Yeti Wulandari Dorong Solusi Konkret Atasi Sampah di Depok
adainfo.id – Wakil Ketua DPRD Depok, Yeti Wulandari, terus mendorong program pengolahan sampah berbasis budidaya maggot (larva lalat Black Soldier Fly).
Yeti Wulandari menjelaskan, persoalan sampah harian di Kota Depok yang mencapai 1.500 ton per hari ini sudah menjadi perhatian serius banyak pihak
Termasuk, dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok.
Ia juga seraya mengungkap potensi besar kerja sama internasional untuk mempercepat penanganan sampah di Depok.
Maggot Jadi Solusi Ramah Lingkungan dan Efisien
Menurut Yeti, maggot memiliki kemampuan luar biasa dalam mengurai sampah organik secara cepat dan efisien.
Dengan pengolahan yang tepat, maggot tidak hanya membantu menyelesaikan persoalan sampah.
Akan tetapi juga berpotensi menghasilkan produk turunan bernilai ekonomi, seperti pakan ternak dan pupuk organik.
“Ternyata hasil dari maggot ini bisa mengurai sampah yang luar biasa. Kami yakin jika masif dan masyarakat juga sadar, program ini bisa sangat membantu mengatasi permasalahan sampah,” ujar Yeti, Selasa (15/4/2025).
Yeti meyakini bahwa sistem maggot akan efektif bila penerapannya serentak di seluruh kelurahan dan kecamatan.
Tentunya dengan dukungan regulasi dan pengawasan dari pemangku kebijakan daerah.
Menjajaki Kerja Sama dengan China dan Korea
Tak hanya mengandalkan solusi lokal, Yeti mengungkapkan bahwa DPRD bersama Pemerintah Kota Depok juga tengah melakukan kajian kerja sama dengan dua negara, yaitu China dan Korea Selatan.
Kedua negara tersebut, kata Yeti, tertarik untuk berkontribusi dalam pengelolaan sampah di Depok.
“Saat ini baru ada dua negara, China dan Korea, yang ingin berkontribusi,” kata Yeti.
“Dan kerja sama ini tidak akan membebani APBD,” imbuh Yeti.
Harapannya, kerja sama ini bisa menjadi jalan keluar dari beban pengolahan sampah yang selama ini tertumpu pada TPA Cipayung, yang juga rencananya akan segera ditutup.
China Tunjukkan Minat Serius di Depok
Dari dua negara tersebut, negara China tertarik dan paling intens dalam menjajaki kolaborasi.
Itu karena, Kota Shenzhen di China sebagai model keberhasilan pengelolaan sampah yang ingin direplikasi di Depok.
“China sudah membuktikan di wilayah Shenzhen. Mereka sangat-sangat ingin bekerja sama dengan Kota Depok,” ujar Yeti.
Menurutnya, daya tarik Depok sebagai mitra kerja sama terletak pada jumlah penduduk yang besar, mencapai 2,1 juta jiwa, dan produksi sampah yang signifikan.
Potensi ini, jika pengelolaannya dengan baik, pemanfaatannya bisa untuk menghasilkan sumber energi alternatif, seperti tenaga listrik dari sampah organik.
Tanpa Bebani APBD, Fokus pada Aksi Nyata
Menariknya, Yeti menegaskan bahwa skema kerja sama ini tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Proyek dirancang dalam format investasi luar negeri, sehingga semua pembiayaan dilakukan oleh mitra internasional.
“Betul, dan tidak mengeluarkan anggaran dari APBD,” ujar Yeti menekankan.
Meski demikian, ia mengaku belum bisa membeberkan nilai investasi ataupun waktu pasti mulainya proyek tersebut.
Namun, ia memastikan bahwa langkah-langkah strategis sedang dikebut, baik dari pihak eksekutif maupun legislatif.
Komitmen DPRD Depok
Sebagai Koordinator Panitia Khusus (Pansus) Masalah Sampah DPRD Depok, Yeti menyampaikan bahwa ia bersama jajaran legislatif berkomitmen penuh mendukung program ini agar segera terealisasi.
“Kami dari DPRD dan Pak Wali Kota Depok sama-sama ingin program ini berjalan cepat. Karena kami ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa masalah besar ini bisa ditangani,” tegas Yeti.