Pemdes Melakasari Desak Pemkab Cirebon Tindak Tegas Masalah Sampah Kiriman
adainfo.id – Pemerintah Desa (Pemdes) Melakasari, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon untuk segera mengambil langkah konkret dalam menangani persoalan sampah kiriman yang terus menumpuk di saluran sekunder desa.
Permasalahan yang telah berlangsung bertahun-tahun ini memicu keresahan warga, sekaligus mengancam kelancaran sistem irigasi, ketahanan pertanian, dan sanitasi lingkungan.
Saluran sekunder sepanjang kurang lebih 100 meter di Desa Melakasari menjadi titik rawan penumpukan sampah setiap kali hujan turun.
Berbagai jenis sampah rumah tangga terbawa dari hulu, menumpuk, menyumbat aliran air, dan menimbulkan aroma tidak sedap.
Kondisi ini bukan hanya membuat lingkungan terlihat kumuh, tetapi juga memperbesar risiko banjir yang berpotensi merusak lahan pertanian serta permukiman warga setempat.
Warga menilai persoalan ini semakin memprihatinkan karena tidak ada penanganan menyeluruh dari pemerintah daerah.
Meskipun sudah dilakukan pembersihan secara rutin oleh masyarakat dan pemerintah desa, sampah terus datang dalam jumlah besar sehingga upaya mandiri ini tidak cukup untuk memberikan perubahan jangka panjang.
Pemdes Melakasari Minta Solusi Nyata dari Pemkab Cirebon
Kuwu Melakasari, Sohibi, menyampaikan kekecewaannya terhadap minimnya respons konkret dari Pemkab Cirebon dalam menangani masalah yang seakan tidak kunjung selesai tersebut.
Ia menilai pemerintah daerah lebih sering memberikan kajian dan rencana tanpa tindakan lapangan yang jelas.
“Kami tidak butuh kajian, yang kami butuhkan solusi atasi sampah kiriman di saluran sekunder di desa kami,” tegas Sohibi, Kamis (20/11/2025).
Menurutnya, masyarakat bersama Pemdes Melakasari telah berulang kali menggelar gotong royong membersihkan sampah.
Namun, tanpa adanya tindakan komprehensif dari pemerintah kabupaten, upaya swadaya masyarakat ini tidak cukup untuk mencegah penumpukan sampah dari hulu.
Sohibi menambahkan, masyarakat sudah kelelahan dengan kondisi yang terus berulang. Setiap kali dilakukan pembersihan, tumpukan sampah kembali muncul dalam jumlah lebih besar ketika terjadi hujan lebat. Kondisi tersebut menghambat fungsi saluran irigasi yang vital bagi sektor pertanian di wilayah Melakasari.
Setiap Hujan, Puluhan Ton Sampah Terbawa dari Hulu
Sohibi mengungkapkan bahwa volume sampah yang terbawa dari wilayah hulu bukan sekadar hitungan kecil. Ia memperkirakan puluhan ton sampah dapat terbawa ke wilayah desanya ketika debit air meningkat.
Sampah tersebut mengalir melalui saluran sekunder dan kemudian menumpuk di beberapa titik yang alirannya paling melambat.
Untuk meminimalisasi dampak sampah kiriman, Pemdes Melakasari telah membentuk tim penanganan sampah irigasi berbasis swadaya masyarakat.
Mereka bekerja secara rutin untuk mengangkat sampah dari sisi saluran agar aliran air tetap lancar, terutama saat musim penghujan tiba.
“Sisa sampah di sisi saluran yang belum terangkut, menjadi pemandangan setiap hari setiap desa kami mendapatkan kiriman sampah dari hulu,” ujarnya.
Menurut Sohibi, meskipun tim swadaya ini bekerja keras, jumlah sampah yang datang melebihi kapasitas mereka. Penanganan skala besar diperlukan agar sampah tidak terus menumpuk dan menghambat aliran air.
Irigasi yang Tersumbat, Petani Melakasari Rasakan Imbas
Dampak paling besar dari penumpukan sampah kiriman ini dirasakan langsung oleh para petani setempat. Salah seorang petani, Karnadi, mengaku sangat mengandalkan saluran sekunder tersebut untuk kebutuhan irigasi sawahnya.
Namun, kondisi saluran yang kerap tersumbat akibat sampah membuat aliran air tidak stabil dan berpotensi menurunkan produktivitas pertanian.
“Saluran ini kan penting untuk mengairi sawah kami. Kalau sampahnya numpuk terus, airnya jadi tidak lancar. Sawah dan pemukiman bisa terancam banjir kalau hujan deras,” keluh Karnadi.
Ia menambahkan, para petani kini merasa cemas setiap kali hujan turun. Selain khawatir terhadap banjir, mereka juga waspada terhadap hama dan penyakit tanaman yang lebih mudah berkembang di lingkungan yang tidak saniter. Jika kondisi saluran irigasi tidak segera diatasi, produktivitas pertanian di Melakasari bisa menurun drastis.
Para petani berharap Pemkab Cirebon dapat melihat secara langsung kondisi lapangan dan mendengar keluhan mereka.
Menurut Karnadi, perbaikan saluran sekunder dan solusi penanganan sampah kiriman adalah kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditunda lebih lama.
Ancaman Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat
Selain mengganggu sistem irigasi, sampah yang terus menumpuk juga mengancam kesehatan dan kebersihan lingkungan warga Melakasari.
Aroma sampah yang membusuk dan pemandangan yang kumuh menurunkan kualitas hidup masyarakat. Risiko munculnya penyakit akibat lingkungan kotor, seperti diare dan penyakit kulit, turut menghantui warga di sekitar saluran yang bermasalah.
Kondisi ini semakin memprihatinkan ketika musim penghujan tiba. Air yang tersumbat menyebabkan genangan di beberapa area, terutama dekat permukiman warga dan lahan pertanian.
Genangan tersebut rawan menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk dan mikroorganisme penyebab penyakit.
Masyarakat berharap ada upaya serius dalam mengelola sampah yang berasal dari wilayah hulu agar dampaknya tidak terus meluas hingga ke Desa Melakasari.
Mereka menilai bahwa pengelolaan sampah seharusnya dilakukan dari sumbernya agar tidak menjadi beban bagi desa-desa di hilir.
Dengan kondisi yang semakin mengkhawatirkan, Pemdes Melakasari menegaskan kembali harapannya agar Pemkab Cirebon segera merespons persoalan ini dengan langkah konkret dan terukur.
Dibutuhkan solusi menyeluruh yang tidak hanya mengandalkan kerja bakti masyarakat, tetapi juga melibatkan intervensi pemerintah daerah dalam bentuk pembenahan infrastruktur, pengendalian sampah di wilayah hulu, serta sistem monitoring yang efektif.
Pemdes Melakasari menilai bahwa penanganan sampah kiriman harus menjadi perhatian serius karena menyangkut masa depan pertanian, kesehatan masyarakat, dan kelayakan lingkungan desa.
Tanpa adanya tindakan yang jelas, persoalan ini dikhawatirkan akan terus berulang dan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat Melakasari.











