Ribuan Peziarah Padati Makam Sunan Gunung Jati Cirebon

YAD

Adainfo.id –  Momen bulan Syawal kompleks Makam Sunan Gunung Jati di Cirebon dipadati ribuan peziarah dari berbagai daerah pada Selasa 7 April 2025.

Dari pantauan di lokasi komplek makam tersebut. Warga sudah memadati dan antrean peziarah terlihat panjang sejak pagi di sepanjang jalan menuju makam.

Para peziarah datang dengan membawa keluarga, membaca doa, tahlil, serta mengirimkan do’a bagi sang wali.

Tradisi Syawalan Tetap Hidup

Momen ziarah ke makam Sunan Gunung Jati atau Wali Songo ini merupakan tradisi setiap tahun setelah Idul Fitri dan simbol penghormatan bagi tokoh penyebar agama Islam di Jawa Barat.

Pengelola Makam Gunung Jati, H. Ahmad Fauzi mengaku bersyukur momen ini berjalan tiap tahun. Ia mengatakan ziarah makam ini merupakan tradisi syawalan yang sudah menjadi kearifan lokal masyarakat Cirebon.

“Kami bersyukur, tradisi syawalan tetap hidup dan menjadi bagian penting dari kearifan lokal masyarakat Cirebon,” tuturnya.

Lalu kata Fauzi, tradisi ini telah berlangsung turun-temurun. “Syawalan adalah napas budaya masyarakat Cirebon. Di sinilah kita belajar menghormati masa lalu sambil menata masa depan dengan doa dan kebersamaan,” ungkapnya.

Sunardi, salah satu pengunjung asal Indramayu mengaku bersyukur bisa berziarah ke makam Sunan Gunung Jati di tahun ini.

“Alhamdulillah setiap tahun saya selalu hadir diacara Syawalan Gunung Jati ini sebagai refleksi diri dan silaturrahmi dengan para elang dari keraton kanoman Cirebon,” tutur Sunardi.

Ekonomi Meningkat

Selain kegiatan religius, Syawalan juga diramaikan dengan pasar rakyat, pedagang makanan khas Cirebon.

Hal ini menjadikan Syawalan tak hanya bermakna spiritual, tetapi juga sebagai sarana pelestarian budaya dan peningkatan ekonomi masyarakat sekitar.

Para pedagang menjajakan kuliner khas Cirebon seperti empal gentong, nasi jamblang, dan docang, menjadikan suasana semakin meriah namun tetap sakral.

Petugas gabungan dari kepolisian, TNI, dan relawan disiagakan untuk mengatur lalu lintas dan menjaga keamanan selama kegiatan berlangsung.

Tidak hanya warga lokal, wisatawan dari luar kota bahkan luar pulau pun terlihat ikut meramaikan tradisi tahunan ini.

Tradisi Syawalan di Gunung Jati menjadi bukti kuatnya perpaduan antara budaya, agama, dan sejarah dalam kehidupan masyarakat Cirebon yang terus dijaga dari generasi ke generasi.

Syawalan bukan hanya perayaan pasca-Idulfitri, melainkan sebuah perjalanan batin menuju akar sejarah dan spiritualitas.

Di kompleks Makam Sunan Gunung Jati—salah satu dari sembilan wali penyebar Islam di tanah Jawa—para peziarah datang membawa harap, rasa syukur, dan doa yang lirih.

Mereka percaya, ziarah di waktu Syawalan membuka ruang untuk membersihkan hati, mempererat silaturahmi, serta menyambung kembali tali ruhani dengan para leluhur.

Kawasan makam mendadak hidup oleh riuh rendah suara tahlil, senyum-senyum hangat antar keluarga, hingga barisan anak-anak kecil yang mengenakan busana tradisional.

Semua larut dalam satu harmoni budaya yang kental: antara Islam, adat, dan kearifan lokal.

Tradisi Syawalan bukan hanya menjadi pelestarian budaya, tapi juga perekat identitas masyarakat Cirebon.

Di tengah derasnya arus modernitas, Syawalan hadir sebagai pengingat bahwa akar kebudayaan dan nilai-nilai spiritual tak pernah lekang oleh waktu. (Jen)

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *