Bupati Cirebon Dukung Pesantren Sebagai Pilar Pemberdayaan Masyarakat
adainfo.id – Bupati Cirebon, Imron menegaskan dukungannya penuh terhadap gagasan Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, A. Muhaimin Iskandar (Cak Imin), yang mendorong transformasi pesantren menjadi pusat pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam rangka mempercepat pengentasan kemiskinan ekstrem.
Penegasan ini disampaikan saat menghadiri acara “Rembug Warga: Peningkatan Kapasitas Masyarakat Pesisir Berbasis Pesantren” di Pondok Pesantren Gedongan, Desa Ender, Kecamatan Pangenan, Kamis (17/7/2025).
Dalam sambutannya, Imron menyampaikan apresiasi terhadap langkah Menko PM yang menawarkan arah baru bagi peran pesantren, terutama di wilayah Kabupaten Cirebon—yang dikenal sebagai “kota santri”.
“Kami menyambut baik kedatangan Bapak Menko ke Cirebon, terutama dengan membawa agenda yang sangat relevan bagi daerah kami sebagai kota santri,” kata Imron kepada wartawan.
Ia menyoroti fakta bahwa angka kemiskinan di Kabupaten Cirebon masih berada di kisaran 11 persen, setara kurang lebih dengan 245 ribu jiwa. Untuk itu, ia menilai pesantren memiliki posisi strategis untuk memotong rantai kemiskinan.
“Pesantren tidak lagi cukup menjadi lembaga pendidikan agama saja. Tetapi bisa berkembang menjadi pusat ekonomi kerakyatan,” imbuh Imron.
Lebih tegas ia menyampaikan komitmen Pemkab Cirebon untuk menyediakan dukungan teknis maupun anggaran, termasuk kolaborasi dalam pemanfaatan Data Tunggal Sosial Ekonomi (DTSE) sebagai dasar program pemberdayaan di tingkat pesantren agar tepat sasaran.
Menko PM: pesantren harus menjadi motor transformasi sosial-ekonomi
Menko PM Muhaimin Iskandar menegaskan, meski pesantren dikenal sejak lama sebagai institusi pendidikan inklusif—yang menyentuh masyarakat miskin—perannya perlu diperluas.
“Pesantren telah lama menjadi tempat bagi siapa pun, termasuk masyarakat miskin, untuk mengakses pendidikan. Ini kunci penting dalam memotong rantai kemiskinan,” jelas Cak Imin.
Menurutnya, pesantren harus berkembang sebagai pusat pelatihan kerja (inkubator usaha), produksi barang lokal, dan jaringan distribusi, sehingga santri bisa memiliki keterampilan dan kemandirian ekonomi jangka panjang.
Transformasi ini, ia tambahkan, sejalan dengan target nasional mengakhiri kemiskinan ekstrem pada 2026.
“Pesantren harus naik kelas, menjadi pusat pemberdayaan masyarakat,” tutup Menko PM.
Inisiatif ini tidak berdiri sendiri. Cak Imin menjelaskan bahwa pemberdayaan pesantren sebagai pilar pengentasan kemiskinan merupakan bagian dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025. Inpres tersebut memerintahkan sinergi antar kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah.
“Kemenko PM akan terus mengorkestrasikan berbagai bentuk dukungan agar peran pesantren diperkuat dalam skema nasional pengentasan kemiskinan,” tegasnya.
Kondisi Riil Kabupaten Cirebon
Kabupaten Cirebon, khususnya di wilayah pesisir seperti Kecamatan Pangenan, Gebang, dan Mundu, menyimpan potensi ekonomi yang besar. Namun, hingga kini, potensi itu belum sepenuhnya teraktualisasi karena masih dihadapkan pada berbagai tantangan mendasar yang menghambat laju pembangunan.
Setidaknya ada tiga persoalan utama yang menjadi catatan penting dalam forum Rembug Warga yang digelar di Pondok Pesantren Gedongan.
Fakta pertama yang mencuat adalah soal keterbatasan infrastruktur. Hingga pertengahan 2025, banyak wilayah pesisir di Cirebon yang masih menghadapi persoalan akses jalan. Beberapa desa bahkan belum memiliki jalur penghubung yang memadai untuk mendukung mobilitas barang dan orang.
Hal ini berdampak langsung pada lambannya perputaran ekonomi lokal, serta menyulitkan distribusi hasil perikanan dan pertanian dari desa ke pusat-pusat pasar.
Pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan desa, jembatan kecil, saluran irigasi, hingga fasilitas penampungan hasil laut masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan secara tuntas oleh pemerintah daerah.
Di tengah situasi itu, kehadiran pesantren—yang biasanya terletak di pusat komunitas pedesaan—dianggap mampu menjadi simpul konektivitas baru jika dilibatkan dalam skema pembangunan yang lebih terintegrasi.
Persoalan kedua adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM). Wilayah pesisir Cirebon, yang sebagian besar dihuni oleh keluarga nelayan dan petani, masih menghadapi keterbatasan dalam akses pendidikan dan pelatihan keterampilan. Banyak anak-anak dari keluarga tidak mampu hanya mengenyam pendidikan dasar, bahkan tak sedikit yang putus sekolah.
Dalam forum Rembug Warga, keluhan ini datang langsung dari tokoh masyarakat Desa Ender, yang menyoroti banyaknya remaja pesisir yang harus langsung bekerja membantu orang tua, alih-alih melanjutkan sekolah. Padahal, untuk dapat bersaing di sektor formal atau industri, minimal mereka harus menyelesaikan pendidikan setingkat SMA.
Kondisi ini membuat generasi muda pesisir terjebak dalam siklus pekerjaan informal yang rendah pendapatan, tanpa peluang peningkatan kesejahteraan yang signifikan. Di titik inilah pesantren dipandang dapat memainkan peran strategis, tidak hanya sebagai lembaga pendidikan agama, tetapi juga sebagai pusat pelatihan keterampilan dan pengembangan SDM lokal.
Selain itu, Kabupaten Cirebon masih bergelut dengan angka kemiskinan yang cukup tinggi. Berdasarkan data terbaru yang diungkap Bupati Imron Rosyadi, tingkat kemiskinan di wilayahnya mencapai 11 persen atau setara dengan lebih dari 245 ribu jiwa. Sebagian besar dari angka ini tersebar di desa-desa pesisir, yang rentan terhadap ketidakstabilan cuaca, fluktuasi harga ikan, dan keterbatasan akses modal usaha.
Kemiskinan yang bersifat struktural ini diperparah oleh kurangnya jaminan sosial yang memadai, serta minimnya alternatif pekerjaan di luar sektor perikanan tradisional. Banyak nelayan, misalnya, terjerat utang kepada tengkulak akibat biaya operasional melaut yang tinggi, namun hasil tangkapan tidak menentu.
Di tengah realitas tersebut, pendekatan pemberdayaan berbasis komunitas pesantren diyakini mampu menawarkan jalan keluar yang lebih berkelanjutan. Melalui pesantren, masyarakat dapat diberikan akses pada pendidikan kejar paket, pelatihan keterampilan, usaha mikro, hingga penguatan jaringan ekonomi lokal.
Dengan demikian, tiga tantangan utama—infrastruktur yang terbatas, rendahnya mutu SDM, dan tingginya angka kemiskinan—tak hanya menjadi catatan masalah, tetapi juga menjadi pijakan awal untuk membangun kebijakan berbasis kebutuhan riil masyarakat pesisir.
Inisiatif pemerintah pusat dan dukungan pemerintah daerah untuk melibatkan pesantren sebagai aktor strategis pembangunan membuka harapan baru bagi masyarakat di garis depan kemiskinan.
Melalui pemanfaatan pesantren sebagai pusat pemberdayaan, diharapkan wilayah terpencil, terutama di pesisir seperti di Pangenan dan Gebang, bisa menjanjikan akses lebih baik kepada pelatihan keterampilan serta ekonomi produktif berbasis nilai lokal.
Suara pesantren dan masyarakat desa
Pemimpin Ponpes Gedongan, KH Ade Tohir, menyambut hangat visi Menko PM. Menurutnya, pesantren kini telah menjadi pusat kegiatan masyarakat, tak hanya pengajian. Pondok tersebut bahkan memiliki workshop kerajinan, pondok pesantren digital, dan usaha ekonomi kreatif, di mana santri dan warga belajar bersama.
Sementara itu, perwakilan petani dan nelayan pesisir dalam forum Rembug Warga menyampaikan bahwa selama ini akses bantuan pemerintah resmi masih sulit mereka capai. Kehadiran pesantren sebagai mediator dinilai mampu menyalurkan bantuan dan keterampilan dengan pola partisipatif, transparan, dan berkelanjutan.
Dukungan data dan pelaporan: kunci akuntabilitas program
Imron menekankan pentingnya penggunaan DTSE untuk menjamin bahwa dukungan tak hanya tepat sasaran, tetapi juga dapat dipantau secara terbuka. Dengan perangkat data tunggal, program pemberdayaan dapat dilaporkan secara berkala, sehingga masyarakat bisa ikut mengawasi dan menilai efektivitasnya.
Potensi nyata: ekonomi pesantren sebagai game changer
Jika diimplementasikan dengan baik, kerangka ini berpotensi menciptakan ekosistem ekonomi pesantren —penggerak usaha mikro dan kolektif, seperti koperasi santri, produk santri halal, agrowisata pesantren, dan pelatihan kewirausahaan untuk kaum santri alumni.
Secara langsung, ini akan menciptakan lapangan kerja, memperluas basis ekonomi desa, dan menjadikan pondok pesantren sebagai sumber pemberdayaan berkelanjutan.