Budidaya Ikan Nila Bioflok di Depok Hasilkan Panen Berlimpah

ARY
Lahan budidaya ikan nila dengan metode bioflok milik Miftahul Falah di kawasan Kecamatan Sawangan, Kota Depok. (Foto: Istimewa)

adainfo.id – Salah satu inovasi yang kini menarik perhatian di Kota Depok, adalah budidaya ikan nila menggunakan metode bioflok.

Metode ini menjadi solusi efisien dalam pemanfaatan lahan sempit dan penggunaan air, dengan hasil panen yang jauh lebih tinggi dibandingkan sistem konvensional.

Apalagi, di tengah semakin terbatasnya lahan di wilayah perkotaan, inovasi dalam sektor pertanian dan perikanan menjadi semakin penting.

Metode Bioflok: Inovasi Berbasis Mikroorganisme

Bertempat di kawasan Kecamatan Sawangan, budidaya ikan nila dengan sistem bioflok kini mulai dikembangkan secara intensif.

Kolam-kolam ikan berbentuk bulat berdiameter 4 hingga 5 meter berjejer rapi di lokasi budidaya milik Miftahul Falah, seorang pelaku budidaya sekaligus penggerak komunitas Bioflok Indonesia.

Miftah menjelaskan bahwa bioflok merupakan sistem budidaya ikan dengan memanfaatkan mikroorganisme.

Mikroorganisme ini berfungsi mengolah limbah organik dari kotoran ikan menjadi senyawa protein yang kemudian dapat dimakan kembali oleh ikan.

“Dengan demikian, kualitas air terjaga dan kita tidak perlu mengganti air kolam terlalu sering,” ujar Miftah, dikutip Selasa (17/6/2025).

Hemat Air dan Ramah Lingkungan

Salah satu keunggulan paling mencolok dari sistem bioflok adalah efisiensi penggunaan air.

Dalam konteks kekeringan dan keterbatasan pasokan air bersih di sejumlah daerah, sistem ini sangat relevan.

“Kelebihannya, kita gak terlalu sering buang air. Karena kotoran diolah oleh bakteri, air tetap bisa dipakai dan tidak mencemari lingkungan,” jelas Miftah.

Efisiensi ini menjadikan sistem bioflok sangat cocok untuk diterapkan di kota-kota besar seperti Depok.

Optimal untuk Lahan Terbatas

Sistem bioflok juga unggul dari sisi penggunaan lahan. Miftah menuturkan bahwa kolam bundar dengan diameter 4 hingga 5 meter sudah mampu menghasilkan panen yang memadai.

“Meski area sempit, tapi hasil budidayanya lebih banyak daripada sistem konvensional,” katanya.

Dengan kata lain, bioflok adalah solusi cerdas bagi warga perkotaan yang ingin memulai usaha perikanan tanpa membutuhkan lahan yang luas.

Tantangan: Ketergantungan terhadap Listrik

Namun, bukan berarti sistem bioflok tanpa kekurangan. Salah satu tantangan utama adalah kebutuhan energi listrik yang cukup besar untuk menghidupkan aerator selama 24 jam non-stop.

Aerator berperan penting dalam menciptakan oksigen terlarut di dalam air dan menjaga mikroorganisme tetap hidup.

“Kekurangannya, kita memang berpacu dengan waktu. Untuk hasil panen tinggi di lahan sempit, kita harus mengandalkan teknologi, yang artinya kita mengorbankan biaya listrik,” ujar Miftah.

Skala Produksi dan Target Panen

Saat ini, Miftah memiliki total 22 kolam bioflok, 10 kolam dengan diameter 4 meter dan 12 kolam berdiameter 5 meter.

Bila semuanya dioperasikan penuh, Miftah menargetkan panen mencapai 7 ton ikan nila sekali panen.

Angka ini tergolong tinggi dan menunjukkan potensi besar dari sistem bioflok.

Selain itu, Miftah juga tergabung dalam Komunitas Bioflok Indonesia, yang berfungsi sebagai wadah berbagi ilmu, teknik budidaya, serta strategi pemasaran hasil panen ke berbagai pasar.

Budidaya Ikan Nila Bioflok: Peluang Bisnis yang Menjanjikan

Dengan tantangan keterbatasan lahan dan air, sistem bioflok menjawab kebutuhan masyarakat urban yang ingin tetap produktif dalam sektor agribisnis.

Harga jual ikan nila yang stabil, ditambah kesadaran konsumen akan pentingnya makanan bergizi, menjadi peluang ekonomi baru bagi pelaku usaha mikro dan rumah tangga.

Ke depan, model seperti yang dilakukan Miftahul Falah ini bisa direplikasi di berbagai wilayah lain di Depok maupun kota-kota besar lainnya.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *