Ajang Osteo Run Kota Sukabumi Berlangsung Kacau

Panitia Osteo Run 7.5K Kota Sukabumi saat memberikan klarifikasi, Minggu (05/10/25) (foto: Tikok @matchacanoo_)

adainfo.id – Ajang Osteo Run 7.5K yang digelar pada Minggu (5/10/2025) di depan Balai Kota Sukabumi, Jawa Barat, justru berakhir dengan sorotan tajam dan gelombang kekecewaan dari para peserta. Acara yang seharusnya menjadi perayaan semangat olahraga dan kesehatan itu berubah menjadi ajang penuh kritik terhadap penyelenggara.

Sejumlah pelari menilai kegiatan tersebut jauh dari ekspektasi, baik dari segi teknis maupun manajemen acara. Banyak di antara mereka merasa dirugikan karena panitia tidak menepati janji terkait fasilitas lomba yang sudah mereka bayar.

“Bayar mahal tapi medali nggak dapat, rute juga nggak steril dan water station jauh dari jalur. Marshal pun jarang terlihat di lintasan,” kata seorang peserta yang enggan disebutkan namanya.

Peserta juga menyoroti ketidaksiapan panitia dalam mengelola event sebesar ini. Mulai dari podium pemenang yang tidak jelas, pembagian jersey yang tidak merata, hingga minimnya petunjuk arah di sepanjang lintasan.

Rute Tak Jelas dan Minim Pengawasan

Salah satu keluhan terbesar datang dari peserta yang mengaku kebingungan di tengah lomba karena tidak adanya penanda arah. Sejumlah pelari bahkan dilaporkan keluar dari jalur resmi akibat tidak adanya marshal di beberapa titik penting.

“Kami sempat bingung harus belok ke mana karena tidak ada penanda arah yang jelas. Marshal juga tidak ada di beberapa titik strategis. Akhirnya beberapa peserta malah berlari ke arah yang salah,” ungkap seorang pelari lain.

Banyak peserta juga menyayangkan kurangnya pengamanan di sepanjang rute. Tidak terlihat kehadiran petugas polisi atau pengamanan resmi yang biasanya hadir dalam event lari berskala besar. Akibatnya, jalur lomba kerap tumpang tindih dengan lalu lintas umum sehingga mengganggu kenyamanan pelari.

Keluhan Peserta: “Tidak Ada Medali, Racepack Tak Lengkap”

Kekecewaan semakin membesar setelah para peserta mencapai garis finis seperti yang dialami oleh Aulia. Dirinya menyebutkan bahwa para peserta tidak disambut dengan medali finisher, minuman penyegar, atau goodie bag, mereka justru mendapati area finis tanpa aktivitas berarti.

“Setelah lari nggak ada medali, nggak ada refreshment atau goodie bag. Bahkan beberapa orang nggak dapat racepack yang isinya lengkap seperti seharusnya. Jadi banyak peserta merasa dirugikan, apalagi yang datang dari luar kota,” ujar Aulia saat dikonfirmasi melalui Tiktok.

Ungkapan serupa membanjiri media sosial. Tagar #OsteoRunSukabumi sempat trending di kalangan komunitas pelari lokal. Banyak unggahan memperlihatkan kondisi kacau di lokasi acara, mulai dari garis finis sederhana berbentuk gapura baja ringan hingga ketiadaan panitia di area utama setelah lomba selesai.

Kisah di Balik Kekacauan Event

Melansir dari akun Tiktik @tiyahijanaw, ajang Osteo Run 7.5K awalnya digagas bersama PERWATUSI Sukabumi (Perkumpulan Warga Tulang Sehat) sebagai bagian dari rangkaian acara memperingati Hari Osteoporosis Sedunia. Namun, dalam perjalanan, kepanitiaan lari dan senam terpecah menjadi dua bagian karena adanya perbedaan teknis dan komunikasi.

Menurut beberapa saksi, pengambilan race pack (RPC) pada 2–4 Oktober 2025 di store 3Second berlangsung tidak merata. Peserta yang mengambil pada hari pertama dan kedua masih mendapatkan produk sponsor lengkap seperti susu, minuman serbuk, dan voucher, sementara peserta hari terakhir hanya menerima jersey tanpa produk tambahan.

Kekacauan semakin terlihat saat hari H lomba. Sejak pagi pukul 05.30, banyak peserta mengaku tidak melihat tanda-tanda kesiapan panitia di lapangan. Jalur lari tidak dijaga, tidak ada koordinasi dengan pihak kepolisian, dan marshal hampir tidak terlihat.

“Selama lari 7,5 km, saya nggak lihat ada pengamanan. Water station cuma dua, itu pun jauh dari jalur. Panitia seperti tidak siap,” kata seorang pelari lainnya.

Panitia Akui Kekurangan, Tegaskan Tak Terkait Pemkot Sukabumi

Ketua Panitia Osteo Run 7.5K, Raihan, akhirnya buka suara di tengah kritik tajam. Ia mengakui adanya banyak kekurangan dalam pelaksanaan acara dan meminta maaf kepada seluruh peserta.

“Kami menyadari banyak kekurangan dalam pelaksanaan Osteo Run tahun ini. Kami mohon maaf kepada semua peserta yang merasa dirugikan. Evaluasi akan dilakukan secara menyeluruh agar kejadian ini tidak terulang,” ujarnya.

Raihan juga menegaskan bahwa kegiatan ini tidak berada di bawah tanggung jawab Pemerintah Kota Sukabumi. Menurutnya, acara ini merupakan inisiatif komunitas olahraga lokal yang bekerja sama dengan sponsor, sementara Pemkot hanya memberikan izin penggunaan area Balai Kota sebagai lokasi start dan finis.

“Event ini murni kegiatan komunitas dan tidak berada di bawah koordinasi Pemkot Sukabumi,” tegasnya.

Namun, sejumlah peserta mendesak agar panitia memberikan pertanggungjawaban terbuka, termasuk menjelaskan alokasi dana pendaftaran dan sponsor. Mereka menilai transparansi menjadi hal penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap kegiatan olahraga di masa depan.

Dugaan Masalah Internal dan Penyalahgunaan Dana Sponsor

Dari informasi yang beredar di kalangan peserta dan komunitas lari, muncul dugaan bahwa terjadi ketidaksiapan manajemen internal. Beberapa anggota komunitas lari yang semula ikut dalam kepanitiaan disebut mundur H-1 sebelum acara karena tidak adanya transparansi dari ketua panitia.

Peserta juga mengungkap bahwa sejumlah produk sponsor, seperti minuman dan roti untuk konsumsi peserta, ditemukan masih tersimpan di rumah panitia utama. Padahal, seharusnya produk tersebut dibagikan sebagai bagian dari fasilitas lomba.

Untuk medali finisher, informasi yang diperoleh dari Ketua PERWATUSI menyebutkan bahwa pemesanan medali sebenarnya sudah dilakukan dua minggu sebelum acara. Namun, saat hari pelaksanaan, hanya delapan medali yang tersedia dan dikalungkan kepada peserta potensial podium.

Sementara vendor medali dan panitia sudah dimediasi, dan dikabarkan bahwa medali akan dibuat ulang. Adapun sisa makanan dan minuman yang belum dibagikan disebut akan disalurkan ke panti sosial agar tidak terbuang percuma.

Gelaran Osteo Run 7.5K Sukabumi menjadi pelajaran penting bagi penyelenggara kegiatan olahraga di tingkat daerah. Para peserta menilai pentingnya melibatkan organisasi profesional dan dukungan dari pemerintah daerah agar setiap event berjalan sesuai standar keamanan, transparansi, serta pelayanan publik yang layak.

Beberapa komunitas pelari bahkan mengusulkan agar ke depan dibentuk asosiasi event running resmi di Sukabumi untuk memastikan kualitas dan akuntabilitas penyelenggaraan kegiatan serupa.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *