Banprov Kabupaten Cirebon Terancam Ditunda, Imbas Ulah Kuwu Karangsari Sawer DJ

KIM
Kantor DPMPD Kabupaten Cirebon (foto: adainfo.id)

adainfo.id – Ketegangan melanda ratusan desa di Kabupaten Cirebon setelah Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberi sinyal penundaan pencairan dana bantuan provinsi (Banprov) tahun 2025.

Pemicu kekisruhan ini bermula dari aksi tidak etis Kuwu Desa Karangsari yang tertangkap kamera menyawer DJ Nathalie Holscher di sebuah tempat hiburan malam.

Kejadian yang viral dan memancing kemarahan publik tersebut kini berbuntut panjang. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, secara tegas menyatakan sikap bahwa pencairan Banprov ke seluruh desa di Kabupaten Cirebon akan ditunda, apabila tidak ada tindakan tegas dari pemerintah daerah terhadap oknum kuwu tersebut.

“Kalau sampai ditunda karena satu kasus, ini jelas merugikan banyak pihak,” ujar Siti Sulthanah, Kepala Bidang Penataan dan Kerja Sama Desa, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Cirebon, Selasa (17/06/2025).

Ia menambahkan bahwa pihaknya telah bersurat secara resmi ke DPMPD Provinsi Jawa Barat dan menyampaikan imbauan kepada desa-desa agar tetap tenang dan tidak gegabah menilai situasi.

Banprov Belum Cair di Seluruh Jawa Barat

Menjelang pertengahan tahun, belum satu pun desa di Kabupaten Cirebon menerima pencairan Banprov tahun 2025. Hal ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, di mana dana tersebut sudah mulai disalurkan pada Februari atau Maret.

Namun hingga pertengahan Juni, petunjuk teknis (juknis) penyaluran dana Banprov dari Pemprov Jabar belum juga dirilis.

“Proses penyaluran Banprov belum berjalan, bukan hanya di Kabupaten Cirebon, tetapi di seluruh Jawa Barat. Tapi tentu saja, kami khawatir jika insiden ini dijadikan alasan untuk menunda lebih lama,” tegas Siti Sulthanah.

Dampak Ekonomi dan Pemerintahan Desa

Banprov merupakan sumber dana penting yang menopang kegiatan pemerintahan desa. Pada tahun 2024, setiap desa di Kabupaten Cirebon menerima sekitar Rp130 juta dari Banprov. Dana ini digunakan untuk:

  • Biaya pembangunan infrastruktur dasar

  • Biaya operasional pemerintahan desa (BOP)

  • Honorarium perangkat desa

  • Dukungan untuk kegiatan lembaga seperti BPD (Badan Permusyawaratan Desa)

Tertundanya dana ini berpotensi mengganggu layanan pemerintahan desa, proyek-proyek fisik yang telah dirancang, hingga kesejahteraan perangkat desa yang bergantung pada honor dari Banprov.

Etika Publik dan Tanggung Jawab Personal

DPMPD Kabupaten Cirebon telah melayangkan teguran tertulis kepada Kuwu Karangsari dan menyusun laporan resmi kepada Pemerintah Provinsi. Tindakan ini diambil sebagai bentuk tanggung jawab etis dan administratif atas kejadian yang telah mencoreng nama baik institusi pemerintahan desa.

“Secara etika, apa yang dilakukan kuwu tersebut jelas tidak pantas. Tapi kami berharap dampaknya tidak dibebankan ke desa-desa lain yang tidak bersalah,” ujar Siti.

Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Kuwu Cirebon (FKKC), Muali, menjelaskan bahwa organisasinya sudah menjadwalkan pertemuan klarifikasi dengan Kuwu Karangsari, namun pertemuan itu tertunda karena yang bersangkutan masih berada di kecamatan.

“Kami tetap akan menjadwalkan ulang dan meminta klarifikasi langsung. Ini penting agar kami punya pemahaman utuh dan bisa menyampaikan sikap kepada Pemprov,” kata Muali.

Ia juga menyayangkan bahwa satu tindakan personal kini berisiko membawa konsekuensi kolektif bagi ratusan desa yang tidak terkait langsung dengan insiden tersebut.

“Ini pelajaran penting bagi semua pemimpin desa. Tindakan personal kita bisa berdampak sistemik. Maka perlu introspeksi dan kedewasaan dalam bersikap,” tambahnya.

Desa Butuh Kepastian, Bukan Hukuman Kolektif

Banyak kepala desa yang menyuarakan kekhawatiran atas kemungkinan terhambatnya pembangunan desa. Beberapa di antaranya menyebut bahwa anggaran Banprov sudah masuk dalam perencanaan program desa yang bersifat prioritas, mulai dari perbaikan jalan desa, pembangunan saluran irigasi, hingga pengadaan alat bantu masyarakat.

“Kami berharap jangan ada hukuman kolektif. Kasus personal seharusnya diselesaikan secara individual. Jangan sampai desa yang bersih ikut kena getahnya,” ucap seorang kuwu dari Kecamatan Astanajapura.

Desakan agar Juknis Segera Turun

Di tengah ketidakpastian, desakan agar Pemprov segera merilis juknis penyaluran Banprov 2025 semakin kuat. Para pengelola keuangan desa kini menunggu sinyal dari pemerintah provinsi agar bisa menyusun APBDes perubahan secara tepat waktu.

“Kami juga butuh kepastian anggaran agar program desa bisa berjalan. Jika tidak ada Banprov, tentu harus ada penyesuaian besar dalam skema pembiayaan,” jelas Siti.

Wacana Evaluasi Etika Pemimpin Desa

Di sisi lain, banyak pihak menilai bahwa kejadian ini dapat menjadi momentum untuk mengevaluasi pembinaan etika dan integritas pemimpin desa. Beberapa akademisi dan aktivis pemerintahan desa mengusulkan adanya:

  • Pelatihan etika publik bagi kuwu baru

  • Sanksi administratif yang lebih tegas

  • Penandatanganan pakta integritas tahunan

  • Pengawasan perilaku ASN dan perangkat desa oleh inspektorat

“Menjadi kuwu itu pilihan politik, tapi menjalankan amanah adalah tanggung jawab moral,” tegas salah satu dosen pemerintahan dari Universitas Swadaya Gunung Jati.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *