Inflasi Rendah Perlu Diwaspadai, Daya Beli Masyarakat Jadi Sorotan
adainfo.id – Capaian inflasi rendah yang terjadi di Indonesia saat ini perlu dibaca secara lebih jernih dan berimbang, karena stabilitas harga tidak selalu mencerminkan kuatnya daya beli masyarakat.
Kondisi ini dinilai penting untuk dicermati agar ekonomi nasional tidak mengalami perlambatan tersembunyi.
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Amin Ak, menegaskan bahwa inflasi rendah memang harus dijaga, namun tidak boleh menutup mata terhadap kondisi aktivitas ekonomi di lapangan.
“Inflasi yang rendah tentu patut dijaga. Tetapi kalau toko-toko sepi, UMKM lesu, dan masyarakat menahan belanja, maka inflasi rendah itu perlu kita baca sebagai alarm dini, bukan sekadar prestasi,” terang Amin dikutip Selasa (16/12/2025).
Amin menekankan, struktur perekonomian Indonesia sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga yang kontribusinya mencapai lebih dari separuh Produk Domestik Bruto (PDB).
Dalam kondisi tersebut, melemahnya daya beli masyarakat berpotensi menjadi sinyal awal gangguan pada stabilitas ekonomi nasional.
“Ekonomi yang sehat itu bukan hanya angkanya bagus, tapi juga dirasakan di warung, pasar, dan rumah tangga. Inflasi rendah harus berjalan seiring dengan pendapatan yang kuat dan lapangan kerja yang aman,” tutur Anggota Komisi XI tersebut.
Ia menilai, jika konsumsi masyarakat terus melemah, maka stabilitas makroekonomi yang selama ini terjaga berisiko tidak berkelanjutan.
Inflasi Rendah Bisa Jadi Alarm Dini
Menurut Amin, inflasi rendah dapat dipicu oleh dua kondisi yang sangat berbeda.
Pertama, inflasi rendah yang lahir dari efisiensi, peningkatan produktivitas, dan distribusi yang baik.
Kedua, inflasi rendah akibat melemahnya permintaan masyarakat karena daya beli yang menurun.
Yang perlu diwaspadai, kata Amin, adalah jika inflasi rendah justru didorong oleh melemahnya konsumsi.
“Inflasi rendah harus berjalan seiring dengan pendapatan yang kuat dan lapangan kerja yang aman,” tegasnya.
Untuk mencegah perlambatan ekonomi, Amin mendorong Bank Indonesia dan pemerintah memperkuat sinkronisasi kebijakan moneter dan fiskal dengan orientasi yang lebih berpihak pada ekonomi riil.
Kebijakan moneter dinilai perlu semakin mendukung sektor produktif, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Sementara itu, kebijakan fiskal diharapkan benar-benar berdampak langsung pada peningkatan daya beli masyarakat.
Perlindungan terhadap pendapatan dan upah riil pekerja juga menjadi faktor kunci agar rumah tangga merasa aman secara ekonomi dan berani meningkatkan konsumsi.
Lapangan Kerja Berkualitas Jadi Kunci
Amin menegaskan bahwa seluruh kebijakan ekonomi harus bermuara pada penciptaan lapangan kerja yang berkualitas dan berkelanjutan.
Menurutnya, lapangan kerja yang stabil akan memperkuat rasa aman masyarakat, meningkatkan konsumsi, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
“Inflasi rendah akan benar-benar menjadi kabar baik jika masyarakat merasa aman untuk belanja, usaha berani ekspansi, dan pekerja yakin dengan pendapatannya,” jelasnya.
Politisi Fraksi PKS tersebut menegaskan bahwa pandangannya bukan untuk melemahkan optimisme publik.
Melainkan menjadi pengingat agar Indonesia tidak terjebak pada indikator semu.
“Kita ingin pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkualitas, dan inklusif. Stabilitas harga adalah fondasi, tapi daya beli rakyat adalah mesinnya. Keduanya harus berjalan bersamaan,” tandasnya.











