Datangi Kantor Desa, Warga Ciawijapura Tanyakan Soal Transparansi Anggaran

KIM
Warga Ciawijapura audiensi dengan pemerintahan desa terkait pengurus BUMDes dan transparansi anggaran, Selasa (03/06/25) (Foto: adainfo.id)

adainfo.id – Sejumlah warga Desa Ciawijapura, Kecamatan Susukanlebak, Kabupaten Cirebon, mendatangi Kantor Desa guna menyampaikan keberatan atas mekanisme pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang dinilai kurang transparan dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Sorotan utama dalam audiensi ini tertuju pada pengangkatan Direktur BUMDes yang diduga merupakan anak dari kepala desa setempat.

Salah satu warga, Moch Rosid, menyuarakan kegelisahan masyarakat terhadap proses pembentukan pengurus BUMDes yang dinilai tidak melibatkan warga secara menyeluruh.

“Memang tidak ada aturan eksplisit yang melarang keluarga kuwu menjadi pengurus BUMDes. Namun mekanismenya harus transparan, sesuai prosedur, dan melibatkan masyarakat agar tidak timbul dugaan nepotisme,” ujarnya.

Menurut Rosid, pelibatan masyarakat dalam forum Musyawarah Desa (Musdes) sangat penting untuk menjaga akuntabilitas dan kepercayaan publik terhadap pemerintahan desa.

“Keluarga kuwu boleh saja jadi pengurus BUMDes, asalkan melalui mekanisme yang benar dan memenuhi syarat. Tapi akan lebih baik jika diberikan kepada warga lain untuk mencegah potensi konflik,” tegasnya.

Hasil Audiensi: Evaluasi Pengurus BUMDes Dilakukan Juli

Dalam audiensi yang berlangsung secara terbuka, warga dan pemerintah desa mencapai kesepakatan bahwa pengurus BUMDes akan dievaluasi dan direstrukturisasi pada bulan Juli mendatang. Warga mengusulkan agar pemilihan pengurus, termasuk direktur, dilakukan secara demokratis melalui Musdes.

“Kami ingin susunan kepengurusan termasuk Direktur BUMDes dipilih oleh masyarakat, melalui musyawarah yang terbuka,” ujar Rosid mewakili aspirasi warga lainnya.

Kuwu Ciawijapura: Proses Sudah Sesuai Tahapan dan Sosialisasi

Menanggapi keluhan warganya, Kepala Desa Ciawijapura, Ade Srisumartini, mengklaim bahwa proses pembentukan BUMDes telah melalui sejumlah tahapan, termasuk sosialisasi kepada warga. Ia juga menyebut bahwa pengangkatan anaknya sebagai ketua BUMDes dilakukan karena tidak ada warga yang berminat saat ditawarkan, mengingat insentif yang ditawarkan tergolong minim.

“Kami sudah sosialisasi. Tidak ada yang berkenan karena upahnya kecil. Akhirnya anak saya yang bersedia,” kata Ade.

Ia menyatakan bahwa masukan dari warga sangat penting untuk memperbaiki tata kelola desa ke depan. Pemerintah desa juga akan mengevaluasi keterwakilan wilayah dalam struktur Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang saat ini dinilai belum optimal.

“Audiensi ini jadi motivasi bagi kami. Kami terbuka untuk perbaikan. Pengurus BUMDes akan dievaluasi hingga Juli,” tambahnya.

Forum Kuwu dan KID: Soroti Komunikasi dan Transparansi Informasi

Menanggapi dinamika yang terjadi, perwakilan Forum Komunikasi Kuwu Cirebon (FKKC), H. Lili Mashuri, menyebut bahwa komunikasi antara pemerintah desa dan warga harus diperkuat agar tidak terjadi kesalahpahaman. Ia menilai persoalan yang muncul lebih disebabkan oleh miss komunikasi ketimbang pelanggaran administratif.

“Musyawarah Dusun (Musdus) penting sebagai forum awal. Komunikasi dua arah harus dibangun,” ujarnya.

Sementara itu, Fredy, perwakilan dari Komisi Informasi Daerah (KID) Kabupaten Cirebon, menyampaikan bahwa keterbukaan informasi dalam pengelolaan desa adalah hak publik. Ia menyambut baik audiensi tersebut sebagai bentuk kontrol sosial yang sah dan sehat dalam sistem demokrasi desa.

“Ini bukti kepedulian masyarakat yang tinggi terhadap jalannya pemerintahan desa. Namun perlu dipahami, beberapa dokumen masih menjadi rahasia jika belum diaudit inspektorat,” katanya.

Tata Kelola Desa Harus Terbuka, Akuntabel, dan Bebas Konflik Kepentingan

Kasus di Ciawijapura menjadi cerminan bagaimana transparansi dan akuntabilitas dalam pembentukan BUMDes masih menjadi tantangan nyata. Keterlibatan keluarga kepala desa dalam struktur organisasi BUMDes tidak serta-merta melanggar hukum, namun rawan memunculkan persepsi negatif dan potensi konflik sosial, jika tidak dilakukan secara partisipatif dan terbuka.

BUMDes sebagai motor penggerak ekonomi desa, memerlukan legitimasi sosial dan kepercayaan publik agar bisa berfungsi maksimal. Oleh karena itu, proses rekrutmen harus adil, melalui Musdes, serta memperhatikan prinsip meritokrasi.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *