Dugaan Penyelewengan Anggaran Ketahanan Pangan Desa Sindang Kempeng Memanas, Kasi Ekbang Buka Suara
adainfo.id – Gonjang-ganjing soal dugaan penyelewengan dana ketahanan pangan tahun 2024 di Desa Sindang Kempeng, Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon, terus mengemuka.
Nilai anggaran yang dipersoalkan mencapai Rp402 juta yang mengarah kepada proyek kebun durian dan proses pengelolaan dana desa yang dinilai janggal.
Forum Warga Desa Sindang Kempeng (Forwades), menuding adanya ketidaksesuaian antara rencana dan realisasi kegiatan.
Salah satu yang menjadi sorotan utama adalah alokasi dana untuk kebun durian yang dinilai tidak transparan dan jauh dari nilai manfaat.
Namun dalam perkembangan terbaru, Kasi Kesejahteraan (Ekbang) Desa Sindang Kempeng, Heri Susanto, akhirnya angkat bicara dan memberikan klarifikasi atas tudingan tersebut.
Dalam pernyataannya kepada awak media, Kamis (31/7/2025), Heri menjelaskan bahwa informasi yang beredar di publik telah disalahpahami.
“Isu yang berkembang seolah-olah Rp402 juta itu hanya untuk kebun durian. Padahal, dana itu dialokasikan untuk beberapa kegiatan. Untuk durian, hanya sekitar Rp130 juta dalam RAB-nya, dan saya hanya menerima Rp100 juta,” tegas Heri.
Dana Dipotong, Digunakan di Luar Rencana?
Lebih mengejutkan lagi, Heri mengungkap bahwa dari dana Rp100 juta yang dia terima, sekitar Rp25 hingga Rp30 juta diminta kembali oleh Kepala Desa (Kuwu) dengan berbagai alasan.
“Saya punya catatan penarikan uangnya. Dilakukan bertahap. Ada yang minta buat kebutuhan rapat, ada juga yang tanpa penjelasan. Semua saya dokumentasikan,” ujar Heri.
Ia juga mengungkap bahwa persoalan anggaran mulai pelik sejak pencairan tahap pertama sebesar Rp203 juta.
Dana tersebut diduga digunakan di luar peruntukannya, sehingga pada pencairan tahap kedua sebesar Rp190 juta, dana itu digunakan untuk “menambal” kekurangan anggaran tahap sebelumnya.
“Kesepakatan itu dibuat bersama BPD, PPKD, dan kecamatan. Kuwu juga janji akan ganti uangnya dengan jaminan sertifikat rumah ke bank. Tapi hingga kini tidak ada realisasinya,” sambungnya.
Uang Disimpan di Rumah Kuwu
Sebagai Pelaksana Pengelola Keuangan Desa (PPKD), Heri mengaku tidak diberi wewenang penuh dalam proses pencairan dan pengelolaan dana.
Bahkan, usai pencairan, uang justru diminta disimpan di lemari rumah kepala desa, bukan di kas desa atau rekening resmi.
“Setelah uang dicairkan dari BJB, saya diperintahkan untuk simpan di rumah Pak Kuwu. Katanya supaya aman. Tapi saya tidak tahu setelah itu uangnya ke mana,” kata Heri dengan nada kecewa.
Forwades dan Kasi Ekbang Saling Bantah
Forwades menduga bahwa hanya 100 pohon durian yang ditanam dari anggaran ratusan juta tersebut.
Tudingan tersebut langsung dibantah Heri. Ia menyatakan bahwa jumlah pohon durian yang ditanam mencapai 150 pohon, dan kegiatan sempat tertunda akibat fenomena El Nino yang menyebabkan kekeringan ekstrem.
“Kami tidak bisa tanam saat musim kemarau. Akhirnya dilakukan Desember saat musim hujan. Bahkan, waktu itu diresmikan langsung oleh Ketua DPRD dan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon,” jelasnya.
Terkait realisasi dana, Heri menilai bahwa tudingan Forwades keliru. Ia menyebut anggaran untuk proyek durian yang digunakan hanya sekitar Rp80 juta, bukan Rp48 juta sebagaimana yang diberitakan.
“Mereka itu tahu persis kegiatan di lapangan. Rumah mereka dekat kebun, mereka juga ikut hadir saat penanaman. Jadi aneh kalau sekarang bilang nggak tahu,” sindirnya.
Lebih lanjut, Heri mengaku merasa terpojok dan dijadikan kambing hitam atas kisruh anggaran yang seharusnya menjadi tanggung jawab kolektif, terutama oleh pihak kepala desa.
“Saya hanya menjalankan apa yang bisa dijalankan dari anggaran yang sudah ‘bocor’ sejak awal. Tapi kenapa saya yang sekarang dipersoalkan?” ucap Heri.
Dalam pernyataan penutupnya, Heri juga menyebut nama salah satu koleganya, Robi, yang ikut membantu menjalankan program ketahanan pangan.
Menurutnya, keduanya kini menghadapi tekanan sosial dan psikologis karena sorotan masyarakat.
“Yang makan nangka siapa, yang kena getah siapa. Kami cuma menjalankan, tapi jadi sasaran,” tutupnya.
Tuntutan Audit dan Transparansi Menguat
Polemik ini menambah deretan persoalan tata kelola dana desa yang akhir-akhir ini menjadi perhatian publik, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Sindang Kempeng belum memberikan tanggapan resmi atas pernyataan Kasi Ekbang.
Sementara itu, Forwades menegaskan akan terus mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan dana ketahanan pangan Desa Sindang Kempeng tahun 2024.
Mereka bahkan telah mengirimkan laporan awal ke Inspektorat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Cirebon.
Masyarakat berharap, polemik ini menjadi pintu masuk untuk perbaikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran desa, bukan sekadar polemik elit yang berujung pada pengabaian kepentingan warga.