Gagal Sekolah karena Kemiskinan, Remaja Cerdas di Cirebon Nyaris Bunuh Diri

KIM
MMH (17) (tengah) dirawat di RS kawasan Kesambi seusai melakukan percobaan bunuh diri pada Sabtu (07/06/25) (foto: adainfo.id)

adainfo.id – Seorang remaja perempuan cerdas bernama MMH (17) nyaris mengakhiri hidupnya karena terjerat belitan kemiskinan yang menghalangi mimpinya melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Peristiwa memilukan ini terjadi pada Sabtu malam (07/06/2025), sekitar pukul 23.30 WIB.

Dalam kondisi putus asa dan tekanan ekonomi yang berat, MMH nekat menenggak cairan pembersih lantai di tempat tinggalnya yang sederhana di kawasan Pamitran, Kelurahan Kejaksan, Kota Cirebon. Beruntung, seorang teman datang tepat waktu dan segera membawanya ke rumah sakit di kawasan Kesambi. Saat ini, Monik masih dalam perawatan dan mulai membaik secara fisik.

Gagal Sekolah karena Tak Mampu Bayar

Kuasa hukum MMH, Ahmad Faozan, menyebut bahwa MMH mengalami depresi berat setelah gagal mengumpulkan biaya pendaftaran sekolah. Padahal, remaja ini dikenal luas sebagai anak cerdas, berbakat, dan religius.

“MMH adalah korban dari kemiskinan struktural. Ia anak cerdas dan salehah, tapi masa depannya seolah berhenti karena tak mampu membayar biaya pendidikan,” ujar Faozan saat ditemui di rumah sakit, Senin (09/06).

MMH sebelumnya tercatat sebagai santri Pondok Pesantren Madinatunnajah dan memiliki kemampuan berpidato dalam bahasa Inggris. Ia juga sempat bersekolah di salah satu SMA Negeri di Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon, namun hanya bertahan satu semester karena tekanan ekonomi yang menghimpit.

Bekerja Serabutan Demi Sekolah

MMH bahkan sempat bekerja sebagai penjaga toko buah di Kalitanjung dengan upah harian hanya Rp20 ribu per hari. Selama sekitar dua minggu, ia mencoba menabung sedikit demi sedikit dengan harapan dapat mendaftar sekolah tahun ini.

Namun, kenyataan berkata lain. Biaya pendaftaran, pembelian seragam, dan kebutuhan dasar lainnya jauh dari jangkauannya. Tak sanggup menanggung beban itu, MMH mengalami tekanan psikologis hingga akhirnya nekat mencoba bunuh diri.

“Dia merasa semua usahanya sia-sia. Uangnya bahkan tak cukup untuk membeli seragam sekolah,” jelas Faozan.

Barang-Barang Tertinggal di Kos, Hidup Terlunta

MMH juga terpaksa keluar dari kos karena tak sanggup membayar sewa. Barang-barangnya masih tertinggal di tempat tinggal lamanya, belum sempat diambil. Saat ini, ia tinggal di rumah sederhana bersama keluarga yang juga dalam kondisi ekonomi terbatas.

“Dia hanya butuh satu hal yaitu kesempatan. Dan itu seharusnya menjadi tanggung jawab kita bersama,” kata Faozan lirih.

Ahmad Faozan menegaskan bahwa situasi yang dialami MMH seharusnya menjadi cermin dan tamparan bagi pemerintah, bahwa hak atas pendidikan masih belum sepenuhnya merata, terutama bagi warga dari keluarga miskin.

“Pasal 31 UUD 1945 menjamin hak atas pendidikan untuk seluruh warga negara. Tapi apa arti konstitusi bila dalam praktiknya masih banyak anak seperti Monik yang harus menyerah karena miskin?” tegasnya.

Ia berharap Pemerintah Kota Cirebon, Dinas Pendidikan, dan bahkan Kementerian Sosial atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan intervensi nyata.

MMH, kata Faozan, sangat layak mendapatkan akses pendidikan gratis di sekolah negeri, bahkan beasiswa penuh hingga perguruan tinggi.

MMH Butuh Dukungan Psikologis dan Pendidikan

Meski kondisi fisik MMH mulai stabil, namun dukungan psikologis dan jaminan pendidikan menjadi hal yang sangat mendesak. Trauma yang dialaminya tidak akan sembuh tanpa kepastian masa depan.

“Dia tidak butuh belas kasihan, tapi sistem yang adil dan manusiawi. Anak seperti MMH adalah aset bangsa, bukan beban,” tutup Faozan.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *