Fraksi PKS Kabupaten Cirebon Soroti Potensi Konflik Kepentingan di Tubuh PGRI

KIM
Ketua Fraksi PKS, Nurholis, saat dikonfirmasi, Senin (23/06/25) (foto: adainfo.id)

adainfo.id – Proses pemilihan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Cirebon tengah menjadi perhatian serius di kalangan legislatif.

Sorotan tajam datang dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kabupaten Cirebon, yang memperingatkan potensi konflik kepentingan bila kursi pimpinan organisasi profesi guru itu diisi oleh pejabat struktural dari Dinas Pendidikan (Disdik).

Dalam keterangannya pada Senin (23/06/2025), Ketua Fraksi PKS, Nurholis, menegaskan bahwa PGRI adalah organisasi profesi yang seharusnya menjaga independensi dan ruang kritisnya.

Masuknya unsur birokrasi dalam kepengurusan, menurutnya, dapat mengaburkan batas peran antara regulator dan pelaksana kebijakan pendidikan.

“Ketika pejabat dinas memimpin PGRI, maka batas antara regulator dan organisasi profesi menjadi kabur. Bagaimana mungkin organisasi ini bersikap kritis terhadap kebijakan pendidikan, jika pimpinannya adalah bagian dari pembuat kebijakan itu sendiri?” ujar Nurholis.

PGRI Harus Tetap Dimotori Guru Aktif

Lebih jauh, Fraksi PKS menilai bahwa posisi strategis Ketua PGRI seharusnya diisi oleh guru aktif yang tidak memiliki jabatan struktural di instansi pemerintah.

Hal ini diyakini sebagai satu-satunya jalan untuk menjaga netralitas, suara autentik profesi, serta kesetaraan dalam menyuarakan aspirasi akar rumput.

Penegasan itu pun merujuk langsung pada Pasal 41 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang memberikan hak kepada guru untuk membentuk organisasi profesi yang independen dan demokratis.

“Ini bukan soal jabatan semata. Ini soal bagaimana organisasi profesi tetap menjadi suara kolektif para guru, bukan perpanjangan tangan birokrasi,” imbuh Nurholis.

Selain dasar hukum formal, PKS juga mengacu pada Anggaran Dasar PGRI hasil Kongres XXIII Tahun 2019, yang secara eksplisit menegaskan PGRI sebagai organisasi non-partisan dan bebas dari intervensi kekuasaan.

Fraksi PKS menyebut bahwa prinsip otonomi organisasi bukan hanya perkara administratif, tapi menyangkut marwah dan integritas organisasi profesi dalam sistem pendidikan nasional.

Menurut Nurholis, jika ruang kritis PGRI tertutup akibat masuknya unsur regulatif dalam pucuk pimpinan, maka organisasi ini berisiko menjadi “lembaga pelengkap” semata, tanpa kontribusi nyata dalam membela kepentingan guru.

Jangan Gadaikan Demokrasi Organisasi

PKS secara tegas mendorong agar proses pemilihan Ketua PGRI Kabupaten Cirebon dilakukan secara demokratis, terbuka, dan partisipatif.

Fraksi tersebut menekankan pentingnya melibatkan suara mayoritas guru, bukan sekadar memuluskan jalan bagi nama-nama yang disiapkan oleh unsur birokrasi.

“Kami berharap panitia pemilihan maupun internal PGRI menjaga integritas proses. Pemimpin harus lahir dari kepercayaan anggota, bukan dari tekanan atau titipan,” tutur Nurholis.

Ia juga mengajak para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah dan dinas pendidikan, untuk menghormati ruang otonomi organisasi masyarakat sipil, dalam hal ini PGRI sebagai wadah para pendidik.

Antara Regulator dan Profesi, Harus Jelas Batasnya

Menanggapi narasi bahwa pejabat struktural dinas memiliki kapasitas dan pengalaman memadai dalam mengelola organisasi, Fraksi PKS tak menampik hal itu.

Namun demikian, Nurholis menegaskan, peran tersebut lebih tepat jika dilakukan sebagai pembina atau mitra, bukan sebagai pengendali dari dalam.

“Kami tidak anti pejabat dinas. Tapi mari kita dudukkan peran pada tempatnya. Regulator bertugas mengatur. Organisasi profesi bertugas memperjuangkan. Dua-duanya penting, tapi fungsinya berbeda,” tutup Nurholis.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *