” paparnya

Ia menekankan bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi kunci utama dalam menghadapi situasi darurat seperti ini.

Setiap langkah yang diambil, kata Arifah, tidak hanya berfokus pada pemulihan fisik, tetapi juga memperhatikan kondisi mental dan emosional anak-anak terdampak.

“Pentingnya kerja lintas sektor agar setiap langkah yang diambil tidak hanya berfokus pada pemulihan fisik, tetapi juga kondisi mental dan emosional anak-anak yang terdampak,” bebernya.

Penguatan Sekolah Ramah Anak dan Sistem Perlindungan Dini

Menteri PPPA menilai bahwa peristiwa di SMAN 72 Jakarta menjadi pengingat kuat tentang pentingnya memperkuat sistem perlindungan anak di lingkungan pendidikan.

Menurutnya, keamanan sekolah tidak boleh ditawar dalam kondisi apa pun.

Arifah menegaskan komitmen Kemen PPPA untuk memperluas dan memperkuat implementasi program Sekolah Ramah Anak di seluruh Indonesia.

Program ini tidak hanya mencakup pengawasan terhadap kekerasan fisik, tetapi juga sistem anti-perundungan dan deteksi dini terhadap tekanan psikologis atau perilaku berisiko pada siswa.

“Kami menegaskan tidak ada toleransi terhadap segala bentuk ancaman yang membahayakan anak. Karena itu, pemerintah daerah, sekolah, dan masyarakat perlu memperkuat kewaspadaan dan memastikan sistem perlindungan anak berjalan tanpa celah,” ujarnya.

Dalam hal ini, Kemen PPPA juga mendorong semua pihak untuk memastikan setiap sekolah memiliki mekanisme tanggap darurat dan edukasi keamanan dasar bagi siswa.

Hal ini dinilai penting agar anak-anak memahami cara bertindak ketika menghadapi situasi berisiko.

Pemulihan Psikologis Anak Jadi Fokus Utama

Selain penanganan medis terhadap korban luka, Kementerian PPPA menaruh perhatian besar pada pemulihan psikologis para siswa.

Anak-anak yang menjadi saksi maupun korban insiden berpotensi mengalami trauma, kecemasan, dan ketakutan berkepanjangan.

Untuk itu, Kemen PPPA menugaskan psikolog anak serta konselor profesional guna memberikan pendampingan emosional di sekolah.

Pendekatan ini diharapkan dapat membantu anak-anak kembali merasa aman dan nyaman di lingkungan belajar mereka.

Kementerian juga mengimbau agar pihak sekolah dan keluarga membuka ruang komunikasi yang hangat dan responsif bagi anak-anak.

Langkah ini diperlukan agar setiap anak merasa didengar, dihargai, dan mampu mengungkapkan perasaannya tanpa tekanan.

Kementerian PPPA mendorong sekolah dan keluarga untuk membuka ruang komunikasi yang hangat dan responsif, sehingga anak dapat merasa aman dan didengar.

Ia menambahkan, dalam proses pemulihan ini, peran perempuan memiliki posisi penting.

Baik sebagai ibu, guru, maupun psikolog, perempuan berperan besar dalam membantu anak-anak melewati masa sulit pascatrauma.

“Dalam proses pemulihan, peran perempuan menjadi sangat penting. Perempuan sebagai ibu, guru, maupun psikolog memegang peranan sentral dalam mendampingi anak melewati masa trauma,” tuturnya.

Penguatan Ketahanan Keluarga dan Sekolah Aman

Arifah menegaskan bahwa keluarga dan sekolah harus menjadi dua pilar utama dalam menjaga keamanan anak.

Ketika perempuan dan keluarga berdaya, kata dia, maka ketahanan emosional anak pun akan meningkat.

“Ketika perempuan berdaya dalam menjaga kondisi emosional anak, ketahanan keluarga dan lingkungan sekolah pun akan semakin kuat. Sekolah yang aman dan anak yang terlindungi adalah fondasi Indonesia Kuat,” tandasnya.

Melalui berbagai program yang dijalankan, Kemen PPPA berkomitmen membangun sistem perlindungan anak yang menyeluruh dan berkelanjutan.

Tujuannya agar setiap anak di Indonesia, tanpa terkecuali, dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang aman, sehat, serta mendukung masa depan mereka.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *