DPMD Cirebon Angkat Suara Soal Polemik Kepemimpinan Desa Hulubanteng
adainfo.id – Sorotan publik terhadap polemik kepemimpinan Kepala Desa Hulubanteng, Kecamatan Pabuaran, terus memanas. Menanggapi dinamika tersebut, Kepala Bidang Administrasi Pemerintahan Desa DPMD Kabupaten Cirebon, Dani Irawadi, angkat bicara. Melalui sambungan telepon pada Minggu (20/7/2025), ia menegaskan bahwa semua prosedur resmi telah ditempuh sesuai regulasi sebelum proses dihentikan.
Dani menjelaskan bahwa pihaknya bersama tim inspeksi internal telah menjalankan rangkaian pemanggilan dinas, yaitu pemanggilan pertama, kedua, hingga ketiga secara berjenjang terhadap Kepala Desa Hulubanteng, Tirja.
“Hasil kami memfasilitasi, melaksanakan pemanggilan dinas satu, dua, sampai tiga. Kemudian teguran satu, dua, dan tiga juga sudah kami laksanakan. Setiap langkah kami selalu diawali dengan rapat tim, termasuk dengan Inspektorat dan bagian hukum,” ungkap Dani.
Menurut Dani, pemanggilan tersebut juga melibatkan rapat koordinasi dengan unsur kecamatan, Inspektorat, dan bagian hukum agar penanganan sesuai kajian tata kelola pemerintah desa. Proses ini diakui berjalan lancar hingga Surat Peringatan Ketiga (SP3) diterbitkan.
Menurut Dani, setelah SP3 diterbitkan, kondisi berubah berdasarkan hasil evaluasi bersama tingkat kecamatan. Semua item keluhan warga dianggap telah dipenuhi oleh pemerintah desa, sehingga proses tidak dilanjutkan.
“Makanya, SP3-nya tidak dilanjutkan. Itu hasil terakhir dari kami,” tegas Dani.
Evaluasi tersebut meliputi aspek administrasi, pelaksanaan kegiatan, dan tindak lanjut dari teguran sebelumnya. Namun, pemerintah desa juga menerima catatan penting yang akan menjadi perhatian berkelanjutan.
Pembenahan Perangkat Desa dan Silpa 2024
Meskipun proses teguran dihentikan, Dani mengakui masih terdapat sejumlah catatan kritis yang harus diperbaiki. Pertama, belum optimalnya kinerja perangkat desa. Kedua, adanya Silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) pada kegiatan program anggaran tahun 2024.
“Kami sudah sampaikan ke Pak Kuwu agar mengevaluasi kinerja perangkatnya. Kalau memang ada perangkat yang kinerjanya kurang baik, bisa dilakukan rotasi atau pembinaan,” katanya.
Menurut Dani, evaluasi internal ini penting untuk memperkuat kapabilitas aparatur desa. Sementara untuk Silpa, ia menegaskan bahwa penanganan anggaran wilayah adalah tugas Inspektorat.
“Kalau soal pengawasan anggaran, itu ada di Inspektorat Kabupaten. Kami tidak punya wewenang untuk mengaudit desa,” jelasnya.
Isu lain yang muncul adalah belum dilakukannya audit anggaran terhadap Desa Hulubanteng pada tahun 2022. Dani mengonfirmasi hal ini berdasar informasi dari Inspektorat dan pihak kecamatan.
“Waktu itu memang tidak ada auditor dari Inspektorat, jadi tidak dilakukan audit. Itu juga sudah dikonfirmasi dari pihak kecamatan,” katanya.
Ketiadaan audit dinilai menimbulkan kekosongan kontrol terhadap penggunaan dana desa dan menjadi celah munculnya ketidakjelasan pertanggungjawaban publik.
Hak Masyarakat untuk Mengawal Pemerintahan Desa
Dani turut menyoroti hak masyarakat untuk terus mengawal jalannya pemerintahan desa. Apabila ditemukan indikasi pelanggaran, masyarakat didorong untuk melapor ke lembaga pengawas yang memiliki otoritas.
“Langkah selanjutnya tergantung masyarakat. Kalau memang ada dugaan pelanggaran, silakan ke Inspektorat atau APH seperti kejaksaan. Kami di DPMD hanya bisa memfasilitasi dan membina,” pungkasnya.
Pernyataan ini menunjukkan pola peran fasilitasi dan koordinasi yang diemban DPMD, bukan sebagai lembaga penegak hukum.
Tindakan fasilitasi seperti pemanggilan dan teguran merupakan bagian dari pengawasan administratif yang diatur dalam Permendagri No. 112/2014 tentang Pedoman Pemberdayaan Desa. DPMD berperan dalam memberikan arahan, pembinaan, dan peringatan guna menjaga tata kelola desa.
Dani menekankan bahwa semua langkah yang dilakukan bersifat administratif dan preventif, bukan memidanakan. Keputusan akhir mengenai sanksi hukum, apabila ditemukan pelanggaran berat, diserahkan kepada Inspektorat, Aparat Penegak Hukum, atau lembaga yang berwenang.
Tantangan Penguatan SDM Desa dan Silpa Anggaran
Saat ini, isu perangkat desa menjadi tantangan serius. Peningkatan kinerja aparatur desa dinilai penting agar mampu melaksanakan kegiatan program sesuai APBDes secara tepat waktu dan akuntabel.
Beberapa figur desa dan warga menyebut bahwa rotasi dan pelatihan bagi perangkat diperlukan untuk meminimalisasi kelemahan dalam pelaksanaan kebijakan program tahunan.
Sementara itu, Silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) terjadi ketika realisasi anggaran lebih kecil dari yang dianggarkan. Fenomena ini dapat menjadi tanda bahwa sejumlah program pemerintah desa belum terealisasi sepenuhnya, berpotensi menimbulkan ketidakefisienan anggaran.
Meski Silpa bukan pelanggaran pidana, hal ini bisa mengindikasikan rendahnya pengelolaan keuangan publik desa. Penanganan terhadap Silpa sejauh ini dilakukan melalui audit dan rekomendasi Inspektorat.
Sinergi Masyarakat dan Pemerintah Bersinergi
Masyarakat Desa Hulubanteng didorong memanfaatkan mekanisme pelaporan publik, baik melalui Inspektorat maupun Aparat Penegak Hukum, jika menemukan indikasi penyimpangan penggunaan APBDes maupun tindak lanjut teguran yang tidak dibereskan.
Beberapa warga yang enggan disebut nama menyebut bahwa keberadaan musyawarah desa (musdes) dan transparansi anggaran masih perlu diperkuat.
Aspirasi warga untuk membangun Desa Hulubanteng ke arah pemerintahan yang lebih transparan dan produktif tercermin dalam harapan mereka terhadap tindak lanjut pihak pemerintah. Konsistensi antara DPMD, Inspektorat, dan pemerintah kecamatan diharapkan menghasilkan proses pembinaan yang efektif.
Apabila semua pihak berjalan dalam koridor administrasi dan regulasi, posisi Kepala Desa dan aparatur desa dapat diperkuat serta kepercayaan publik kembali dipulihkan.