Hero Soroti Pendirian KDMP Cirebon
adainfo.id – Dorongan untuk memperkuat ekonomi desa melalui berbagai bentuk kelembagaan kembali menjadi sorotan publik, menyusul rencana peluncuran program Koperasi Desa Merah Putih yang diusung sebagai bagian dari strategi pemberdayaan ekonomi rakyat di tingkat desa.
Namun, peringatan keras datang dari H. Herman Khaeron, Anggota Komisi VI DPR RI, yang meminta agar program ini tidak sekadar menjadi simbol formalitas, melainkan harus benar-benar memberikan kontribusi nyata dan terintegrasi dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang telah eksis lebih dulu.
“Setiap desa sudah punya BUMDes dengan unit usaha masing-masing. Jangan sampai koperasi ini malah jadi lembaga yang bertabrakan arah bisnisnya. Harus ada sinergi, bukan duplikasi,” tegas Herman Khaeron, yang akrab disapa Hero, kepada media pada Minggu, (22/06/2025).
BUMDes Sudah Ada, Jangan Timbulkan Overlap Fungsi
Menurut Hero, BUMDes telah memiliki pijakan hukum dan legalitas usaha yang kuat berdasarkan regulasi nasional. Banyak desa telah menjalankan unit-unit usaha seperti penyediaan air bersih, perdagangan sembako, layanan pertanian, hingga wisata desa.
Jika koperasi desa tidak dirancang secara strategis dan saling melengkapi, maka yang terjadi justru benturan fungsi yang merugikan efisiensi pembangunan ekonomi desa.
“Kalau dua lembaga di desa punya lini usaha yang sama, seperti simpan pinjam atau pengelolaan pasar, masyarakat akan bingung. Apakah harus ke koperasi atau ke BUMDes? Ini yang perlu dihindari,” jelas Hero.
Ia menilai, tanpa koordinasi dan integrasi sejak awal, kehadiran koperasi desa yang idealnya sebagai motor penggerak ekonomi mikro justru bisa kehilangan arah.
Apalagi jika koperasi itu dibentuk hanya untuk kepentingan proyek jangka pendek yang tidak dirancang untuk keberlanjutan.
Koperasi Harus Jadi Otot, Bukan Beban Baru
Dalam analoginya, Hero menyebut sistem ekonomi desa seperti tubuh manusia. BUMDes sebagai tulang punggung, sementara koperasi desa bisa berfungsi sebagai otot yang memperkuat gerak dan stabilitas.
“Kalau BUMDes jadi tulangnya, koperasi bisa jadi ototnya. Tapi otot itu harus kuat, terlatih, dan tahu kapan bergerak. Jangan jadi beban yang justru menghambat gerak pembangunan,” ungkapnya.
Ia pun mengingatkan, koperasi seharusnya hadir untuk memperluas jangkauan layanan ekonomi desa—seperti akses modal, distribusi produk, dan penguatan rantai pasok.
Namun semua itu tidak akan tercapai jika tidak ada harmonisasi kelembagaan antara koperasi dan BUMDes.
Model Bisnis Terintegrasi: Pemerintah Harus Duduk Bersama
Dalam pernyataan yang lebih luas, Hero mengajak semua pemangku kepentingan, mulai dari Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Desa PDTT, hingga pemerintah daerah dan akademisi, untuk menyusun model bisnis ekonomi desa yang benar-benar terintegrasi.
“Sekarang saatnya kita serius membangun sinergi antar-lembaga di desa. Buat peta jalan yang jelas, mana ranah BUMDes, mana peran koperasi, dan bagaimana keduanya bisa saling menguatkan,” ujarnya.
Ia mengusulkan agar setiap pendirian koperasi desa harus diawali dengan kajian kebutuhan lokal, pemetaan potensi usaha, serta pelibatan aktif masyarakat dan struktur BUMDes.
Tujuannya adalah agar koperasi tidak hanya menjadi struktur administratif, melainkan alat nyata dalam menciptakan ekonomi kerakyatan yang tangguh.
Perlu Aturan Teknis Antisipasi Tumpang Tindih
Sebagai legislator yang kerap terlibat dalam pengawasan kebijakan anggaran dan kelembagaan ekonomi, Hero menyarankan perlu adanya regulasi teknis yang menata batas dan ruang gerak masing-masing lembaga usaha desa. Termasuk dalam hal ini, standar operasional dan mekanisme kerja sama antara koperasi desa dan BUMDes.
Ia mengingatkan bahwa banyak koperasi di masa lalu gagal karena hanya dijadikan kendaraan program, tanpa rencana bisnis dan SDM yang memadai. Untuk itu, koperasi desa yang hendak didirikan harus memiliki:
-
Struktur manajemen yang jelas dan profesional
-
Unit usaha yang relevan dan tidak tumpang tindih
-
Sistem pembukuan transparan
-
Skema kemitraan strategis dengan BUMDes atau pihak ketiga
“Kalau tidak dirancang dari awal, koperasi bisa seperti rumah kosong. Ada papan namanya, tapi tidak ada aktivitas ekonomi di dalamnya. Ini yang harus kita hindari,” ucapnya.
Potensi Besar Desa, Jangan Disia-siakan
Hero menekankan bahwa desa saat ini memiliki potensi luar biasa dalam bidang produksi pangan, kerajinan, wisata, hingga energi terbarukan. Semua potensi itu membutuhkan lembaga usaha yang efisien, bersinergi, dan punya orientasi jangka panjang.
“Desa bukan objek program, tapi subjek pembangunan. Kalau kelembagaan ekonomi desanya saling mendukung, maka kemandirian itu akan lebih cepat tercapai,” ujar Hero penuh optimisme.
Ia pun berkomitmen akan terus mendorong agar pembentukan koperasi desa tidak terjebak dalam rutinitas simbolis, tapi benar-benar lahir dari kebutuhan riil masyarakat dan menjadi pilar ekonomi baru yang membumi.