Polres Cirebon Kota Bongkar Sindikat Pengoplosan Gas Subsidi, 6 Tersangka Ditangkap
adainfo.id – Kejahatan yang menyaru di balik rutinitas distribusi energi bersubsidi kembali terbongkar.
Polres Cirebon Kota berhasil mengungkap sindikat pengoplosan gas elpiji 3 kg bersubsidi ke tabung non-subsidi ukuran 12 kg dan 5,5 kg di dua titik berbeda.
Aksi para pelaku yang berlangsung selama berbulan-bulan ini menyebabkan kerugian negara hingga ditaksir mencapai Rp2,5 miliar.
Dalam keterangan resmi, Kapolres Cirebon Kota AKBP Eko Iskandar menyebut pengungkapan ini sebagai bentuk komitmen Polri dalam memberantas kejahatan ekonomi yang merusak sistem distribusi subsidi energi nasional, Rabu (18/6/2025).
Modus Pelaku: Rapi, Cepat, dan Mematikan
Para pelaku tidak bekerja secara sembarangan. Mereka menggunakan peralatan lengkap seperti pipa besi, karet penghubung, timbangan digital, serta segel palsu yang dibuat semirip mungkin dengan yang resmi.
Salah satu teknik yang mencuri perhatian ialah penggunaan es batu untuk mempercepat perpindahan gas dari tabung bersubsidi 3 kg ke tabung non-subsidi.
“Modusnya sangat profesional. Mereka tahu cara mempercepat proses, bahkan memakai es batu untuk menurunkan suhu tabung agar gas lebih cepat berpindah,” ungkap AKBP Eko.
Dengan cara ini, mereka bisa menyuntikkan isi tabung 3 kg ke tabung 12 kg secara efisien, namun tentu saja dengan risiko tinggi.
Selain membahayakan diri sendiri dan lingkungan sekitar, tindakan ini juga menghancurkan keadilan distribusi subsidi yang diberikan negara kepada masyarakat menengah ke bawah.
Barang Bukti: Dari Tabung Hingga Segel Palsu
Dari dua lokasi penggerebekan yang dirahasiakan demi keamanan lanjutan, polisi berhasil menyita barang bukti dalam jumlah besar. Beberapa di antaranya meliputi:
-
Puluhan tabung gas elpiji ukuran 3 kg, 5,5 kg, dan 12 kg
-
Timbangan digital presisi tinggi
-
Pipa penyambung, alat suntik gas
-
Sepeda motor dan kendaraan roda tiga
-
Mobil boks
-
Ratusan hingga ribuan segel gas palsu berwarna kuning, putih, dan merah muda
Jumlah barang bukti ini menunjukkan bahwa operasi pengoplosan bukanlah kegiatan kecil-kecilan, melainkan usaha terorganisir dengan jaringan distribusi yang mungkin lebih luas daripada yang terlihat.
Ancaman Hukum Berat Menanti Pelaku
Sebanyak enam orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Ancaman hukuman maksimalnya sangat serius: enam tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar.
“Ini bukan pelanggaran administratif biasa. Ini kejahatan ekonomi yang bisa berdampak sistemik. Jika dibiarkan, kepercayaan publik terhadap kebijakan subsidi energi bisa hancur,” tegas Kapolres.
Penegakan hukum tegas ini sekaligus menjadi peringatan keras bagi pihak-pihak yang masih mencoba memanfaatkan celah dalam sistem distribusi energi nasional.
Dampak Sosial: Masyarakat Kecil Jadi Korban Utama
Meski pelaku berhasil meraup keuntungan pribadi, praktik ini membawa dampak langsung dan berbahaya bagi masyarakat kecil yang sangat bergantung pada gas bersubsidi. Ketika tabung 3 kg disedot isinya, distribusi resmi mengalami kekosongan, memicu kelangkaan di warung-warung, dan pada akhirnya, menaikkan harga pasar secara tidak wajar.
Bagi warga dengan penghasilan harian yang terbatas, kenaikan harga gas 3 kg sekecil apa pun bisa mengganggu stabilitas ekonomi rumah tangga.
Beberapa wilayah bahkan mengalami antrean panjang, stok habis berhari-hari, dan munculnya praktik penimbunan yang memanfaatkan kelangkaan sebagai peluang bisnis gelap.
Polres Cirebon Kota Tegaskan Komitmen Penindakan
Kapolres Eko Iskandar menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berhenti pada pengungkapan kali ini.
Investigasi akan diperluas untuk membongkar kemungkinan keterlibatan pelaku lain, termasuk pihak-pihak yang mungkin bermain di balik layar sebagai pemasok segel palsu atau distributor ilegal.
“Ini baru langkah awal. Kami akan kejar sampai ke akarnya. Termasuk pihak-pihak yang mungkin selama ini merasa aman di balik usaha gas rumahan,” kata Eko.
Ia juga meminta peran serta masyarakat untuk segera melaporkan aktivitas mencurigakan di lingkungan mereka, terutama terkait peredaran tabung tanpa segel resmi atau lokasi yang mencurigakan dengan aktivitas gas berskala besar tanpa izin.
Polisi juga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah tergiur harga elpiji 12 kg yang jauh lebih murah dari pasaran, sebab besar kemungkinan produk tersebut merupakan hasil pengoplosan.
Masyarakat diminta untuk membeli gas dari agen resmi, memastikan segel masih utuh dan mencermati warna serta bentuk regulator.
“Kalau harga terlalu murah, patut curiga. Perbedaan bisa sampai puluhan ribu rupiah, dan itu tidak masuk akal jika bukan hasil oplosan,” terang Eko.
Distribusi Gas: Masih Rentan Celah
Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan distribusi LPG di tingkat bawah. Di saat subsidi diberikan negara untuk membantu rakyat kecil, faktanya banyak celah yang dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab untuk mencari keuntungan.
Mulai dari distribusi yang tidak merata, kontrol stok yang minim, hingga sistem pelaporan yang longgar.
Diperlukan sinergi antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan Pertamina selaku penyedia agar sistem distribusi subsidi tidak lagi menjadi ladang permainan mafia gas.