Dinkes Kabupaten Cirebon Klarifikasi Isu KLB Leptospirosis di Desa Melakasari
adainfo.id – Beredarnya informasi tentang dugaan Kejadian Luar Biasa (KLB) leptospirosis di Desa Melakasari, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, menuai kekhawatiran masyarakat. Namun, Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon segera merespons isu tersebut dengan klarifikasi resmi, Senin (16/06/2025), dan menyatakan bahwa kondisi tersebut belum memenuhi syarat penetapan KLB.
Kasus Baru, Bukan KLB
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, Neneng Hasanah, menyatakan bahwa penetapan suatu wilayah sebagai KLB tidak dapat dilakukan hanya karena satu kasus positif.
Ia menegaskan bahwa diperlukan kombinasi data dari hasil laboratorium dan konfirmasi klinis untuk menyimpulkan adanya status KLB.
“Penetapan KLB tidak bisa dilakukan hanya berdasarkan satu parameter hasil laboratorium. Harus ada konfirmasi klinis dan hasil lab yang lengkap,” ujar Neneng.
Satu Positif dari Empat yang Diperiksa
Dari informasi yang beredar, disebutkan bahwa empat warga Desa Melakasari telah diperiksa, dan hanya satu orang yang menunjukkan hasil positif leptospirosis berdasarkan metode General Growth Model (GGM). Sementara itu, tiga warga lainnya dinyatakan negatif.
Dinkes juga mengonfirmasi bahwa hingga saat ini, tidak ada lonjakan jumlah penderita atau indikasi penyebaran luas yang biasanya menjadi kriteria utama dalam penetapan status KLB.
Faktor Vektor: Tikus dan Banjir
Dalam keterangannya, Neneng juga menyoroti pentingnya pemeriksaan terhadap vektor penular, khususnya tikus, yang dikenal sebagai hewan pembawa bakteri Leptospira. Ia menambahkan, wilayah-wilayah yang sebelumnya terdampak banjir memiliki tingkat kerawanan lebih tinggi terhadap penyakit ini.
“Sumber penular seperti tikus seharusnya ikut diperiksa. Bisa saja tikus membawa bakteri penyebab leptospirosis, terutama di wilayah-wilayah yang terdampak banjir,” jelasnya.
Bahkan rumah yang terlihat bersih pun bisa menjadi sarang tikus tanpa disadari, sehingga risiko penularan tetap ada jika tidak disertai pengendalian hewan tersebut.
Risiko Penyebaran Masih Terbuka di Wilayah Rawan
Dinkes mengakui bahwa beberapa kasus leptospirosis memang pernah ditemukan, terutama setelah kejadian banjir di wilayah timur dan utara Cirebon. Namun, Neneng menegaskan bahwa belum ada indikasi transmisi masif yang mengarah pada status KLB.
“Status KLB baru dapat ditetapkan jika ada bukti penularan yang signifikan dan peningkatan kasus dalam waktu singkat,” tegasnya.
Upaya Pencegahan: PHBS dan Edukasi Masyarakat
Sebagai bentuk antisipasi dini, Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon terus menggencarkan edukasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada masyarakat. Edukasi tersebut mencakup pentingnya menjaga kebersihan lingkungan rumah, saluran air, dan tempat penyimpanan makanan.
“Kita imbau masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan. Kalau ada tikus, harus segera dibasmi. Perhatikan tempat makan dan minum, karena bisa saja tikus buang air di situ tanpa disadari,” imbau Neneng.
Ia juga mengingatkan pentingnya pengendalian genangan air, khususnya di lingkungan sekitar rumah, yang dapat menjadi media penyebaran bakteri Leptospira melalui urin tikus yang tercampur dalam air.
Waspada Tanpa Panik
Dinas Kesehatan mengajak masyarakat untuk tetap waspada namun tidak panik. Gejala leptospirosis antara lain adalah demam mendadak, nyeri otot (terutama betis), mata merah, dan mual. Bila mengalami gejala-gejala tersebut, warga diminta segera memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan terdekat.
Masyarakat diimbau untuk ikut aktif dalam upaya pencegahan, termasuk dengan melaporkan keberadaan tikus atau genangan air yang mencurigakan kepada perangkat desa atau petugas kesehatan. Dengan kolaborasi lintas sektor, penyebaran leptospirosis dapat dicegah secara efektif.