DPRD Kabupaten Cirebon Dorong Akses Permodalan dan Penjualan Bagi Petani Tebu

KIM

adainfo.id – Permasalahan yang menimpa petani tebu di Kabupaten Cirebon mendapat perhatian serius dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon. Pada Jumat (23/5/25), DPRD memfasilitasi pertemuan antara petani tebu, Bank BJB, dan Dinas Pertanian di ruang Badan Anggaran (Banggar) untuk membahas berbagai persoalan yang selama ini membelenggu sektor pertanian tebu di wilayah tersebut.

Pertemuan ini menyoroti tiga permasalahan utama, yakni akses permodalan, ketersediaan bibit tebu, dan distribusi hasil panen, yang jika tidak segera ditangani, dikhawatirkan akan menghambat produktivitas sekaligus menurunkan kesejahteraan petani.

DPRD Jalankan Fungsi Pengawasan

Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Sophi Zulfia, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPRD terhadap kinerja pemerintah daerah dan lembaga keuangan dalam menyikapi kesulitan yang dihadapi masyarakat, khususnya para petani tebu.

“DPRD punya tiga fungsi, yaitu budgeting, pengawasan, dan pembentukan perda. Hari ini kami gunakan fungsi pengawasan untuk menjembatani aspirasi petani dengan Bank BJB dan dinas teknis,” tegas Sophi.

Ia mengaku terkejut saat mengetahui bahwa Kabupaten Cirebon mampu memproduksi hingga 40.000 ton gula per tahun, namun masih terkendala dalam hal distribusi penjualan. Padahal, kebutuhan gula di Jawa Barat mencapai 500.000 ton, angka yang menunjukkan potensi besar yang dimiliki daerah jika dimanfaatkan secara maksimal.

Koordinasi ke Pemerintah Pusat dan BUMN

Menyikapi tingginya biaya pengadaan bibit tebu dan kesulitan distribusi, Sophi menyatakan akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Cirebon, DPR RI, serta PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) selaku perusahaan BUMN yang menaungi Pabrik Gula (PG) Rajawali II di Cirebon.

“Masalah ini perlu ditangani lintas sektor. Kami akan dorong agar RNI dan kementerian terkait bisa membantu solusi bibit dan menyerap produksi petani lokal dengan harga yang layak,” ucapnya.

Selain itu, ia mengingatkan agar para petani tetap memperhatikan regulasi dan syarat teknis dalam proses pengajuan bantuan maupun kerja sama permodalan agar prosesnya lebih efektif.

Wakil Ketua DPRD: Tiga Masalah Utama Petani Tebu

Wakil Ketua DPRD Cirebon, Raden Hasan Basori, menambahkan bahwa penyelesaian persoalan petani tebu harus dilakukan menyeluruh dan menyasar pada tiga aspek utama, yaitu:

  1. Akses pembiayaan yang mudah dan terjangkau.

  2. Ketersediaan dan pengadaan bibit unggul lokal.

  3. Distribusi dan penyerapan hasil panen oleh pabrik atau pedagang besar.

“Permodalan tanpa ketersediaan bibit yang memadai tidak akan efektif. Begitu pun hasil panen harus diserap dengan harga stabil agar petani tidak rugi,” jelas Basori.

Keluhan Petani: Permodalan, Bibit, dan Harga Gula

Keluhan langsung datang dari Mulyadi, perwakilan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Cirebon, yang selama ini menjadi wadah perjuangan para petani. Ia menyebut bahwa akses Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank BJB sempat dihentikan sementara, membuat petani kesulitan dalam menyiapkan musim tanam.

“Kami minta BJB kembali membuka akses KUR untuk petani tebu. Ini sangat membantu, terutama bagi petani kecil,” ujarnya.

Selain soal permodalan, pengadaan bibit menjadi masalah besar. Selama ini, petani di Cirebon terpaksa mendatangkan bibit dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, karena tidak tersedia secara lokal.

“Kami ingin ada lahan milik pemerintah daerah atau BUMDes yang dijadikan kebun bibit. Ini akan sangat membantu kemandirian petani,” tambahnya.

Masalah lain muncul saat panen tiba. Harga gula sering anjlok karena pasokan membanjir, sementara pedagang besar menekan harga. Dalam kondisi tersebut, petani tetap harus menjual demi menutupi biaya produksi.

Langkah DPRD: Dorong Pertemuan Lanjutan dengan PG Rajawali II

Untuk menindaklanjuti aspirasi petani, DPRD Kabupaten Cirebon akan memfasilitasi pertemuan lanjutan antara petani, Bank BJB, dan PG Rajawali II. Pertemuan ini bertujuan untuk membangun skema distribusi dan penyerapan hasil panen yang adil serta membuka kembali akses permodalan bagi petani.

“Kami tidak ingin ini hanya berhenti di forum. Harus ada aksi nyata. PG Rajawali II sebagai pengelola pabrik gula punya peran besar dalam menyerap hasil petani lokal,” tegas Ketua DPRD Sophi.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *