BPN Depok Klarifikasi Tudingan Mangkraknya Constatering Sengketa Tanah

AG
BPN beri Klarifikasi terkait Berita Constatering (foto; BPN Depok)

adainfo.id – Kantor Pertanahan ATR/BPN Kota Depok memberikan klarifikasi resmi terkait permintaan constatering dalam sengketa lahan yang saat ini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Depok.

Klarifikasi ini disampaikan menyusul pemberitaan yang menyebut dugaan adanya oknum yang bermain dalam perkara tanah dengan nomor hak milik 751 dan 7640 yang dipersoalkan dalam proses hukum.

Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Depok, Galang Rambu Sukmara, menegaskan bahwa BPN tidak memiliki wewenang untuk melaksanakan constatering secara sepihak tanpa adanya dasar hukum atau instruksi resmi dari pengadilan. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar di Aula Kantor BPN Kota Depok, Selasa (1/7/2025).

“Kami belum menerima relaas atau pemberitahuan resmi dari PN Depok. Maka, kami belum bisa menindaklanjuti permohonan constatering tersebut,” tegas Galang.

BPN Depok Hormati Proses Hukum dan Tegas Tolak Mafia Tanah

Dalam kesempatan yang sama, Galang juga membantah adanya dugaan permainan oknum BPN dalam perkara tersebut. Ia menyatakan bahwa pihaknya bekerja sesuai dengan prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Kami sangat berhati-hati dalam menangani perkara seperti ini. Tidak ada ruang untuk mafia tanah di lingkungan kami,” tegasnya.

BPN Depok, menurut Galang, telah menerima surat permohonan constatering dari Kantor Hukum Andi Tatang Supriyadi & Rekan dengan nomor 047/ATS-R/S.Kel/VI/2025 tertanggal 26 Juni 2025.

Surat itu merupakan tindak lanjut dari surat sebelumnya tertanggal 2 Mei 2025. Namun karena proses hukum perkara terkait masih berlangsung, permohonan tersebut belum bisa ditindaklanjuti.

Permintaan Constatering Masih Tunggu Instruksi PN Depok

Galang menegaskan bahwa pelaksanaan constatering harus berdasarkan perintah resmi dari Pengadilan Negeri Depok, bukan atas permintaan sepihak meski berasal dari kuasa hukum.

“Kami akan merespons surat tersebut secara tertulis. Namun pelaksanaan di lapangan, jika menyangkut constatering, tetap harus melalui instruksi dari ketua pengadilan atau majelis yang menangani perkara,” jelasnya.

Dalam kasus ini, pihak yang bersangkutan saat ini telah mengajukan bantahan kedua dalam perkara yang terdaftar dengan nomor 156/PDT.BTH/2025/PN.Dpk, yang dijadwalkan untuk menjalani tahap mediasi pada 8 Juli 2025.

Komitmen Tegas BPN Depok: Tidak Ada Toleransi untuk Mafia Tanah

Sebagai institusi negara yang berwenang dalam urusan agraria, BPN Depok menegaskan komitmennya terhadap penegakan hukum yang adil, transparan, dan bebas dari intervensi pihak-pihak yang memiliki kepentingan di luar hukum.

“Kami menghargai hak setiap warga negara untuk memperoleh keadilan. Tapi semua harus melalui mekanisme yang benar. Kami tidak akan melangkahi kewenangan pengadilan,” ujar Galang.

Ia juga meminta agar masyarakat tidak mudah terprovokasi dengan informasi yang belum terbukti, dan mengajak semua pihak untuk mengikuti jalur hukum yang benar dalam menyelesaikan konflik pertanahan.

Hingga saat ini, proses perkara sengketa lahan tersebut masih dalam tahapan awal di PN Depok dan belum masuk ke tahap pembuktian akhir atau eksekusi.

Constatering dan Dasar Hukumnya

Dalam hukum perdata, constatering merupakan tindakan pencatatan fakta oleh pejabat berwenang terhadap suatu objek atau lokasi tertentu untuk kepentingan pembuktian hukum, umumnya sebagai bagian dari proses eksekusi putusan pengadilan.

Dalam konteks pertanahan, constatering biasanya dilakukan untuk memastikan objek tanah yang disengketakan sesuai dengan amar putusan.

Dalam hukum acara perdata, constatering hanya dapat dilakukan oleh pemohon eksekusi yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, para pihak yang membutuhkan pembuktian dalam perkara yang sedang berjalan, atau  dilaksanakan oleh juru sita atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri.

Landasan hukum yang menjadi dasar pelaksanaan constatering meliputi:

  • Pasal 195 HIR / 206 RBg, yang mengatur tentang pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan;

  • SEMA No. 4 Tahun 2001, tentang tata cara pelaksanaan eksekusi dan penggunaan tenaga juru sita;

  • UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA), tentang Pokok-Pokok Agraria;

  • Permen ATR/BPN No. 21 Tahun 2020, tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan.

Sementara itu, dalam konteks non-litigasi, constatering juga dapat dilakukan oleh notaris atau PPAT, yang hasilnya dapat digunakan sebagai bukti dalam proses hukum. Namun tetap saja, validitas constatering yang berkaitan dengan sengketa hukum hanya dapat diakui jika dijalankan atas dasar perintah pengadilan.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *