Dugaan “Main Mata” di Tender UPT Tahura Depok
adainfo.id – Proses tender penunjukan langsung (PL) untuk proyek pembuatan bangku taman oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Hutan Raya (Tahura) di bawah Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok kini menjadi sorotan publik.
Hal ini menyusul dugaan adanya pengkondisian pemenang tender yang disebut-sebut diarahkan untuk perusahaan dari luar Kota Depok, tepatnya dari Kota Tangerang, Provinsi Banten.
Proyek dengan nilai Rp 50.000.000,00 yang ditayangkan melalui portal LPSE Kota Depok hanya diikuti oleh satu peserta, yaitu PT Berkah Radmila Mandiri, perusahaan yang beralamat di Kota Tangerang.
Kondisi ini memicu pertanyaan besar dari berbagai pihak, mengingat skema penunjukan langsung semestinya dapat memberikan peluang lebih besar bagi pelaku usaha lokal agar dapat berpartisipasi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, terlebih jika anggaran bersumber dari APBD Kota Depok.
Pengusaha Lokal Meradang
Di tengah sorotan, sejumlah pelaku usaha di Kota Depok mengaku kecewa dengan praktik pengadaan yang dinilai tidak berpihak pada pelaku usaha lokal.
Salah satunya adalah Anto, pengusaha lokal yang merasa diabaikan oleh pihak UPT Tahura meski telah aktif menjalin komunikasi dan menawarkan kesiapan perusahaan lokal untuk mengerjakan proyek.
“Kami sangat menyayangkan, kenapa proyek penunjukan langsung harus diberikan kepada perusahaan dari luar Kota Depok? Padahal banyak pelaku usaha lokal, termasuk saya, yang sudah berkali-kali berkomunikasi langsung dengan Bu Lintang selaku Kepala UPT Tahura, tapi tidak ada respons,” ungkap Anto, Rabu (6/8/2025).
Menurutnya, penunjukan langsung seharusnya memperhatikan keberadaan perusahaan lokal yang sudah memenuhi kualifikasi. Jika perusahaan lokal diabaikan dan pemenang berasal dari luar daerah tanpa proses seleksi terbuka, maka publik berhak curiga adanya pengondisian.
UPT Tahura Bungkam Saat Dikonfirmasi
Sampai berita ini diturunkan, Kepala UPT Tahura, Lintang, tidak memberikan jawaban yang memuaskan.
Ia enggan menjelaskan alasan mengapa proyek tersebut dimenangkan oleh perusahaan luar kota dan apakah proses penunjukan langsung dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Tidak adanya klarifikasi resmi dari pihak UPT Tahura semakin menambah spekulasi publik bahwa proses tender proyek bangku taman tersebut telah dikondisikan sejak awal.
Praktisi Hukum: Perlu Audit dan Pemeriksaan dari Kejaksaan
Dugaan praktik pengkondisian tender ini turut mendapat perhatian dari praktisi hukum dan pemerhati kebijakan pengadaan, Guntur, SH.
Ia dengan tegas meminta Kejaksaan Negeri Depok untuk segera turun tangan dan melakukan audit investigasi terhadap proyek ini.
“Jangan sampai proyek yang nilai anggarannya kecil dianggap remeh. Justru yang kecil-kecil ini sering dimainkan. Saya meminta Kejari Depok memeriksa proses penunjukan langsung UPT Tahura. Jika ditemukan adanya intervensi atau pengondisian pemenang tender, maka harus segera ditindaklanjuti secara hukum,” tegas Guntur.
Guntur menyoroti bahwa perusahaan dari luar kota seharusnya bukan prioritas, apalagi jika proyek dibiayai dari APBD Kota Depok.
Ia menilai bahwa kebijakan pengadaan harus berpihak pada pelaku usaha lokal, untuk meningkatkan geliat ekonomi daerah dan menekan ketimpangan peluang usaha.
Aspek Transparansi Pengadaan Dipertanyakan
Secara teknis, tender dengan nilai di bawah Rp 200 juta memang memungkinkan dilakukan dengan metode penunjukan langsung.
Namun demikian, dalam pelaksanaannya tetap harus memenuhi prinsip efisien, efektif, transparan, akurat, bersaing, adil,dan akuntabel.
Namun, dengan hanya satu peserta yang terdaftar dan minimnya sosialisasi serta pengumuman yang luas, prinsip keterbukaan dan persaingan sehat menjadi kabur.
“Ketika hanya satu perusahaan yang daftar, maka muncul pertanyaan, apakah tender ini disosialisasikan dengan baik? Apakah pengusaha lokal mendapat akses informasi dan kesempatan yang sama?” ujar Guntur.
Kasus ini menambah daftar panjang polemik dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah daerah.
Beberapa aktivis masyarakat sipil mendesak agar Pemerintah Kota Depok segera mengevaluasi ulang prosedur penunjukan langsung, serta memastikan bahwa mekanisme pengadaan tidak dijadikan alat untuk kepentingan kelompok tertentu.
“Kami ingin pengadaan PL kembali ke semangat aslinya: cepat, efisien, dan berpihak pada daerah. Bukan justru disalahgunakan untuk ‘bagi-bagi proyek’ kepada pihak luar yang bahkan tidak berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi lokal,” kata salah satu aktivis yang meminta identitasnya dirahasiakan.