Perluasan Operasional BRT Trans Cirebon Butuh Kajian Komprehensif
adainfo.id – Rencana perluasan layanan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Cirebon ke kawasan aglomerasi Cirebon Raya mendapat dukungan penuh dari Komisi I DPRD Kota Cirebon. Namun, agar pengembangan trayek ini benar-benar optimal dan tidak menjadi beban fiskal yang berkelanjutan bagi daerah, diperlukan kajian mendalam serta sinergi lintas wilayah di kawasan aglomerasi.
Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi I DPRD Kota Cirebon, Agung Supirno, SH, usai rapat kerja bersama Dinas Perhubungan (Dishub) dan PD Pembangunan yang berlangsung di Griya Sawala, Rabu (4/6/2025). Dalam forum tersebut, berbagai strategi pengembangan transportasi publik berbasis BRT menjadi sorotan utama.
Subsidi Masih Jadi Andalan
Agung menegaskan bahwa hingga kini, operasional BRT Trans Cirebon masih sangat bergantung pada subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Karena itu, ia mendorong pengelola transportasi publik untuk menyusun strategi jangka panjang yang dapat mendorong sektor ini menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kalau terus-terusan disubsidi, itu tidak sehat. Kami berharap BRT ini ke depan bisa menjadi sektor yang menghasilkan. Tapi tentu, semua dimulai dari perencanaan yang kuat dan terukur,” tegas Agung.
Pihaknya mengapresiasi upaya kolaboratif Dishub bersama PD Pembangunan dalam mengoperasikan BRT. Namun, ia menekankan pentingnya kajian strategis terkait pengembangan trayek lintas wilayah, potensi penumpang, sumber pendanaan, dan peran pemerintah provinsi.
Wilayah Aglomerasi Jadi Fokus Perluasan
Direktur PD Pembangunan Kota Cirebon, Dr. Panji Amiarsa, SH, MH, menuturkan bahwa wilayah aglomerasi menjadi titik strategis yang akan dikaji untuk perluasan trayek. Wilayah yang menjadi target mencakup Kota dan Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, Subang, hingga Sumedang.
Menurut Panji, perluasan ini penting untuk menjawab tantangan keterbatasan angkutan umum konvensional yang masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Kita butuh sistem transportasi yang andal, terintegrasi, dan menjangkau kawasan produktif. Tapi untuk itu, perlu perencanaan komprehensif bersama lintas daerah dan Pemprov Jabar,” ujarnya.
Keterbatasan Fasilitas dan Armada Masih Jadi Kendala
Saat ini, BRT Trans Cirebon mengoperasikan 10 unit bus hibah dari Kementerian Perhubungan. Koridor pertama diluncurkan pada 12 April 2021, sementara Koridor kedua yang menjangkau kawasan selatan Kota Cirebon baru diresmikan pada 19 Juli 2023 oleh Gubernur Jawa Barat.
Kepala Dishub Kota Cirebon, Drs. Andi Armawan, M.Si., mengakui masih rendahnya tingkat keterisian penumpang atau load factor. Salah satu tantangan utama menurutnya adalah keterbatasan halte, minimnya promosi, serta pola mobilitas masyarakat yang masih dominan menggunakan kendaraan pribadi.
“Kalau kita hitung, biaya operasional saat ini hanya mampu menopang tiga unit BRT. Itu pun harus sangat efisien. Jadi perluasan harus direncanakan matang,” kata Andi.
Transportasi Umum Belum Jadi Pilihan Utama Warga
Data Dishub menunjukkan hanya sekitar 6 persen masyarakat Cirebon yang menggunakan transportasi umum sebagai moda utama, dan hanya 5 persen angkot yang layak jalan. Angka ini menggambarkan tantangan besar dalam merubah budaya mobilitas masyarakat.
Namun di sisi lain, kondisi ini juga membuka peluang besar bagi BRT sebagai solusi transportasi massal yang modern, nyaman, dan efisien. Perluasan layanan ke wilayah-wilayah dengan aktivitas ekonomi tinggi seperti kawasan industri, wisata, dan pendidikan dinilai akan meningkatkan animo masyarakat terhadap BRT.
Perlu Hadirnya Perda dan Dukungan Provinsi
Komisi I DPRD juga mendorong percepatan pembentukan regulasi daerah seperti Perda atau Kepwal yang mengatur tata kelola BRT, pembiayaan, serta kemitraan dengan swasta maupun daerah tetangga. Dalam waktu dekat, pihak legislatif bersama eksekutif akan menghadap Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk membahas sinkronisasi kebijakan antarwilayah.
“Kami akan menyuarakan ke provinsi bahwa transportasi lintas aglomerasi ini butuh dukungan politik anggaran dan regulasi. Jangan sampai setiap daerah berjalan sendiri-sendiri,” tegas Agung.
Selain Agung Supirno, rapat tersebut juga dihadiri Sekretaris Komisi I Aldyan Fauzan Ramdlan, serta anggota lainnya seperti Andi Riyanto Lie, Ruri Tri Lesmana, Imam Yahya S.Fil.I, M.Si., Cicih Sukaesih, dan Anita Tri Handayani. Mereka menyuarakan komitmen untuk ikut mendorong penyediaan transportasi publik yang terjangkau dan efisien.
“BRT ini bukan hanya soal bus. Ini soal mengubah wajah transportasi Kota Cirebon agar lebih ramah, teratur, dan mendukung mobilitas warga,” pungkas Ruri Tri Lesmana.
Dukungan DPRD Kota Cirebon terhadap perluasan trayek BRT Trans Cirebon merupakan langkah strategis menuju transportasi publik yang terintegrasi di kawasan aglomerasi. Namun tanpa kajian komprehensif, kolaborasi antarwilayah, dan dukungan anggaran yang berkelanjutan, rencana ini bisa tersendat di tengah jalan.
BRT Trans Cirebon bukan sekadar proyek angkutan, tapi cerminan kesiapan Kota Cirebon menjadi pusat konektivitas dan pelayanan publik yang maju di wilayah Jawa Barat bagian timur.