Bupati Cirebon Tanggapi Video Viral Kuwu Nyawer DJ: Ini Bukan Soal Uang, Tapi Soal Etika

KIM
Bupati Cirebon, Drs H Imron MAg, saat dikonfirmasi kasus viralnya video Kuwu Karangsari, Kamis (12/06/25) (foto: adainfo.id)

adainfo.id – Bupati Cirebon, Imron, akhirnya angkat bicara mengenai video viral yang memperlihatkan Kuwu Desa Karangsari, Kecamatan Weru, Casmari, tengah menyawer DJ Nathalie Holscher di sebuah klub malam kawasan Tuparev, Kabupaten Cirebon. Video tersebut menyebar luas di media sosial sejak Rabu malam, dan langsung menuai berbagai reaksi dari publik.

Dalam keterangannya pada Kamis, 12 Juni 2025, Bupati Imron menegaskan bahwa meski tidak ditemukan adanya dugaan penggunaan dana desa atau uang negara dalam aksi tersebut, tetap saja perilaku seorang pejabat publik harus berada dalam koridor etika dan moralitas.

“Kita ini hidup bukan sekadar pakai uang pribadi. Kalau sebagai pemimpin, sebagai tokoh, yah harus ada etika. Jadi bukan soal salah atau tidak salah, tapi soal etika,” ujar Imron saat ditemui awak media di kantor bupati.

Menjadi Pemimpin Adalah Menjadi Teladan

Imron menyebut, siapapun yang telah dipercaya menjadi pejabat publik, termasuk kuwu, harus memahami bahwa tindakan dan sikap mereka akan selalu mendapat sorotan. Ia menyayangkan sikap kuwu yang dinilainya tidak mencerminkan figur pemimpin masyarakat.

“Jaga diri lah, harus tahu etika hidup ini,” katanya tegas.

Ia pun menambahkan bahwa kasus ini seharusnya dijadikan momentum introspeksi, tidak hanya bagi Kuwu Karangsari, tetapi juga bagi pejabat publik lain di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cirebon.

Audit Rutin Tetap Dilakukan

Meski tidak secara eksplisit menyebut bahwa ada pelanggaran keuangan dalam kasus tersebut, Bupati Imron memastikan bahwa pihaknya melalui Inspektorat Daerah tetap melaksanakan audit tahunan terhadap seluruh perangkat desa, termasuk penggunaan anggaran dana desa dan alokasi belanja publik lainnya.

“Kalau soal audit, tiap tahun juga kita audit. Tapi ini juga soal menjaga diri. Bukan cuma kuwu, pejabat lainnya juga harus tahu batas,” ucapnya.

Menurutnya, tindakan seperti menyawer di ruang publik yang terekam kamera dan tersebar di media sosial, walaupun menggunakan uang pribadi, tetap berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan desa.

Bupati Imron mengingatkan bahwa setiap tindakan pejabat publik memiliki dampak langsung maupun tidak langsung terhadap persepsi masyarakat. Ia memberi penekanan bahwa seorang pemimpin seharusnya menjadi contoh, bukan justru menciptakan kontroversi yang menurunkan marwah jabatan.

“Kalau nyawernya sekali-kali kecil sih ya mungkin nggak terlalu, tapi kalau terus-terusan, besar-besaran, ya itu bisa menimbulkan pertanyaan dari masyarakat,” ucapnya.

Pernyataan itu mencerminkan kekhawatiran bahwa tindakan serupa bisa dianggap sebagai bentuk ketidaksensitifan sosial di tengah masyarakat, apalagi di tengah tantangan ekonomi dan sosial yang dihadapi warga.

Pengakuan Kuwu dan Arahan dari Kecamatan

Sementara itu, Kuwu Desa Karangsari, Casmari, tidak membantah video yang tengah viral tersebut. Saat dikonfirmasi, ia mengakui bahwa sosok dalam video tersebut memang dirinya. Ia juga menyampaikan bahwa pihak kecamatan sudah memanggil dan memberikan arahan.

“Benar. Saya sudah dipanggil dan diarahkan agar tidak mengulangi tindakan serupa,” tutur Casmari singkat.

Meskipun belum ada sanksi resmi yang dijatuhkan, publik menunggu langkah konkret dari Pemerintah Kabupaten Cirebon untuk menegakkan etika di kalangan aparatur desa. Beberapa tokoh masyarakat bahkan mulai menyuarakan perlunya pembinaan moral dan etika kepemimpinan bagi kuwu dan perangkat desa lainnya secara berkala.

Fenomena Etika di Era Digital

Kasus ini menambah daftar panjang kontroversi pejabat desa di berbagai daerah yang terekam dalam aktivitas yang dianggap tidak pantas di ruang publik atau media sosial. Di era digital yang serba cepat, satu tindakan yang terekam kamera bisa berdampak besar pada reputasi individu maupun institusi.

Pengamat kebijakan publik menilai bahwa ke depan perlu ada kode etik khusus yang diperkuat dengan sanksi moral dan administratif bagi pejabat desa, guna menjaga integritas serta mencegah munculnya kasus serupa.

Etika publik, menurut mereka, tidak bisa dipisahkan dari jabatan publik. Meskipun seseorang bertindak di luar jam kerja atau menggunakan dana pribadi, publik tetap berhak menilai karena jabatan yang disandangnya membawa simbol kepercayaan masyarakat.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *