Peringatan Potensi Longsor, Sejumlah Wilayah Jakarta Masuk Zona Rawan
adainfo.id – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta kembali mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi tanah longsor yang diprediksi dapat terjadi selama November 2025.
Imbauan ini dirilis seiring meningkatnya curah hujan dan kondisi tanah di sejumlah wilayah yang masuk kategori berisiko.
“Kepada lurah, camat, dan masyarakat diimbau untuk tetap mengantisipasi adanya potensi gerakan tanah pada saat curah hujan di atas normal,” ungkap peringatan dini potensi tanah longsor di akun Instagram @bpbddkijakarta, dikutip Kamis (27/11/2025).
Peringatan tersebut menegaskan perlunya kesiapsiagaan menyeluruh.
Terutama di wilayah yang telah dipetakan memiliki tingkat kerentanan menengah hingga tinggi terhadap gerakan tanah.
Situasi meteorologis selama November, menunjukkan hujan intensitas tinggi masih berpotensi terjadi di sejumlah kawasan Jakarta.
Wilayah Rawan Longsor di Jakarta Teridentifikasi
Dalam unggahan resminya, BPBD menjelaskan bahwa prakiraan wilayah rawan gerakan tanah disusun berdasarkan teknik overlay antara peta zona kerentanan gerakan tanah dengan peta prakiraan curah hujan bulanan yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Informasi tersebut dikonfirmasi oleh data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), yang menyebutkan bahwa beberapa kawasan di DKI Jakarta masuk dalam Zona Menengah–Tinggi.
Wilayah yang tercatat memiliki kerentanan signifikan yakni Jakarta Selatan (Zona Menengah–Tinggi) meliputi Cilandak, Jagakarsa, Kebayoran Baru.
Kemudian, Kebayoran Lama, Mampang Prapatan, Pancoran, Pasar Minggu, dan Pesanggrahan.
Untuk di Jakarta Timur (Zona Menengah–Tinggi) meliputi Cipayung, Ciracas, Kramatjati, Makasar, dan Pasar Rebo.
Wilayah-wilayah tersebut memiliki karakteristik geografis yang membuatnya rentan mengalami longsor.
Terutama di area yang berdekatan dengan lembah sungai, tebing jalan, lereng curam, dan permukiman yang berdiri di area bergelombang.
Perbedaan Zona Menengah dan Zona Tinggi
BPBD menjabarkan bahwa zona menengah berpotensi mengalami gerakan tanah apabila curah hujan berada di atas normal.
Risiko meningkat apabila terdapat gangguan pada struktur lereng atau aktivitas yang mengubah kestabilan tanah.
Sementara itu, zona tinggi memiliki peluang lebih besar mengalami longsor, bahkan saat hujan tidak terlalu ekstrem.
Pada kategori ini, gerakan tanah lama yang sebelumnya stabil pun dapat aktif kembali jika kondisi tanah jenuh air.
Situasi ini membuat kewaspadaan masyarakat menjadi faktor utama dalam pencegahan bencana.
Mengingat kejadian longsor sering muncul secara tiba-tiba tanpa tanda mencolok.
BPBD Minta Warga Pantau Cuaca dan Waspadai Tanda-Tanda Longsor
Mengantisipasi risiko tersebut, BPBD DKI Jakarta kembali mengimbau pemimpin wilayah serta masyarakat untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar, terutama selama curah hujan tinggi.
BPBD juga meminta masyarakat untuk memantau perkembangan cuaca.
Selain itu memperhatikan tanda-tanda awal gerakan tanah di lingkungan sekitar untuk mencegah kerugian jiwa dan materi.
Kesiapsiagaan warga menjadi elemen vital karena bencana longsor kerap terjadi pada malam hari atau setelah hujan lebat berkepanjangan.











