Ketidakharmonisan Pimpinan Kabupaten Cirebon Mencuat ke Publik

KIM

adainfo.idIsu ketidakharmonisan antara tiga pucuk pimpinan Kabupaten Cirebon, yakni Bupati H. Imron, Wakil Bupati Agus Kurniawan Budiman, dan Sekretaris Daerah Hilmy Riva’i, menjadi sorotan publik setelah dua pejabat tersebut tidak hadir dalam acara pengambilan sumpah jabatan puluhan pejabat baru Pemkab Cirebon yang digelar di Pendopo Bupati, Kamis (22/5/25).

Momen pelantikan yang sejatinya menjadi simbol konsolidasi dan pembaruan tata kelola pemerintahan itu justru memunculkan spekulasi ketegangan internal. Ketidakhadiran Wakil Bupati dan Sekda dinilai oleh sejumlah pihak sebagai sinyal retaknya komunikasi dan koordinasi di lingkar elite pemerintahan daerah.

Absennya Dua Pejabat Kunci Dianggap Tidak Lazim

Pelantikan pejabat struktural di lingkup pemerintahan daerah, terutama yang melibatkan puluhan posisi strategis, idealnya dihadiri oleh tiga unsur pimpinan daerah tertinggi. Ketidakhadiran Wabup Agus dan Sekda Hilmy di momen sepenting itu menuai beragam tafsir dari masyarakat, kalangan akademisi, hingga pengamat kebijakan.

Pengamat: Ini Sinyal Keretakan Internal Pemerintahan

Ade Riyaman, pengamat kebijakan publik Kabupaten Cirebon, secara terbuka menyebut bahwa absennya dua sosok penting itu tak bisa dianggap biasa.

Ketiadaan Wabup dan Sekda dalam pelantikan pejabat adalah sinyal serius bahwa ada komunikasi yang tidak berjalan. Padahal pengambilan keputusan strategis seperti ini idealnya dilakukan secara kolektif,” katanya kepada awak media.

Ia juga menyayangkan bahwa proses penunjukan pejabat Pelaksana Tugas (Plt) di sejumlah jabatan dilakukan tanpa melibatkan Wakil Bupati dan Sekda.

Jika keputusan itu dilakukan sepihak, tentu akan menimbulkan ketegangan di dalam internal birokrasi. Ini yang harus diwaspadai, karena berpotensi menghambat laju pembangunan dan pelayanan publik,” tegasnya.

Rektor UMC: Masih Dalam Batas Dinamika Wajar

Di sisi lain, Rektor Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC), Arif Nurudin, mencoba menenangkan eskalasi isu. Menurutnya, ketidakhadiran dalam satu acara bukan indikator pasti adanya disharmoni.

Saya belum melihat ada indikasi keretakan. Masing-masing pimpinan masih menjalankan fungsinya,” ujarnya.

Arif menganggap rotasi jabatan merupakan wewenang penuh kepala daerah, dan dinamika birokrasi seperti ini adalah hal yang lumrah terjadi di banyak daerah.

Yang terpenting adalah akuntabilitas prosesnya. Bila semua dilakukan sesuai prosedur, masyarakat tak perlu khawatir,” imbuhnya.

Kepemimpinan dan Konsolidasi Jadi Kunci Stabilitas Pemerintahan

Meski perbedaan pandangan muncul, baik dari akademisi maupun pengamat, masyarakat tetap menginginkan bahwa stabilitas pemerintahan tetap terjaga.

Dalam kondisi seperti ini, diperlukan upaya rekonsiliasi dan komunikasi politik yang sehat antar-pimpinan daerah. Jika tidak, potensi disharmonisasi ini bisa berdampak pada program strategis daerah, termasuk dalam bidang pelayanan publik, pendidikan, infrastruktur, dan reformasi birokrasi.

Kalau tidak segera dibenahi, maka akan ada efek domino dalam pengambilan keputusan. Bukan hanya di level atas, tapi juga akan merembet ke tingkat kepala dinas dan kepala bidang,” ujar Ade Riyaman.

Perlu Penguatan Komunikasi Lintas Jabatan

Ketidakhadiran dua tokoh utama dalam pelantikan pejabat memang menimbulkan berbagai spekulasi. Namun, terlepas dari benar atau tidaknya rumor soal ketegangan, yang dibutuhkan sekarang adalah penguatan komunikasi internal dan harmonisasi hubungan antar pemimpin daerah.

Konsistensi dalam menjalankan roda pemerintahan juga membutuhkan soliditas tim kerja di tingkat tertinggi. Karena itu, Bupati Imron, Wakil Bupati Agus, dan Sekda Hilmy Riva’i diharapkan mampu duduk bersama untuk menjawab persepsi publik yang saat ini berkembang liar.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *