Fenomena Nikah Siri Komersial di Platform Online Bikin Resah, Legislator Minta Pengawasan Diperketat
adainfo.id – Maraknya promosi jasa nikah siri berbayar melalui platform online atau media sosial TikTok, memicu kekhawatiran serius dari kalangan legislatif.
Praktik tersebut dinilai semakin mengkhawatirkan karena dilakukan secara terbuka, menawarkan layanan cepat, berbayar, dan tanpa otoritas resmi.
Anggota DPR RI sekaligus Kapoksi Komisi VIII Fraksi PDI Perjuangan, Selly Andriany Gantina, menilai apa yang terjadi belakangan ini bukan hanya merendahkan nilai agama, tetapi juga menyimpan risiko besar bagi perempuan dan anak.
“Kami mendorong agar Kemenag, ormas Islam, dan aparat negara bergerak bersama. Ruang digital tidak boleh menjadi tempat memperjualbelikan praktik yang merendahkan agama dan merugikan masyarakat,” kata Selly dikutip Senin (24/11/2025).
Selly menegaskan bahwa nikah siri yang dipromosikan sebagai layanan instan dan berbayar merupakan bentuk komersialisasi agama yang bertentangan dengan nilai sakral pernikahan.
Selain itu, Selly juga mengingatkan kembali komitmen Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang menempatkan perlindungan perempuan dan anak sebagai agenda penting negara.
Menurutnya, pernikahan tanpa pencatatan resmi menimbulkan risiko serius.
Antara lain, perempuan dapat kehilangan perlindungan hukum, hak nafkah, dan status keperdataan.
Kemudian, anak terancam tidak memiliki dokumen sah terkait asal-usul dan hak perdata, hingga potensi eksploitasi melalui kedok pernikahan yang tidak tercatat.
“Ini bukan hanya soal etika, tetapi soal kerentanan nyata. Kita sedang bicara tentang perempuan dan anak yang paling mungkin menanggung akibatnya,” beber Selly.
Desakan Pengawasan Ketat Terhadap Penghulu Abal-abal
Sebagai bagian dari langkah konkret, Selly meminta Kementerian Agama (Kemenag) memperketat pengawasan terhadap individu atau biro yang mengklaim diri sebagai penghulu atau penyelenggara layanan keagamaan tanpa otoritas resmi.
Ia juga mendorong kolaborasi lintas lembaga seperti Kemenag untuk verifikasi dan regulasi, Kementerian Komunikasi dan Digital untuk pengawasan konten.
Lalu juga, aparat penegak hukum untuk menindak akun yang melanggar hukum.
Selly menekankan bahwa pencatatan pernikahan bukan sekadar urusan administratif, tetapi mekanisme perlindungan hukum bagi keluarga.
“Pernikahan yang sah menurut agama tetap harus dicatatkan agar semua pihak mendapatkan perlindungan dan kepastian negara,” ujar Selly.
Ingatkan Potensi Prostitusi Terselubung
Disisi lain, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko, menilai maraknya jasa nikah siri komersial sebagai sinyal adanya praktik prostitusi terselubung.
“Saya juga mengingatkan bahwa ada potensi prostitusi terselubung bila nikah siri diperdagangkan secara komersial, seperti yang dikhawatirkan oleh ulama. Karena sifatnya yang bisa disamarkan di media sosial,” beber Singgih.
Singgih menegaskan bahwa biro-biro nikah siri yang beroperasi tanpa izin telah mengeksploitasi perempuan.
“Sangat penting aparat seperti polisi dan lembaga agama bekerja sama untuk menindak biro-biro nikah siri yang melanggar hukum dan mengeksploitasi perempuan,” tutur Singgih.
Singgih meminta Kemenag meningkatkan sosialisasi mengenai pentingnya pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama (KUA).
Ia juga menilai perlu adanya regulasi khusus untuk layanan nikah yang terlibat dalam ruang digital.
Singgih mengusulkan verifikasi penyedia jasa nikah, izin operasional klarifikasi layanan keagamaan, serta pengawasan konten layanan nikah di media sosial.
“Agar nikah siri tidak disalahgunakan, maka Kemenag harus meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya mencatatkan pernikahan ke KUA. Kemenag juga harus membuat regulasi khusus untuk layanan nikah di media sosial misalnya verifikasi penyedia jasa, izin operasional, dan pengawasan konten,” jelas Singgih.
Menurut Singgih, regulasi tersebut akan mempertegas kehadiran negara dalam melindungi perempuan dan anak.
“Dengan adanya aturan-aturan dari Kemenag, negara bisa melindungi perempuan jika terjadi perselisihan, pasangan nikah siri tetap bisa menuntut haknya (anak, nafkah, warisan) jika status pernikahan jelas dan diakui,” terang Singgih.











