Terjerat Pasal Berlapis, Oknum Dewan RK Jalani Sidang Perdana

AG
Terdakwa RK setelah menjalani sidang perdana, Senin (16/06/25) (foto: adainfo.id)

adainfo.id – Pengadilan Negeri (PN) Depok menggelar sidang perdana kasus dugaan persetubuhan terhadap anak di bawah umur dengan terdakwa RK, seorang oknum anggota DPRD Kota Depok aktif dari salah satu partai politik.

Sidang yang berlangsung tertutup tersebut dilaksanakan pada Senin (16/06/2025) dan dipimpin oleh Majelis Hakim Sondra Mukti Lambang Linuwih, dengan Hakim Anggota Ira Rosalin dan Hj. Ultry Meilizani.

Dalam sidang perdana tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Depok, Sihyadi, membacakan dakwan berlapis terhadap terdakwa, yang disebut telah melakukan serangkaian tindakan eksploitasi seksual, perbuatan cabul, dan persetubuhan terhadap anak, sejak awal perkenalan pada Desember 2023.

Kronologi Dakwaan: Dari Perkenalan Politik hingga Aksi Bejat

Berdasarkan dakwaan JPU yang tercantum dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Depok, kasus bermula dari perkenalan korban A — seorang anak perempuan — melalui ibunya EK, dengan RK saat acara partai politik di rumah Ketua RT02/09 Kelurahan Jatijajar, Kecamatan Tapos.

Dari pertemuan itu, RK mulai aktif mendekati keluarga EK dan merekrut anak A ke dalam tim sukses pemenangan Pemilu 2024.

Puncak kejadian dimulai saat terdakwa mengajak EK beserta dua anaknya menginap di Hotel Horison Ultima Bhuvana Ciawi, Kabupaten Bogor, pada Maret 2024.

Di hotel itu, JPU memaparkan bahwa RK mulai melakukan tindakan yang mengarah pada pelecehan seksual, seperti meraba paha korban, menyenderkan kepala ke pundaknya, dan mengajak korban ke kamar mandi, semua dilakukan saat ibu korban dalam keadaan tertidur.

Dugaan Pelecehan Berulang dan Iming-Iming Materi

Tidak berhenti di sana, terdakwa kemudian menghubungi korban secara langsung via WhatsApp untuk mengajak bertemu usai sekolah.

Dalam salah satu pertemuan di Hotel Kristal, Jakarta Selatan, dan kemudian di SPBU Cimanggis, Depok, terdakwa kembali melakukan perbuatan fisik yang bersifat seksual terhadap korban, termasuk meremas bokong dan meraba pundak korban.

Jaksa menekankan bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan modus manipulatif, disertai iming-iming uang, fasilitas mewah, dan janji memasukkan korban ke sekolah negeri favorit.

Dari fakta-fakta tersebut, JPU menyimpulkan bahwa perbuatan terdakwa memenuhi unsur pasal dalam berbagai undang-undang perlindungan anak dan kekerasan seksual, serta terjadi berulang kali selama kurun waktu Desember 2023 hingga pertengahan 2025.

RK Didakwa dengan Pasal Berlapis

Dalam sidang tersebut, JPU Sihyadi membacakan dakwaan secara lengkap. RK dikenakan tiga dakwaan alternatif sebagai berikut:

  • Dakwaan Pertama:
    Melanggar Pasal 82 Ayat (1) Jo Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah oleh UU Nomor 17 Tahun 2016.
    Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

  • Dakwaan Kedua:
    Melanggar Pasal 81 Ayat (1) dan (2) Jo Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.
    Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

  • Dakwaan Ketiga:
    Melanggar Pasal 6 huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
    Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dakwaan ini menunjukkan bahwa JPU menilai perbuatan terdakwa sebagai kejahatan seksual serius, dilakukan secara berulang, dan dalam rentang waktu panjang, dengan korban yang merupakan anak di bawah umur.

Kuasa Hukum RK Ajukan Eksepsi

Dalam kesempatan yang sama, kuasa hukum terdakwa, Hadi Dwi Purbaya, S.H., menyampaikan bahwa pihaknya akan mengajukan eksepsi (keberatan atas dakwaan). Namun ia tidak memberikan keterangan lebih lanjut soal dasar eksepsi atau tanggapan terhadap substansi dakwaan yang dibacakan JPU.

Pihak kuasa hukum hanya menyebut bahwa semua argumen akan disampaikan dalam sidang lanjutan, yang menurut penetapan Majelis Hakim, akan digelar kembali pada Senin, 23 Juni 2025.

Sidang Digelar Tertutup Demi Perlindungan Korban

Seluruh proses sidang berjalan tertutup atas pertimbangan perlindungan terhadap identitas dan psikologis korban yang masih di bawah umur. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Anak dan mekanisme pengadilan pidana khusus dalam kasus kekerasan seksual.

Meski tertutup, PN Depok memastikan transparansi prosedural melalui publikasi ringkasan dakwaan di SIPP serta jadwal sidang lanjutan.

Kecaman Publik dan Seruan Transparansi

Kasus ini telah menjadi perhatian luas masyarakat Kota Depok dan nasional. Banyak kalangan mengecam keras perbuatan terdakwa dan meminta agar proses hukum tidak tebang pilih meski pelaku merupakan pejabat publik.

Beberapa aktivis perempuan dan anak meminta agar DPRD Kota Depok mengambil sikap tegas terhadap status keanggotaan RK, mengingat perkara yang dihadapi menyangkut kejahatan terhadap anak.

Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), melalui siaran persnya, juga menyatakan bahwa kasus ini harus dijadikan momentum memperkuat pengawasan terhadap pejabat publik dalam relasinya dengan masyarakat.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *