E-Commerce Dikenai Pajak? Begini Penjelasannya

ARY
Ilustrasi pajak yang akan dikenakan untuk e-commerce. (Foto: Pexels/Nataliya Vaitkevich)

adainfo.id – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Anggito Abimanyu, mengungkapkan rencana penerapan pajak terhadap pedagang online di platform e-commerce.

Langkah ini menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam mendata dan menyetarakan perlakuan perpajakan antara pedagang daring dan luring.

Ia menekankan bahwa kebijakan ini bukanlah hal baru, melainkan kelanjutan dari wacana yang sudah sempat diinisiasi pada tahun 2018 lalu melalui PMK No. 210/PMK.010/2018, yang kala itu ditunda pelaksanaannya.

“Yang PMSE ini kan belum ada datanya lah. Jadi kita menugaskan pada platform untuk mendata, siapa saja yang melakukan perdagangan melalui PMSE ini,” ujar Anggito dikutip Senin (30/6/2025).

Tidak Ada Pajak Baru, Fokus pada Pendataan dan Kesetaraan

Anggito menegaskan bahwa kebijakan ini tidak akan menambah beban pajak baru bagi pelaku usaha online.

Fokus utamanya adalah untuk melakukan pendataan dan pemberlakuan sistem pajak yang setara antara pelaku usaha online dan offline.

“Kalau perdagangan itu kan per jenis transaksi. Anda beli, kena. Kalau yang offline, Anda beli baju, kan kena PPN, bayar PPN. Tapi kalau yang di PMSE kan kita enggak tahu, karena enggak ada datanya, informasinya juga engak ada,” jelasnya.

Menurutnya, semua transaksi yang dilakukan secara elektronik (PMSE) perlu masuk ke dalam sistem data nasional agar pemerintah bisa memantau penerimaan negara secara lebih akurat.

Platform E-Commerce Ditugaskan Lakukan Pendataan

Dalam skema yang tengah dirumuskan, platform e-commerce akan diminta untuk mendata transaksi pedagang yang berlangsung di platform mereka.

Hal ini untuk memastikan siapa saja yang wajib pajak dan sejauh mana aktivitas transaksi berlangsung.

“Kita ingin melakukan dua hal. Satu, pendataan. Yang kedua adalah perlakuan yang sama, yang mirip lah, gitu, antara yang online sama offline,” tegas Anggito

Kapan Berlaku? Masih Menunggu Regulasi Resmi

Wamenkeu belum dapat memastikan kapan kebijakan ini akan diberlakukan secara resmi.

Ia menyatakan bahwa pihak Kementerian Keuangan masih menggodok regulasi dan berdiskusi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri dan platform digital.

“Itu kan kebijakannya belum diterbitkan ya, jadi tunggu dulu ya. Makanya saya belum bisa jawab, karena itu belum dikeluarkan,” pungkas Anggito.

Meskipun belum ada peraturan resmi yang diterbitkan, informasi yang beredar menyebutkan bahwa pemerintah berencana memberlakukan pemotongan sebesar 0,5 persen dari hasil penjualan untuk pedagang dengan omzet tahunan Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *