Drama Pengelolaan Dana Desa Sindang Kempeng Memasuki Babak Baru
adainfo.id – Drama pengelolaan Dana Desa Sindang Kempeng, Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon, memasuki babak baru dalam audiensi terbuka yang digelar pada Kamis (17/7/2025).
Dua perangkat desa yakni Kasi Ekbang Heri Susanto dan Bendahara Desa Ade Lukman secara bergantian tampil dan membuka fakta-fakta yang selama ini dianggap sengaja disembunyikan terkait penggunaan dana desa senilai ratusan juta rupiah.
Dalam forum yang dihadiri ratusan warga dan difasilitasi Forum Warga dan Masyarakat Peduli Sindang Kempeng, suasana menjadi tegang saat kedua perangkat membongkar apa yang mereka lihat sebagai praktik pengalihan dana dari program-program nyata.
“Kami Disingkirkan Setelah Dana Cair”
Heri Susanto membuka ceritanya dengan keluhan tajam. Menurutnya, sejak awal proses perencanaan hingga pencairan Dana Desa, ia adalah orang yang paling intens terlibat. Namun saat dana telah masuk rekening desa, perannya mendadak dibikin samar.
“Dari awal memang tidak ada keharmonisan antara pimpinan dan bawahan. Kami menyusun perencanaan dari nol sampai proses pencairan. Tapi setelah uang cair, kami disuruh serahkan dana ke Bendahara, lalu pelaksanaannya diserahkan ke orang lain,” tegas Heri di hadapan warga dan media.
Pengakuan ini bergema lantang di aula desa, menandakan betapa kelola keuangan desa bukan masalah administratif semata, tetapi menyangkut ranah kepercayaan dan integritas kepala desa terhadap perangkatnya sendiri.
Heri kemudian merinci sejumlah proyek yang telah direncanakan namun diubah secara sepihak. Program Penerangan Jalan Umum (PJU) senilai Rp 75 juta dan pembangunan TPTC Sumur senilai Rp 169 juta, menurutnya tiba-tiba digantikan menjadi proyek hotmix di Dusun Wage senilai Rp 116 juta. Sementara itu, anggaran pipanisasi yang seharusnya Rp 80 juta dikurangi menjadi hanya Rp 30 juta.
“Ketika kami mencoba menyalurkan dana PMT dan stunting, ternyata sudah diambil alih oleh Sekdes dan tenaga pendukung, tanpa melibatkan kami,” imbuh Heri.
Setiap perubahan anggaran ini, lanjutnya, terjadi tanpa melibatkan TPKD atau menyampaikan informasi kepada warga, menimbulkan keraguan besar mengenai prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Dana BUMDes ‘Dipakai Pribadi’
Puncak dari drama ini datang ketika Heri mengakui penggunaan dana BUMDes sebesar Rp 160 juta untuk keperluan pribadi. Ia tidak menolak fakta itu, namun menegaskan akan mengambil tanggung jawab penuh.
“Saya akui, uang itu memang saya gunakan untuk bisnis pribadi. Tapi saya tidak lari dari tanggung jawab. Saya sedang melelang aset pribadi untuk mengembalikan kerugian. Bahkan sudah saya kembalikan Rp 40 juta, tapi ditolak karena diminta lunas sekaligus,” kata Heri, yang kemudian menyebut dirinya tengah berusaha keras mengembalikan seluruh dana yang dipakainya.
Pengakuan ini sontak mengguncang warga, yang sejak awal hanya menuntut kejelasan program dan dana desa. Praktik suap-menyuap dana desa di kalangan perangkat desa pun jadi topik hangat dan menuai reaksi keras masyarakat.
Bendahara Desa: “Saya Tidak Gunakan Sepeserpun”
Mendampingi Heri, Bendahara Desa Ade Lukman turut menambahkan lapisan baru pada kisruh ini. Ia mengaku telah menerima dana desa sebesar Rp 640 juta dari Heri Susanto, namun semuanya ia serahkan kepada pihak lain sesuai perintah atasan.
“Dana PJU dan pipanisasi sebesar Rp155 juta diambil Pak Kuwu. Honor perangkat Rp188 juta diambil Pak Sekdes. Lalu Rp23 juta diserahkan ke Pak Heri untuk penyusunan APBDes. Sisanya Rp274 juta yang merupakan anggaran fisik tahap pertama juga diambil alih oleh Pak Kuwu,” beber Ade.
Ia juga menegaskan tidak menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi: “Saya tidak mengambil sepeserpun,” ujarnya singkat saat dimintai klarifikasi.
Tuduhan Media dan Ancaman Jalur Hukum
Suasana kian memanas saat Heri menyinggung pemberitaan media yang dinilainya memojokkan dirinya. Ia menuduh ada upaya framing media untuk mengalihkan isu dari persoalan sistemik ke kesalahan individu tertentu.
“Saya hanya bertanggung jawab atas dana yang saya akui, bukan seluruh dana desa. Saya merasa diframing, dan kalau terus begini, saya akan tempuh jalur hukum,” ancam Heri.
Ancaman ini menambah kompleksitas kisruh, karena bukan hanya soal dana desa, tetapi juga menyangkut kebebasan pers dan fitnah terhadap pejabat desa.
Warga Tuntut Transparansi dan Pertanggungjawaban
Warga yang hadir dalam audiensi tak menahan amarah dan kekecewaan mereka. Mereka menuntut transparansi penuh, termasuk rincian dana yang digunakan, dokumen pertanggungjawaban, dan status aktual dari berbagai proyek ketahanan pangan yang hingga kini mangkrak.
“Sangat mengecewakan kalau uang rakyat dipermainkan. Kami ingin tahu ke mana dana desa ini pergi. Kalau memang ada yang salah, harus ditindak tegas,” desak seorang warga di hadapan perangkat desa dan aparat kecamatan.
Suara warga ini disambut bisikan setuju dari warga yang lain, menegaskan bahwa masyarakat sekarang menolak rekayasa dan kepincangan dalam pengelolaan dana publik.
Latar Belakang Aksi Warga dan Audiensi
Drama ini terjadi setelah sebelumnya, ratusan warga Desa Sindang Kempeng melakukan aksi damai di kantor desa pada Kamis (17/7/2025), menuntut kejelasan program ketahanan pangan yang dinilai gagal.
Aksi tersebut dilakukan oleh Forum Warga dan Masyarakat Peduli Sindang Kempeng, yang menyuarakan bahwa kandang ternak ayam yang seharusnya jadi proyek peternakan kini kosong, dan kebun durian pun terbengkalai.
Koordinator aksi, Taufik Hidayat, menegaskan bahwa warga sudah muak menunggu kehadiran program ketahanan pangan yang dijanjikan. Ia merasa sudah ada celah abuse of power yang dilakukan oleh kepala desa atau oknum pengurus desa.