Camat Weru, Hevazi Aldahary, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah memanggil Kuwu Casmari untuk dilakukan pembinaan.
Pemanggilan tersebut merupakan bagian dari fungsi pengawasan dan pengendalian yang dilakukan pihak kecamatan terhadap para kepala desa atau kuwu di wilayahnya.
“Sudah dilakukan langkah-langkah pembinaan oleh kita (kecamatan). Saya juga telah melaporkan dan melayangkan surat panggilan ke DPMD,” ujar Hevazi saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (16/06/2025).
Casmari Akui Uang Sawer Milik Pribadi
Dalam klarifikasinya kepada Camat Weru, Casmari mengaku bahwa uang yang digunakan untuk sawer merupakan uang pribadi, bukan bersumber dari dana desa atau keuangan negara.
Ia juga disebutkan sempat menjelaskan bahwa dirinya adalah seorang pengusaha sebelum menjabat Kuwu, sehingga memiliki penghasilan pribadi yang tidak berkaitan dengan jabatan publiknya saat ini.
“Hasil pengakuan Kuwu, uang tersebut murni miliknya pribadi. Tapi karena kita punya fungsi pembinaan, tetap kita konsultasikan ke DPMD untuk tindak lanjut,” jelas Hevazi.
DPMD Cirebon Ambil Alih Proses Pemeriksaan
Setelah laporan dari kecamatan diterima, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Cirebon juga telah memanggil Kuwu Casmari. Pihak DPMD saat ini sedang memproses pengumpulan keterangan dan data, untuk menentukan langkah berikutnya berdasarkan etika pemerintahan desa.
Keterlibatan DPMD menunjukkan bahwa kasus ini tidak hanya dilihat dari sisi administratif, tetapi juga etika publik, mengingat Kuwu adalah simbol pemimpin di tingkat desa yang dituntut menjaga norma sosial serta wibawa jabatan.
Kronologi Singkat Video Viral: DJ NH Tampil, Uang Disawer
Viralnya kasus ini bermula dari beredarnya video berdurasi pendek yang menampilkan Casmari saat menyawer di klub malam, tepatnya di kawasan Tuparev, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, pada 29 Mei 2025 lalu. Momen tersebut terjadi ketika klub tersebut mendatangkan DJ NH, seorang figur publik dari ibu kota.
Dalam rekaman video yang beredar luas di media sosial, Casmari tampak berdiri di dekat area panggung DJ, mengambil uang dari dompet, dan melemparkannya ke arah pengunjung dan performer, yang sedang menikmati musik.
Reaksi warganet pun beragam. Tak sedikit yang mempertanyakan etika seorang kepala desa yang melakukan aksi seperti itu di tempat hiburan malam, terlebih dengan gestur yang mencerminkan gaya hidup mewah.
Fokus Pembinaan, Bukan Sekadar Hukuman
Hevazi menegaskan bahwa langkah pemanggilan ini bukan semata-mata bentuk hukuman, melainkan upaya pembinaan terhadap Kuwu Karangsari agar kembali fokus pada tanggung jawab dan citra publik sebagai pejabat desa.
“Kami tidak ingin langsung menghakimi. Tapi kami wajib mengingatkan dan membina. Karena jabatan publik punya tanggung jawab moral kepada masyarakat,” ungkapnya.
Ia juga menyatakan bahwa bentuk evaluasi kinerja dan etika Kuwu akan diputuskan bersama DPMD, sesuai regulasi yang berlaku dalam sistem pemerintahan desa.
Respon Publik: Perlu Ketegasan agar Tak Terulang
Masyarakat Kabupaten Cirebon banyak yang memberikan perhatian terhadap kasus ini. Beberapa tokoh masyarakat menyuarakan perlunya penguatan etika kepemimpinan di tingkat desa, agar perilaku serupa tidak kembali terulang.
“Kalau dibiarkan tanpa evaluasi, nanti bisa jadi contoh buruk. Harus ada mekanisme pembinaan yang jelas, dan publik juga perlu tahu bagaimana penyelesaiannya,” ujar salah satu warga Karangsari.
Standar Ganda Etika Pejabat Publik?
Meskipun uang yang digunakan adalah uang pribadi, banyak pihak tetap mempertanyakan kepantasan perilaku tersebut, mengingat sosok Kuwu adalah representasi negara di tingkat desa, dan memiliki standar moral yang diharapkan lebih tinggi dibanding warga biasa.
Kejadian ini menjadi refleksi penting bahwa integritas dan gaya hidup pejabat publik harus dijaga, bukan hanya soal legalitas sumber dana, tapi juga persepsi masyarakat terhadap kepemimpinan yang beretika dan santun.
Menanti Langkah Tegas dan Terbuka dari DPMD
Kini masyarakat menanti bagaimana DPMD Kabupaten Cirebon akan menyikapi kasus ini secara objektif dan transparan. Apakah akan ada sanksi administratif? Atau cukup pembinaan dan teguran tertulis?
Apapun keputusan akhirnya, satu hal yang pasti: kasus ini menjadi pengingat bagi seluruh aparatur desa bahwa jabatan publik tidak hanya soal kekuasaan, tapi juga tanggung jawab moral di tengah masyarakat yang kian kritis dan terbuka.