Masyarakat Geram, Jalan Kabupaten Rusak Terkesan Dibiarkan
adainfo.id – Kondisi jalan rusak parah di sepanjang Desa Pasawahan, Desa Sampih, hingga Desa Susukanlebak, Kecamatan Susukanlebak, Kabupaten Cirebon, memicu kekecewaan mendalam dari masyarakat. Jalan dengan status kewenangan kabupaten itu disebut telah mengalami kerusakan selama bertahun-tahun tanpa penanganan berarti dari pihak pemerintah.
Selasa (17/06/2025), masyarakat melakukan aksi nyata dengan menambal sendiri jalan berlubang menggunakan sekitar 10 truk urugan tanah yang mereka kumpulkan secara gotong royong.
Aksi Swadaya sebagai Bentuk Protes
Gerakan penambalan jalan secara swadaya ini menjadi bentuk kritik langsung masyarakat terhadap lambannya penanganan infrastruktur oleh Pemkab Cirebon, khususnya melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR).
“Kami sudah bosan menunggu janji. Jalan ini sudah rusak lama. Akhirnya warga dari tiga desa sepakat menambalnya sendiri,” ujar Lalan, tokoh masyarakat Desa Sampih.
Lalan menambahkan, jalan tersebut berstatus jalan kabupaten dan menjadi akses vital antar desa dan antar kecamatan. Kerusakan yang terjadi tidak hanya membuat aktivitas warga terganggu, tetapi juga menimbulkan risiko kecelakaan, terutama setelah hujan saat lubang-lubang jalan tergenang air.
Jalan yang dipenuhi lubang dan bebatuan tajam tersebut membahayakan pengendara motor maupun mobil, terutama saat malam atau musim hujan. Lubang-lubang yang tidak terlihat kerap membuat pengendara terjatuh atau kehilangan kendali.
“Beberapa kali sudah ada warga yang jatuh. Karena saat hujan, lubang tertutup air. Ini bahaya sekali,” ungkap Lalan.
Warga Merasa Diabaikan oleh Pemerintah
Kemarahan juga diungkapkan oleh Maman, warga Desa Susukanlebak. Ia mengaku sudah berkali-kali menyuarakan keluhan melalui berbagai saluran, namun tetap tak ada perbaikan signifikan dari pemerintah.
“Sudah sering kami tambal sendiri pakai urugan. Tapi, masa jalan kabupaten harus kami yang rawat sendiri? Di mana tanggung jawab pemerintah?” cetus Maman.
Ia menilai pemerintah seperti tidak memiliki empati terhadap kesulitan warga desa, padahal pajak dan kewajiban administratif terus dibayar masyarakat. Jalan, yang seharusnya menjadi hak dasar, justru terkesan diabaikan.
Jalan Rusak Jadi Simbol Ketimpangan Pembangunan
Situasi ini mencerminkan ketimpangan pembangunan infrastruktur antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Di saat wilayah perkotaan Cirebon mengalami peningkatan pembangunan jalan dan drainase, desa-desa seperti Pasawahan, Sampih, dan Susukanlebak justru terjebak dalam infrastruktur yang tak layak.
“Kami hanya ingin jalan ini aman dan layak. Tidak minta dibeton. Minimal diaspal, supaya tidak ada korban lagi,” ujar Maman.
Tuntutan ke DPUTR: Segera Turun Tangan
Warga meminta DPUTR Kabupaten Cirebon segera merespons keluhan tersebut dengan langkah nyata. Apalagi status jalan tersebut adalah jalan kabupaten, yang secara teknis dan anggaran masuk dalam kewenangan langsung pemerintah kabupaten.
“Kalau bukan wewenang desa, bagaimana bisa kami perbaiki permanen? Anggaran desa pun terbatas. Ini harus segera ditangani DPUTR,” ucap Lalan.
Pemerintah Diduga Abai, Warga Siap Lapor hingga Gubernur
Warga juga mengancam akan membawa persoalan ini ke Gubernur Jawa Barat atau ke Ombudsman, jika Pemkab Cirebon tak kunjung menindaklanjuti keluhan mereka.
“Kami tidak segan kirim surat terbuka ke gubernur. Ini bukan soal politik, tapi soal kebutuhan dasar warga,” ujar salah satu pemuda Desa Pasawahan.
Aspirasi Masyarakat: Pembangunan Harus Merata
Apa yang terjadi di Susukanlebak menjadi refleksi perlunya pemerataan pembangunan, khususnya dalam bidang infrastruktur dasar seperti jalan. Jika akses jalan antar desa rusak, otomatis rantai ekonomi warga ikut terhambat, mulai dari pengangkutan hasil panen, akses pendidikan, hingga layanan kesehatan.
“Kalau jalan rusak, warga susah ke puskesmas, anak-anak juga terganggu sekolahnya,” imbuh Maman.
Pemkab Jangan Tutup Mata
Masyarakat berharap Bupati dan DPUTR Kabupaten Cirebon segera meninjau dan menindaklanjuti kondisi ini secara serius, bukan sekadar datang untuk seremonial atau sekadar survei lokasi.
“Kami sudah bicara di media sosial, WhatsApp grup, sampai kirim surat ke desa. Sekarang kami bertindak nyata. Semoga ini jadi perhatian pemerintah,” tegas Lalan.