Dugaan Monopoli Lahan PT DAR Ancam Rencana Pengembangan Cirebon Timur
adainfo.id – Rencana besar menjadikan Cirebon Timur sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru Jawa Barat kini menghadapi tantangan serius. Program yang diharapkan mampu membuka ruang investasi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan daya saing daerah tersebut justru terancam tersendat.
Sorotan publik mengarah pada dugaan praktik monopoli lahan oleh PT DAR, sebuah perusahaan besar yang disebut menguasai tanah di Desa Pabedilan Kidul, Kecamatan Pabedilan, secara sepihak.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai masa depan pengembangan kawasan tersebut. Bila benar terjadi, penguasaan lahan oleh satu pihak berpotensi mengganggu iklim investasi dan menghalangi partisipasi pelaku usaha lain yang berminat menanamkan modal di Cirebon Timur.
Tokoh pemuda Cirebon Timur, R Hamzaiya, menyampaikan keprihatinannya. Ia menegaskan bahwa monopoli lahan bukan hanya persoalan etika bisnis, melainkan juga berpotensi menjadi pelanggaran hukum.
“Jika praktik monopoli benar terjadi, maka pembangunan daerah akan tersandera kepentingan segelintir pihak. Ini bukan sekadar etika bisnis, tapi pelanggaran hukum yang bisa merugikan negara dan masyarakat,” ujarnya, Rabu (1/10/2025).
Menurut Hamzaiya, penguasaan sepihak oleh satu korporasi dapat menutup peluang investor lain. Hal ini akan menciptakan ketidakseimbangan ekonomi yang pada akhirnya merugikan masyarakat lokal yang seharusnya menjadi pihak paling diuntungkan dari pembangunan kawasan tersebut.
Ancaman terhadap Iklim Investasi
Hamzaiya menekankan pentingnya menjaga iklim investasi yang sehat. Ia mengingatkan bahwa ketidakpastian akibat monopoli lahan dapat menimbulkan keraguan bagi investor yang ingin masuk ke Cirebon Timur.
“Cirebon Timur punya potensi besar, tapi kalau dibiarkan dikuasai satu korporasi, siapa yang mau berinvestasi? Masyarakat pada akhirnya yang paling dirugikan,” tegasnya.
Pernyataan ini sejalan dengan prinsip keterbukaan investasi yang diatur dalam berbagai regulasi nasional. Investor membutuhkan kepastian hukum, kejelasan tata ruang, serta keadilan dalam persaingan usaha. Jika salah satu unsur itu terganggu, maka daya tarik investasi akan menurun.
Hamzaiya juga menyoroti peran Pemerintah Kabupaten Cirebon. Menurutnya, Pemkab tidak boleh menutup mata terhadap persoalan serius ini. Apalagi, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menegaskan kewajiban pemerintah dalam menjamin kepastian hukum, keamanan, dan kepastian berusaha bagi semua investor.
“Pemda harus tegas, jangan terkesan membiarkan atau malah ikut dalam permainan. Setiap tindakan yang menghambat investasi bisa digugat sebagai perbuatan melawan hukum. Jika ada intimidasi atau penyalahgunaan kekuasaan, itu sudah masuk ranah pidana,” katanya.
Kritik ini menegaskan bahwa keberpihakan pemerintah daerah seharusnya ada pada kepentingan masyarakat luas, bukan pada segelintir pihak. Transparansi dalam perizinan serta keberanian untuk menindak penyalahgunaan kewenangan sangat dibutuhkan agar rencana pengembangan Cirebon Timur tidak berubah menjadi proyek yang tersandera kepentingan tertentu.
Sebagai solusi, Hamzaiya mengusulkan pembentukan tim khusus pengawasan investasi. Tim ini diharapkan melibatkan Pemkab Cirebon, aparat penegak hukum, serta elemen masyarakat sipil untuk memastikan bahwa seluruh proses perizinan dan pengelolaan lahan berjalan transparan.
“Negara sudah punya aturan jelas, tinggal keberanian politik pemerintah daerah. Jangan sampai kepentingan korporasi lebih besar daripada kepentingan rakyat,” pungkasnya.
Tim khusus tersebut akan berperan dalam memantau distribusi lahan, meneliti pola perizinan, serta mencegah praktik monopoli yang dapat merugikan iklim usaha. Dengan demikian, pembangunan kawasan Cirebon Timur dapat berlangsung sesuai dengan rencana awal: membuka ruang investasi yang inklusif dan memberi manfaat langsung bagi masyarakat.
Potensi Ekonomi Cirebon Timur
Cirebon Timur dikenal sebagai kawasan strategis dengan akses transportasi yang cukup baik, termasuk jalur tol Trans-Jawa, jalur kereta api, serta pelabuhan internasional di Cirebon. Potensi ini membuat kawasan tersebut diproyeksikan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di Jawa Barat.
Berbagai sektor, mulai dari industri manufaktur, logistik, hingga pariwisata, dinilai bisa berkembang pesat jika pengelolaan lahan dilakukan dengan adil dan terbuka. Namun, semua peluang itu bisa hilang jika investor merasa enggan masuk akibat adanya dominasi satu perusahaan yang menguasai lahan dalam skala besar.
Selain mengganggu investasi, praktik monopoli lahan juga dapat menimbulkan dampak sosial. Masyarakat lokal berpotensi kehilangan akses terhadap tanah yang seharusnya bisa digunakan untuk usaha, pertanian, maupun pembangunan fasilitas publik.
Dari aspek hukum, dugaan monopoli lahan dapat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Apabila terbukti, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dapat turun tangan melakukan penyelidikan dan memberikan sanksi.
Keterlibatan aparat penegak hukum sangat penting untuk memastikan bahwa aturan ditegakkan. Transparansi dan akuntabilitas Pemkab Cirebon akan menjadi kunci agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk bagi iklim investasi di daerah lain.
Masyarakat berharap Pemkab Cirebon bersama instansi terkait dapat segera mengambil langkah nyata. Penegakan aturan bukan hanya untuk mencegah kerugian ekonomi, tetapi juga menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
Pengembangan kawasan Cirebon Timur hanya akan berhasil jika dikelola secara adil, transparan, dan berorientasi pada kepentingan rakyat banyak. Dugaan monopoli lahan oleh PT DAR menjadi ujian serius bagi komitmen Pemkab Cirebon dalam menghadirkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.