DPRD Kabupaten Cirebon Dorong Raperda CSR
adainfo.id – Kesadaran akan pentingnya pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang efektif dan berpihak pada kebutuhan masyarakat mendorong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon untuk menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (PTJSL).
Langkah ini diambil setelah ditemukannya fakta bahwa selama ini alokasi CSR perusahaan di Kabupaten Cirebon belum sepenuhnya menyentuh kebutuhan riil masyarakat, bahkan kerap hanya bersifat simbolis dan formalitas belaka.
“CSR sering dipakai untuk kepentingan internal perusahaan. Warga sekitar butuh air bersih, jalan lingkungan, fasilitas pendidikan, bukan panggung seremonial,” tegas Ketua Pansus II DPRD Kabupaten Cirebon, Rudiana, saat ditemui usai rapat pembahasan, Kamis (15/05/25).
Dari Formalitas ke Fungsi Sosial Nyata
Menurut Rudiana, Raperda ini bertujuan mengubah paradigma pengelolaan CSR agar tak lagi ditentukan sepihak oleh korporasi. Melalui regulasi yang disiapkan, arah CSR akan ditentukan bersama melalui forum yang terdiri dari unsur pemerintah daerah, perusahaan, dan masyarakat.
Pansus II pun kini tengah menyusun mekanisme teknis yang memastikan keberpihakan dana CSR terhadap kepentingan publik.
“Kalau tidak diatur, CSR akan terus menjadi proyek pencitraan semata. Padahal ini adalah hak sosial warga yang hidup berdampingan langsung dengan aktivitas industri,” ujar Rudiana.
Ia menegaskan bahwa Raperda juga akan mencantumkan kewajiban pelaporan secara transparan dan akuntabel, sehingga publik dapat mengawasi langsung penggunaan dana tersebut.
Potensi Besar, Tapi Belum Terkelola Serius
Hal senada diungkapkan oleh Koordinator Pansus II, Teguh Rusiana Merdeka. Ia menyebut, Kabupaten Cirebon memiliki potensi besar dari kontribusi CSR, namun belum ada sistem yang terstruktur dalam pemanfaatannya.
“Kita selalu berkeluh soal keterbatasan APBD, padahal CSR bisa jadi alternatif pembiayaan program sosial. Tapi selama ini tidak dikelola secara kolektif,” ucap Teguh.
Ia menambahkan, Raperda ini nantinya akan menjadi fondasi pembentukan Forum PTJSL dan Tim Fasilitasi CSR, dua lembaga yang bertugas menyelaraskan antara kebutuhan masyarakat dan kapasitas bantuan perusahaan.
Dengan adanya forum tersebut, pelaksanaan program CSR akan lebih terarah, adil, dan berdampak nyata.
“Jika masyarakat desa butuh MCK, air bersih, atau perbaikan jalan, maka arah CSR bisa disalurkan ke sana. Bukan malah untuk event seremonial yang tak meninggalkan dampak,” jelasnya.
Keadilan Sosial dalam Bingkai Regulasi
Raperda ini tidak hanya bicara soal distribusi CSR, tetapi juga keadilan sosial. Dengan landasan hukum yang kuat, masyarakat memiliki posisi tawar lebih tinggi terhadap perusahaan, dan pemerintah daerah dapat mengambil peran sebagai fasilitator sekaligus pengawas.
Rudiana menekankan bahwa CSR bukan bentuk kebaikan hati perusahaan, melainkan tanggung jawab sosial yang harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
“Dengan regulasi ini, tidak ada lagi ruang untuk sembunyi. Semua harus terbuka dan bisa dipertanggungjawabkan,” tegasnya.