Gen Z Hadapi Masa Sulit di Dunia Kerja: PHK dan Tantangan Adaptasi
adainfo.id – Tahun 2024 menjadi periode yang penuh tantangan bagi generasi muda, khususnya Generasi Z. Mereka yang baru lulus dan memasuki dunia kerja menghadapi kenyataan pahit sulitnya mendapatkan pekerjaan. Sementara itu, banyak yang telah bekerja harus menghadapi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat ketidakcocokan dengan ekspektasi perusahaan.
Laporan terbaru dari Intelligent, sebuah platform konsultasi pendidikan dan karier, mengungkapkan bahwa enam dari 10 perusahaan melaporkan telah memecat karyawan Gen Z yang baru mereka rekrut. Data ini memicu kekhawatiran terkait kemampuan generasi muda untuk beradaptasi di lingkungan kerja modern.
Mengapa Perusahaan Memecat Karyawan Gen Z?
Berdasarkan survei Intelligent, berikut adalah alasan utama perusahaan memutuskan hubungan kerja dengan pekerja Gen Z:
- Kurangnya motivasi atau inisiatif (50 persen)
- Kurangnya profesionalisme (46 persen)
- Keterampilan berorganisasi yang buruk (42 persen)
- Keterampilan komunikasi yang buruk (39 persen)
- Kesulitan menerima feedback (38 persen)
- Kurangnya pengalaman kerja relevan (38 persen)
- Keterampilan pemecahan masalah yang buruk (34 persen)
- Keterampilan teknis tidak memadai (31 persen)
- Ketidakcocokan budaya kerja (31 persen)
- Kesulitan bekerja dalam tim (30 persen)
Menurut Huy Nguyen, Kepala Penasihat Pendidikan dan Pengembangan Karier Intelligent, banyak pekerja Gen Z menghadapi kesulitan besar dalam transisi dari dunia pendidikan ke dunia kerja. “Mereka sering kali tidak siap menghadapi lingkungan kerja yang kurang terstruktur, ekspektasi pekerjaan mandiri, dan dinamika budaya tempat kerja,” ujarnya, dikutip dari Euronews.
Ketergantungan pada Orang Tua Selama Pencarian Kerja
Laporan terpisah dari ResumeTemplates mencatat bahwa sekitar 70 persen Gen Z mengandalkan bantuan orang tua dalam proses pencarian kerja. Lebih mengejutkan lagi, 25 persen di antaranya membawa orang tua ke wawancara kerja atau meminta orang tua mengirimkan lamaran pekerjaan. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan kemandirian di kalangan generasi muda.
Pengakuan Korban PHK: Perspektif Gen Z
Jhony (bukan nama sebenarnya), seorang desainer grafis berusia 25 tahun yang tinggal di Jakarta, adalah salah satu korban PHK tahun lalu. Ia bekerja selama tiga bulan di sebuah perusahaan teknologi sebelum akhirnya dipecat.
Menurutnya, ia merasa tidak dihargai oleh atasan yang berasal dari generasi Baby Boomers dan Milenial. “Mereka kolot, selalu meremehkan kreativitas saya sebagai Gen Z. Selain itu, budaya kerjanya tidak mendukung work-life balance,” ungkap Jhony.
Selain itu, Jhony mengeluhkan nominal gaji yang jauh di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta, yaitu Rp3,7 juta. “Gaji yang mereka tawarkan tidak layak untuk desainer grafis, apalagi tugas yang diberikan sering di luar job desk,” tambahnya.
Tantangan Budaya Kerja dan Solusi untuk Gen Z
Kesenjangan budaya antara pekerja Gen Z dan perusahaan sering menjadi penyebab utama konflik di tempat kerja. Di sisi lain, perusahaan juga perlu memahami bahwa Gen Z memiliki pendekatan kerja yang lebih kreatif dan fleksibel dibandingkan generasi sebelumnya.
Untuk mengatasi masalah ini, beberapa langkah berikut dapat menjadi solusi:
- Peningkatan pelatihan dan onboarding bagi pekerja muda untuk membantu mereka memahami ekspektasi kerja.
- Program mentorship untuk menjembatani kesenjangan budaya antar generasi.
- Fokus pada komunikasi yang terbuka untuk menghindari kesalahpahaman di tempat kerja.
- Peningkatan kesejahteraan karyawan melalui penyesuaian gaji yang adil dan fleksibilitas kerja.
Optimisme di Tengah Tantangan
Meskipun laporan menunjukkan tingginya tingkat PHK di kalangan Gen Z, masih ada harapan bagi generasi muda untuk berkembang di dunia kerja. Dengan meningkatkan keterampilan, mengadaptasi diri pada budaya kerja, dan menerima masukan secara konstruktif, Gen Z dapat menjadi angkatan kerja yang inovatif dan berpengaruh di masa depan.
Di sisi lain, perusahaan perlu lebih peka terhadap kebutuhan generasi muda untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan mendukung perkembangan karier.