FKKC Soroti Kepemimpinan Kuwu Hulubanteng,

KIM
Ketua FKKC, Muali, saat dikonfirmasi. (foto: adainfo.id)

adainfo.id – Polemik internal yang mencuat di Desa Hulubanteng, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Cirebon, kini menjadi perhatian serius dari Forum Komunikasi Kuwu Cirebon (FKKC).

Ketua FKKC, Muali, secara terbuka menyatakan bahwa pihaknya telah lama mengikuti dinamika tersebut, terutama menyangkut kepemimpinan Kuwu Tirja yang dianggap kerap menuai kontroversi di tengah masyarakat.

Dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (17/7/2025), Muali menegaskan bahwa pihaknya tidak tinggal diam atas berbagai persoalan yang timbul.

FKKC, baik di tingkat kabupaten maupun kecamatan, telah berupaya melakukan pendekatan secara bertahap kepada Kuwu Tirja demi menjaga stabilitas pelayanan publik di desa tersebut.

“Dari awal kami sudah melakukan koordinasi. Tujuannya agar beliau bisa menjalankan amanat sebagai pemimpin desa dengan baik dan profesional. Sudah ada upaya penguatan juga dari FKKC tingkat kecamatan,” ujar Muali melalui sambungan telepon.

Teguran Berjenjang dan Koordinasi di Tingkat Kabupaten

Persoalan yang membelit Kuwu Hulubanteng ternyata telah sampai pada tahap serius. Muali menyebut bahwa pihaknya telah turut serta dalam forum-forum resmi, termasuk pertemuan dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Cirebon yang membahas surat teguran terhadap Kuwu Tirja.

Diketahui, Kuwu Tirja telah menerima tiga kali teguran tertulis dari pemerintah kabupaten, namun belum menunjukkan progres berarti dalam penyelesaian persoalan administrasi dan kepemimpinan di desa.

“Kami sempat ikut dalam pembahasan teguran 1, 2, dan 3. Saya juga sudah sering mengingatkan langsung agar urusan administrasi dibereskan. Tapi ya, responnya masih belum konsisten,” ungkap Muali.

Janji Selesai, Masalah Baru Justru Muncul

Muali secara diplomatis menyoroti sikap Kuwu Tirja yang dinilai belum menunjukkan komitmen kuat dalam menyelesaikan persoalan yang ada.

Menurutnya, tiap kali ditegur atau diberi masukan, Kuwu Tirja selalu menyatakan bahwa permasalahan telah selesai. Namun, dalam praktiknya, isu baru terus bermunculan.

“Selalu bilang sudah beres. Tapi dalam waktu dekat, muncul masalah lain. Jadi kita juga bingung, mana yang benar-benar beres, mana yang hanya dijawab untuk meredam,” ujarnya dengan nada prihatin.

Muali menambahkan, pihak FKKC tidak dapat serta-merta masuk ke ranah teknis administrasi pemerintahan desa. Peran mereka terbatas pada fasilitasi, mediasi, dan pembinaan secara umum.

Kuwu Minim Pemahaman

Soal karakter Kuwu Tirja yang dinilai sebagian kalangan sebagai “keras kepala”, Muali memilih untuk tidak menghakimi secara langsung.

Ia lebih melihat bahwa masalah utamanya bisa jadi terletak pada minimnya pemahaman terkait sistem administrasi desa.

“Mungkin bukan dableg, tapi memang belum siap secara SDM untuk memimpin dan menyelesaikan persoalan desa yang kompleks. Itu yang harus kita lihat secara objektif. Kalau kita paksa juga tidak akan produktif,” tuturnya.

Sementara terkait adanya desakan sebagian warga agar Kuwu Tirja mundur dari jabatannya, Muali menegaskan bahwa keputusan tersebut sepenuhnya berada di tangan Bupati Cirebon sebagai pihak yang memiliki kewenangan administratif.

“Kami tidak punya kewenangan untuk memberhentikan Kuwu. Tugas kami sebatas memberi masukan dan mengarahkan. Kalau situasinya tidak bisa diperbaiki, maka kita kembalikan pada mekanisme dan regulasi yang berlaku,” jelasnya.

Namun begitu, FKKC tetap membuka ruang komunikasi dan mendorong agar Kuwu Tirja mengambil langkah konkret untuk memperbaiki kepemimpinannya selama masa jabatan yang masih panjang.

“Jabatan Kuwu itu delapan tahun. Masih bisa dimaksimalkan. Sayang kalau akhirnya harus berakhir dengan pemaksaan mundur. Kami harap ada perubahan sikap dan niat untuk memperbaiki,” tambah Muali.

Ajak Semua Pihak Duduk Bersama

Di akhir pernyataannya, Muali mengajak seluruh pihak untuk menurunkan tensi dan membuka ruang dialog demi kepentingan masyarakat Desa Hulubanteng secara keseluruhan.

Ia menekankan pentingnya menjaga pelayanan publik agar tidak terganggu oleh konflik internal yang berkepanjangan.

“Mari duduk bersama. Baik Kuwu, perangkat, warga, dan pihak-pihak terkait. Tujuan utama kita adalah bagaimana agar pelayanan tetap berjalan, masyarakat tidak jadi korban karena konflik elit desa,” pungkasnya.

BSP GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *