Fenomena Mikroplastik Turun Bersama Hujan, Pakar Ingatkan Risiko Kesehatan

ARY
Ilustrasi partikel mikroplastik di air hujan. (Foto: Freepik/tawatchai07)

adainfo.id – Hujan yang biasanya menjadi simbol kesegaran kini membawa ancaman tersembunyi bagi warga Jakarta.

Hasil riset terbaru Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap bahwa air hujan di Jakarta tercemar mikroplastik, partikel plastik berukuran sangat kecil yang berasal dari aktivitas manusia dan polusi perkotaan.

Temuan ini memperlihatkan bahwa pencemaran plastik telah mencapai fase baru yang berpotensi mengancam kesehatan manusia serta ekosistem lingkungan.

Partikel-partikel mikroskopis ini melayang di udara, terbawa angin, lalu turun kembali bersama butiran hujan.

“Ancaman mikroplastik terhadap kesehatan manusia sangat besar. Pada studi hewan, partikel ini sudah ditemukan di beberapa organ dan berpotensi menyebabkan gangguan reproduksi,” ujar Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Annisa Utami Rauf, dikutip melalui laman UGM Rabu (28/10/2025).

Risiko Tinggi di Kota Padat Penduduk

Menurut Annisa, risiko paparan mikroplastik jauh lebih tinggi di wilayah perkotaan yang padat aktivitas manusia.

Kota seperti Jakarta dan Yogyakarta menjadi contoh nyata di mana penggunaan plastik sekali pakai masih sangat tinggi.

Setiap aktivitas domestik dan industri berpotensi menambah beban polusi plastik di udara.

“Risikonya memang tinggi di kota besar seperti Jakarta dan Yogyakarta. Namun, upaya mengganti plastik dengan bahan ramah lingkungan sudah mulai terlihat di beberapa tempat, dan hal ini perlu terus didukung,” bebernya.

Penelitian global juga mendukung temuan ini. Mikroplastik telah ditemukan dalam darah dan organ tubuh manusia, termasuk sistem pencernaan.

Fakta ini memperkuat dugaan bahwa partikel plastik mampu menembus sistem biologis dan menetap dalam jangka panjang.

Efek Kesehatan Masih Diteliti, Tapi Bahayanya Nyata

Meski belum ada bukti ilmiah yang sepenuhnya menjelaskan dampak spesifik mikroplastik terhadap manusia, potensi bahayanya dianggap signifikan.

Penelitian terus dilakukan untuk memahami efek jangka panjang partikel plastik terhadap tubuh manusia.

“Beberapa penelitian memang menunjukkan adanya akumulasi dalam tubuh manusia, tetapi efek pastinya belum jelas karena penelitian masih berlangsung,” jelasnya.

Ia menerangkan bahwa reaksi tubuh terhadap mikroplastik bisa berbeda-beda pada setiap individu.

Tergantung sistem imun dan kemampuan tubuh dalam mengeluarkan partikel asing.

Karena itu, langkah pencegahan dianggap sebagai solusi paling realistis saat ini.

“Kita belum tahu pasti seperti apa efeknya, tapi yang jelas upaya preventif harus dijalankan sedini mungkin,” ucapnya.

Gaya Hidup Modern Dorong Paparan Mikroplastik

Paparan mikroplastik dalam kehidupan sehari-hari tak bisa dilepaskan dari gaya hidup modern yang serba praktis.

Produk makanan dan minuman kemasan, botol plastik sekali pakai, serta wadah makanan panas menjadi jalur utama masuknya partikel plastik ke tubuh manusia.

“Paparan paling tinggi biasanya dari makanan dan minuman yang dikemas plastik. Kebiasaan ini memang perlu diubah secara bertahap,” ungkapnya.

Kebiasaan masyarakat yang masih bergantung pada plastik sekali pakai menjadikan mikroplastik semakin sulit dikendalikan.

Upaya kecil seperti membawa botol minum pribadi, menggunakan wadah makan non-plastik, dan menolak kantong plastik di toko bisa menjadi langkah awal mengurangi paparan.

“Kita bisa mulai dari hal kecil seperti membawa botol minum sendiri atau menghindari kantong plastik saat berbelanja. Upaya kecil ini berkontribusi besar dalam menekan akumulasi mikroplastik di lingkungan,” tambahnya.

Tanggung Jawab Industri dan Kebijakan Pemerintah

Selain peran individu, Annisa menilai tanggung jawab terbesar juga berada di tangan industri dan pemerintah.

Produsen produk plastik memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan limbah yang mereka hasilkan tidak berakhir di alam bebas.

“Produsen yang menghasilkan plastik semestinya punya program taking back trash. Pemerintah dan industri harus bekerja sama agar sampah tidak berakhir di tempat pembuangan akhir,” tuturnya.

Ia juga menilai konsep reduce dan reuse harus menjadi strategi utama dalam kebijakan pengelolaan sampah nasional.

Beberapa negara bahkan telah memberikan insentif kepada masyarakat yang mengembalikan kemasan plastik bekas atau mendaur ulang produk lama.

“Program pengurangan sampah bisa dilakukan lewat kolaborasi industri dan masyarakat. Intinya, sampah harus dikurangi dari sumbernya,” jelasnya.

Mikroplastik di Atmosfer dan Air Hujan, Bukti Polusi Global

Temuan mikroplastik dalam air hujan bukan hanya terjadi di Indonesia.

Studi di Jepang mengungkapkan bahwa partikel plastik juga ditemukan dalam awan.

Menunjukkan bahwa polusi plastik telah mencapai tingkat atmosfer dan berpotensi menyebar ke seluruh dunia.

“Mikroplastik sudah menyebar di berbagai media lingkungan, termasuk udara dan awan. Kalau kita tidak menghentikan sumbernya, dampaknya bisa semakin luas,” jelasnya.

Annisa menekankan pentingnya membangun kesadaran kolektif mulai dari individu hingga pembuat kebijakan.

Ia mendorong agar pendidikan lingkungan diterapkan sejak usia sekolah, terutama dalam hal mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

“Kesadaran harus dibangun dari diri sendiri dan lingkungan sekitar. Kalau sejak anak-anak sudah dibiasakan membawa botol minum sendiri, kita bisa berharap generasi berikutnya lebih peka terhadap isu plastik,” pungkasnya.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *