DPRD Kabupaten Cirebon Sambut Kritik Warga Terkait Proyek Jalan Halimpu–Wangkelang

KIM
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, H. Hasan Bashori saat dikonfirmasi, Kamis (14/08/25) (foto: adainfo.id)

adainfo.id – Kualitas pembangunan infrastruktur jalan di wilayah Cirebon Selatan kembali menjadi sorotan publik.

Proyek peningkatan ruas Halimpu–Wangkelang di Desa Nanggela, Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon, yang dibiayai melalui anggaran sebesar Rp2,8 miliar, menuai kritik dari Aliansi Peduli Cirebon Selatan (Aspecs).

Lembaga ini menduga pelaksanaan proyek tersebut menggunakan aspal yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan.

Sorotan terhadap proyek ini menjadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat.

Pasalnya, ruas jalan Halimpu–Wangkelang memiliki peran vital sebagai jalur penghubung antarwilayah, khususnya bagi aktivitas ekonomi warga setempat.

Kondisi jalan yang dikerjakan dengan kualitas rendah dikhawatirkan akan memperpendek usia manfaat infrastruktur dan menimbulkan kerugian bagi daerah.

DPRD Anggap Kritik Masyarakat Sebagai Bagian dari Pengawasan

Menanggapi isu tersebut, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, H. Hasan Bashori, menyampaikan apresiasi atas kepedulian masyarakat.

Ia menilai bahwa kritik dari warga maupun kelompok masyarakat sipil merupakan elemen penting dalam mekanisme check and balance pembangunan daerah.

“Kalau bicara di Greged, akumulasi anggarannya Rp2,8 miliar. Itu kombinasi dana PIK, dana PIS, dan pokir aspirasi. Masalah teknis ada di Dinas PU dan konsultan pengawas, tapi masyarakat berhak mengawasi, begitu juga Dewan. Kritik dari Aspecs sejalan dengan semangat pengawasan kami,” ujar Hasan, Kamis (14/8/2025).

Menurut Hasan, DPRD sejak awal telah mengikuti perkembangan proyek ini. Meski ranah teknis pelaksanaan berada di bawah kewenangan Dinas Pekerjaan Umum (PU) serta konsultan pengawas, DPRD berkomitmen memastikan pelaksanaan proyek sesuai dengan ketentuan dan tepat sasaran.

Hasan menegaskan bahwa setiap proyek yang menggunakan anggaran besar harus mengedepankan kualitas.

Ia mengingatkan bahwa penggunaan dana publik memiliki konsekuensi hukum dan moral yang harus dipatuhi oleh semua pihak terkait.

“Kalau kualitas di lapangan tidak sesuai dengan besaran anggaran, itu harus menjadi perhatian serius. Apalagi dana Rp2,8 miliar bukan jumlah kecil bagi pembangunan daerah,” tegasnya.

DPRD, kata Hasan, memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan proyek infrastruktur tidak hanya selesai secara administratif, tetapi juga memberikan manfaat maksimal dan berumur panjang. Ia menambahkan, laporan atau temuan masyarakat akan menjadi bahan evaluasi untuk dibawa dalam rapat-rapat bersama instansi teknis.

Hak Masyarakat Menyampaikan Laporan

Wakil Ketua DPRD itu juga menggarisbawahi pentingnya partisipasi publik dalam mengawasi pembangunan daerah.

Menurutnya, masyarakat memiliki hak penuh untuk menyampaikan laporan jika menemukan adanya dugaan ketidaksesuaian antara perencanaan dan realisasi proyek.

“Masyarakat punya hak menyampaikan laporan. Dewan akan terus menyuarakan aspirasi pengawasan agar pekerjaan sesuai aturan,” ujarnya.

Dengan adanya sinergi antara DPRD, pemerintah daerah, dan masyarakat, Hasan optimistis kualitas infrastruktur di Kabupaten Cirebon akan meningkat secara signifikan.

Sisa Kerusakan Jalan Capai 15,2 Persen

Selain membahas proyek Halimpu–Wangkelang, Hasan mengungkapkan bahwa DPRD tengah fokus pada program perbaikan jalan di seluruh Kabupaten Cirebon. Dari total panjang jalan yang ada, masih terdapat sekitar 15,2 persen yang mengalami kerusakan, baik ringan maupun berat.

“Untuk menyelesaikan sisa kerusakan itu dibutuhkan anggaran hampir Rp900 miliar. Kami sedang berupaya agar dalam 1–2 tahun ke depan kondisi jalan bisa lebih baik,” jelasnya.

Ia menambahkan, perbaikan jalan menjadi prioritas utama karena berdampak langsung terhadap kelancaran transportasi, distribusi barang, dan mobilitas masyarakat. Dengan infrastruktur jalan yang memadai, diharapkan pertumbuhan ekonomi daerah dapat terdongkrak secara signifikan.

Hasan mengajak semua pihak untuk bersinergi dalam memastikan kualitas pembangunan.

Ia menekankan peran strategis konsultan pengawas untuk memastikan seluruh tahapan pekerjaan memenuhi spesifikasi teknis.

“Pemerintah daerah, konsultan pengawas, dan masyarakat harus bersatu padu mengawasi proyek. Pengawasan publik adalah modal penting agar pekerjaan tidak keluar dari jalur aturan,” tandasnya.

Menurutnya, transparansi dalam pelaksanaan proyek akan meminimalisasi potensi penyimpangan. Selain itu, keterlibatan masyarakat di lapangan dapat menjadi penyeimbang dalam proses evaluasi pekerjaan.

Peran Aliansi Peduli Cirebon Selatan

Aliansi Peduli Cirebon Selatan (Aspecs) yang mengkritik proyek ini diketahui kerap mengawal pembangunan infrastruktur di wilayah selatan Kabupaten Cirebon.

Lembaga tersebut sering melaporkan temuan di lapangan kepada pihak berwenang, baik terkait kualitas material maupun ketepatan waktu pengerjaan.

Kritik yang dilayangkan Aspecs terkait dugaan penggunaan aspal tidak sesuai spesifikasi menjadi alarm bagi pelaksana proyek.

Dugaan tersebut memerlukan verifikasi dan pemeriksaan lebih lanjut dari pihak teknis agar dapat dipastikan kebenarannya.

Urgensi Pengawasan Sejak Awal Proyek

Pengawasan terhadap proyek infrastruktur jalan, menurut pengamat pembangunan daerah, sebaiknya dilakukan sejak tahap perencanaan, bukan hanya setelah proyek selesai.

Dengan begitu, kualitas pekerjaan dapat terjamin, dan risiko kegagalan konstruksi dapat diminimalisasi.

Dalam konteks proyek Halimpu–Wangkelang, pengawasan sejak awal diharapkan dapat memastikan bahwa penggunaan dana Rp2,8 miliar benar-benar sepadan dengan kualitas dan ketahanan jalan yang dihasilkan.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *